🔒15

265 92 40
                                    

a/n:
Dari jawaban part kemaren aku bakal usahain pakai ilustrasi biar nggak bosen. Buat yang baca offline gak perlu buka kok karena gambar yang ada udah aku sesuaikan dengan deskripsinya.

Btw mohon bersabar dengan kebingungan kalian ya, wkwk. Siapkan otak. Di part ini ada dua kemungkinan : 1) Kebingungan dan rasa penasaran kalian makin bertambah, atau 2) Kalian malah akan menemukan titik terang sehingga mulai memahami cerita ini, hehehe.

So, happy reading and enjoy!

.

.

.


GEMBOK LENYAP. RUANG bawah tanah kosong. Kontan amarah Arthur langsung menyeruak berkumpul di dalam dadanya. Danny pergi. Ia ingin berteriak dan mengumpat, tetapi itu bakal mengagetkan putri kesayangannya yang sedang menyiapkan sarapan di dapur, dan dapur adalah lantai satu, lantai terdekat ke ruangan ini. Jadi, lelaki berperut buncit itu naik dengan buru-buru menuju kamar istrinya.

"Astaga!" Make up di meja rias Elma berjatuhan ketika suaminya muncul dengan begitu mendadak. "Papa ngagetin! " katanya sembari memunguti tube maskara dan perintilan lainnya.

Arthur menutup pintu, lalu mendekati istrinya dengan wajah frustrasi bukan main. "Dia lepas!" suaranya begitu putus asa.

"Hah? D ... Danny?" Elma duduk perlahan di kursi, wajahnya tiba-tiba kaku.

Arthur mengangguk, mengusap wajah dengan lelah. "Sudah papa duga dia datang ke sini nggak sendirian."

"Terus sekarang gimana?" Elma khawatir. "Apa kita udah bener-bener kehilangan kesempatan buat nemuin Nel?"

Arthur menggeleng. Wajah lelaki itu tertunduk dalam.

Lalu keheningan meliputi mereka.

"Mungkin," Arthur membuka suara setelah beberapa saat, "ini memang seharusnya terjadi."

"Maksud Papa?" ada nada tak terima ketika wanita itu menatap kedua mata cokelat gelap suaminya.

"Sayang, kita ...," seakan-akan Arthur tidak bisa melanjutkan dan tentu Elma mengerti alasannya. "Kita terlalu egois."

Arthur benar, sehingga Elma pun diam. Walaupun kepalanya dipenuhi Daniella, gadis manis yang menemani hari-hari mereka selama belasan tahun, yang belakangan ini menerima dusta-dusta dari mulut mereka. Ada rasa bersalah yang menyayat hati wanita itu ketika ia mengingat saat di mana ia harus memanggilnya 'Leonora'. Dia tahu nama itu menyakiti gadis kecilnya, dan tanpa sepengetahuan gadis itu pula, Elma juga tersakiti. Bagaimana pun dialah salah satu orang yang paling tahu bahwa Leonora itu bualan belaka, Leonora itu tak pernah ada. Nama itu semata-mata tercipta untuk menutupi sesuatu yang mereka sembunyikan rapat-rapat selama belasan tahun.

"Kita udah ngelakuin kesalahan yang luar biasa licik, Ma."

Elma manggut-manggut lemah.

"Kita udah ... astaga," Arthur memijat pangkal hidungnya, lalu menatap istrinya dengan pandangan nanar. "Bukannya kejahatan yang paling jahat itu yang dilakukan terhadap diri sendiri?"

Elma diam, tersenyum sedih.

"Ini yang kita rasakan. Kehilangan Nel, padahal dia bukan anak kita."

"Dia anak kita sampai kita memutuskan untuk naik pesawat ke Taipei."

Arthur terdiam, membenarkan kalimat istrinya. "Jadi dia anak kita?" Kalimat itu bertujuan untuk meyakinkan dirinya alih-alih bertanya.

"Dia anak kita."

One Must Die [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang