IGD Ponek. 19.45
"Sumpah, Lex. Lo busuk!"
Di balik masker bedah yang menutupi sampai bagian bawah hidung, Robyn tertawa. Tangannya tidak berhenti menandai form pemeriksaan lab sesuai instruksi yang sebelumnya diberikan oleh dokter jaga IGD, dr. Dana.
Darah lengkap, urin lengkap, β-hcg ... checked.
Usai menandai, dia menempelkan stiker nama pasien pada tempat yang disediakan lalu membubuhkan cap pada kolom yang harus ditandatangani dr. Dana.
"Biasalah, Dok," candanya seraya mempersilakan dr. Dana untuk menandatangani. "Kalo nggak busuk, nggak dapet ilmu, rumah sakit bisa bangkrut ngegaji pegawai. Lagian bed kita masih kosong 3, di bangsal juga masih ...."
"Anjrit lo, ya!" sela dr. Dana sambil tertawa. "Mulut lo gue jait, nih."
Sambil menurunkan maskernya, Robyn mencucu dan dihadiahi sebuah toyoran oleh dr. Dana.
"Lo urus sisanya, ya. Gue mau 1 ronde dulu."
"Lawan siapa malem ini, Dok?"
"THT, Lex. Tau nggak lo hadiahnya apa?"
"Lambo?"
"Resign-lah gue kalo beneran bisa dapet, Lex. Ini cuma ..." dr. Dana menunjukan 5 jarinya "... lumayan, kan?"
Robyn menyipitkan matanya lalu mengangguk-angguk. "Pantes lo semangat, Dok. Dua kali bayaran magang di sini ternyata. Oke, deh. Gue jagain ponek buat lo, tapi gue ngidam lontong sayur yang di gang sebelah, nih."
"Apa, sih, yang nggak buat lo, Alexander Robyn!" Dokter Dana tertawa sambil menepuk bahu Robyn beberapa kali. Dia pergi meninggalkan Ponek.
Di tempatnya Robyn mendengkus. "Satu ronde, satu ronde," gerutunya seraya membanting pulpen yang dari tadi digenggamnya. "Dia yang dibayar, gue yang capek. Bangsat!"
Dengan langkah diseret, Robyn membawa form beserta dua tabung berisi sampel darah pasien menuju loket laboratorium. Setelah menyerahkan semua pada petugas—dan ditertawakan karena lagi-lagi dia yang datang mengantar sampel darah pasien—Robyn terdiam di tempat. Dia menghelakan napas memandang lobi IGD yang begitu kontras. Satu sisi, yang dekat dengan IGD umum, begitu sepi. Sementara di sisi yang mengarah pada ponek tampak ramai, heboh dan bising seperti pasar.
Sudah tiga jam berlalu sejak kelahiran bayi dari seorang wanita muda yang diantar angkutan umum, tapi drama keluarganya masih berlanjut dan tidak ada tanda-tanda akan selesai. Kalau tadi, sebelum lahiran, mereka memperdebatkan apakah sang ibu harus melahirkan per vaginam atau caesar, saat ini mereka mempermasalahkan dengan siapa sang bayi akan tinggal nantinya.
Sambil menggelengkan kepala, Robyn berjalan kembali ke ponek. Dengan memutar lewat belakang karena pintu masuk ponek ditutupi dua keluarga bermasalah tadi.
| Happy Meals: gw tdr duluan, ya? G'nite, Byn
| Luki A. sent a sticker
| Luki A.: eh, bgsd! Pulang2in pasien lo! Gue udh megang 7 nih.
| Luki A. sent a sticker| AMH: berisik luk
| Luki A.: tai lo, sa!
Robyn tertawa melihat Luki dan Esa perang sticker di kolom chat. David yang mencoba menimbrung malah di-kick dari grup oleh Luki. Hanya selang 1 menit, David kembali di-invite.
Saat Robyn akan membalas chat Luki, sekadar untuk menghibur, langsung terperangah di tempat ketika melihat dua orang senior berbaju bebas berjalan melintasi IGD menuju gedung perkuliahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Kopi dari Mandala
ChickLit[21+] [Chicklit / Romance / Medicine] [Follow + Vote + Komen = Early update!] Seorang dokter muda yang patah hatinya. Seorang mahasiswi yang menghidupi buah hatinya. Mereka bertemu tanpa sengaja dan berbagi kisah suka dan duka. Sejak pertemuan itu...