🔒11

302 104 74
                                    


Delapan hari setelah Leonora tenggelam ...

.
.
.

JALANAN PEDESAAN TERASA lebih panjang dalam perjalanan ke suatu tempat dari rumah lamanya di daerah pantai. Nel menyalakan lampu jauh, sehingga cahaya putih berbentuk kerucut memancar dalam kegelapan. Derum lembut mesin motor matic dan desau dedaunan menjadi bunyi-bunyian yang menemani gadis itu.

Nel mengingat-ingat alamat di pesan yang ia terima siang tadi. Sekitar 200 meter dari toko perkakas di dekat lampu merah. Lalu setelah itu, susuri jalanan setapak berbatu. Inilah kiranya jalan itu. Benar-benar berbatu sehingga ia hampir-hampir mengamuk karena guncangan yang timbul. Stang dibelokkan ke kanan dan ke kiri, mencoba mencari jalanan rata untuk meminimalisir guncangan. Jarum indikator bensin sudah menunjuk ke huruf E.

Jangan habis dulu.

Pandangan Nel fokus ke ujung depan, menunggu bangunan yang seharusnya tidak lama lagi ia lihat. Jujur saja, ia sudah tidak nyaman dengan pohon-pohon besar di samping kiri dan kanan. Mereka tampak menjulang dan rasanya seperti menginterogasi, mempertanyakan tujuan seorang gadis 15 tahun yang mengunjungi tempat terpencil di malam hari seperti ini.

Dari tanda panah Air Terjun Tujuh Batu, belok kiri.

Mata Nel menyipit dan alisnya berkerut. Panah tinggi itu tidak tersinari langsung oleh lampu motor, tetapi pantulannya cukup untuk menerangi tulisan di sana. AIR TERJUN TUJUH BATU. Nel langsung belok kiri, dan tampaklah bangunan yang ia cari. Sekitar lima belas meter di depannya, terdapat cahaya jingga dari suatu rumah. Nel langsung memarkirkan motornya di sana, di atas rerumputan hijau lembap yang berembun.

Rumah itu mungil, atap berandanya disangga oleh tiang-tiang kayu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rumah itu mungil, atap berandanya disangga oleh tiang-tiang kayu. Rumah itu dilingkupi pepohonan tinggi, bak tirai agung yang menutupi kedalaman hutan liar dengan banyak kengerian. Hanya ada satu pintu dan jendela ramping bersekat kotak-kotak. Dua bagian itu menampakkan penerangan dari dalam. Nel turun, menjejaki rerumputan dan menaiki undakan batu satu per satu. Ia memasukkan tangannya ke saku jaket dan memakai kupluknya. Hutan di malam hari dingin bukan main, dan pastinya dengung nyamuk-nyamuk jauh lebih menyebalkan daripada kebekuan yang ia rasakan.

Dari luar terdengar gelak tawa beberapa lelaki dan suara-suara berat mereka, serta alunan musik koplo di radio.

Karena pintu telah terbuka, maka Nel langsung masuk.

"Oh! Ren!" Salah satu dari mereka, yang bercambang tipis, segera berdiri.

Seketika orang-orang di sana langsung diam, volume radio dipelankan hingga nyaris tidak terdengar sama sekali.

"Sendirian?" tanya orang yang sama.

Nel tidak menjawab. Ren. Gadis remaja itu tidak akan serampangan memberikan nama aslinya, terutama dalam urusan kasus pelik yang terjadi belakangan. Nama asli hanya akan ia gunakan untuk hal-hal baik saja. Dengan begitu tidak ada Nel yang jahat. Karena semua kejahatan itu dilimpahkan pada sebuah nama : Ren.

One Must Die [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang