SKM 5: The Silent Thief of Sight

4.3K 387 11
                                    

Halo dan hai!

Terima kasih sudah membaca sejauh ini. Semoga kalian terhibur dan masih bersedia menunggu kisah lainnya dari adik-adik koass Selingkuhan. Untuk chapter ini, kita akan istirahat dulu dari dunia Genta dan mulai melihat kehidupan koass di lapangan bersama Robyn.

Jangan lupa tinggalkan komentar supaya aku tahu seberapa berkesannya cerita ini buat kalian, ya ^^

Disclaimer: Cerita ini dibuat berdasarkan pengalamanku selama menjadi koass. Adapun nama pasien dan petugas yang disebutkan sudah diubah demi kenyamanan dan menjaga nama baik beberapa pihak. 


- - -


Robyn mendesah panjang menatap flipchart dengan gambar bola mata di hadapannya. Dengan penuh selidik, diliriknya ke bagian luar ruangan, tempat di mana penyuluhan akan berlangsung, dan tampak sudah mulai dipenuhi warga. Dalam kurun waktu 15 menit, dia harus berbicara di depan sana sambil berkeliling membawa flipchart.

Ini semua salah Luki.

Manusia brengsek itu (dan dirinya) ditempatkan di puskesmas di kawasan Duren Sawit berdasarkan hasil undian. Jadi, selama kepaniteraan Kedokteran Keluarga (KK), mereka akan habiskan waktu mereka di puskesmas sampai pukul 12 dan kembali ke kampus untuk mengikuti perkuliahan hingga malam hari.

Letak kebrengsekan Luki bukan saat hasil undian keluar dan mereka ditempatkan di puskesmas yang jauuuuh dari kampus. Bukan pula karena Luki malas bawa mobil jadi Robyn harus menjemputnya dan hal itu mengharuskan Robyn mondar-mandir dari ujung Jakarta ke ujung lainnya. Pun bukan karena pembagian tugas yang tidak adil (percaya atau tidak, prinsip hidup Luki adalah membagi kesulitan sama rata!). Semuanya bermula saat sahabatnya itu bercanda dengan seorang dokter puskesmas dan tanpa tahu apa yang terjadi, Robyn malah diminta menemani Mbak Mutia untuk mengawasi kegiatan Posbindu di RT 03.

Nah ini!

Puncak kekesalan Robyn melejit hingga ke puncaknya karena hadirnya Mbak Mutia.

Wanita itu, sejak hari pertama Robyn dan Luki datang untuk perkenalan ke puskesmas, sudah meminta nomor Robyn. Malamnya Robyn mendapat 3 missed calls dan sebuah pesan berisi 'Sorry ganggu. Belum tidur, 'kan?'.

"Kayaknya dia naksir sama lo, Byn," ungkap Luki saat Robyn menceritakan bagaimana setiap malam dia harus meladeni chat Mbak Mutia sampai jam 1 malam dan mengetahui bahwa wanita itu berusia 32 tahun serta masih single. Tanpa harus dipertegas pun, Robyn menyadari hal itu. Namun, yang membuat Robyn semakin jengkel adalah aksi Mbak Mutia tidak sampai di situ. Semakin ke sini, dia semakin terang-terangan menunjukan afeksinya pada Robyn. Dua kali wanita itu membuatkan bekal nasi goreng untuk Robyn (dan harus Robyn buang karena takut ada jampi-jampi), tiga kali mengajak makan siang di restoran dekat puskesmas, dan tujuh kali ajakan ngopi di kawasan kampus.

Sudah berkali-kali diingatkan, bahwa Robyn tidak ingin disatukan dengan wanita itu, tapi bisa-bisanya hari ini Luki lalai melakukan tugasnya.

"Dok, ini silahkan duduk." Namanya Pak Gun, pemilik rumah yang dijadikan pusat kegiatan Posbindu di RT 03. Pria berperut tambun itu sudah mondar-mandir sejak tadi, melakukan persiapan sebelum warga berdatangan, sementara si Mutia asyik melihat-lihat dagangan daster milik seorang kader. "Kira-kira perlu disiapin sound system, nggak? Kayaknya Pak RT punya mic wireless. Biar dokter nggak perlu teriak-teriak."

Robyn mengerutkan keningnya sambil membolak-balik halaman flipchart. "Kayaknya nggak perlu, Pak. Pesertanya nggak sampe 50 orang, suara saya bisa kedengeran, kok."

Secangkir Kopi dari MandalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang