David sudah kembali ke puskes tempat dia ditugaskan karena tidak banyak yang bisa dia bantu dan teman satu puskesnya sudah meneror. Daripada Genta harus pusing dan menghambat kerja orang, akhirnya dia menyuruh David pulang. Lagipula, lukanya sudah diobati.
Dengan sisa waktu yang ada, dia bisa istirahat sejenak sebelum kembali ke puskesnya.
Sejujurnya, Genta tidak berminat datang ke puskes, tetapi dia tidak bisa membiarkan daftar hadirnya kosong—sebisa mungkin, Genta tidak ingin ada catatan tambahan di kolom attitude pada buku pegangan. Namun, setelah dipikir lagi, berdiam diri di kosan Beka pun pasti akan membuatnya bosan.
Berbaring di kasur, Genta menunggu ponselnya menyala. Semalaman dia lupa nasib ponselnya dan kalau sudah mati begini, dia harus menunggu minimal terisi daya 10% untuk bisa menyala. Begitu berhasil menyala, puluhan notifikasi masuk seperti masalah dalam hidupnya. Bertubi-tubi tanpa melihat situasi. Selagi masih bisa bernapas, di saat itulah masalah akan terus datang.
Dengan sebuah helaan napas panjang dan berat, Genta mulai membaca notifikasi yang masuk. Ada baiknya masalah-masalah itu diselesaikan satu per satu. Hanya diam menatap layar ponsel tidak akan membuat masalah selesai.
Luki, Robyn, dan Esa ... mereka bisa menunggu. Toh, mereka pasti sedang sibuk di bangsal dan di puskesmas, tidak akan mungkin bisa meladeni keluh kesah Genta.
Pada akhirnya, hanya Bunda yang bisa dia hubungi.
"Kamu kok nggak ngabarin Bunda, sih, Ta?" tembak Eva ketika telpon tersambung. Genta meringis, sedikit menjauhkan ponsel dari telinga, dan mengelus telinganya. "Kata Obyn kamu lanjut ikut penelitian dosen kamu, ya? Kenapa nggak ngabarin? Ujiannya gimana? Lancar? Kamu udah sarapan? Semalem nggak lupa makan, 'kan?"
Penelitian Prof., batin Genta yang ingin menertawakan alasan yang sempat diungkit oleh David tadi. Sepertinya Luki dan Robyn benar-benar berkolaborasi untuk menyembunyikan Genta.
"Bunda nanyanya satu-satu, dong. Udah kayak Prof. aja, nih, nanyanya nyecer." Dia melanjutkan, "ujiannya lancar, tapi, ya gitu, status ujian Genta harus direvisi lagi. Banyak banget salahnya. Terus harus menyertakan foto detail hitung-hitungannya dan cari sumber jurnal terbaru dari teori yang Genta omongin. Parah, deh, Bun. Semalem Genta disemprot gara-gara nggak bawa print out dasar teorinya."
"Loh, memangnya harus dibawa? Temen yang kamu tanyain prosedur ujian tempo hari, bilangnya gimana?"
"Dia nggak bilang harus bawa print out-nya. Makanya Genta cuma simpen di laptop," aku Genta sambil menghelakan napas.
"Terus kok kamu bisa dipilih ikut penelitian?"
Genta terdiam menatap langit-langit kamar. Dengan mata terpejam, dia menahan rasa sakit di dadanya yang amat sangat dan mencoba menjawab satu pertanyaan itu. "Yang ujian sama Prof. kan cuma Genta, Bundaaa. Jadi nggak ada opsi lain."
Maafin Genta, Bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Kopi dari Mandala
ChickLit[21+] [Chicklit / Romance / Medicine] [Follow + Vote + Komen = Early update!] Seorang dokter muda yang patah hatinya. Seorang mahasiswi yang menghidupi buah hatinya. Mereka bertemu tanpa sengaja dan berbagi kisah suka dan duka. Sejak pertemuan itu...