🔒22

186 62 29
                                    

Jangan lupa vote dan comment-guys wkwk.
Euw ngemis banget yak.
Vote aja kalo menurut kalian cerita ini layak di vote, ya! Kalo nggak, skip aja dan silakan kalian bebas ngasih masukan ke akuu<3
Tengkyuu
Selamat membaca!
.


"YUDA ...!"

Tidak ada jawaban

"YUDAAA ...!!!"

Aku berteriak sekencang-kencangnya sampai rasanya pita suaraku mau putus. Tadi ketika bangun, aku mencoba berjalan ke kamar mandi tanpa bantuan tongkat yang akan membuatku kelihatan seperti nenek tua. Dua hari terakhir ini aku memang sudah lepas dari kursi roda, tapi jelas jalanku masih sempoyongan.

Kukira hari ini aku sudah bisa berjalan normal. Ini sudah hari ketujuh sejak terapisku berkata aku akan bisa berjalan semingguan lagi. Nyatanya aku malah keseleo di sini, di kamar mandi. Aku sudah mencoba berdiri tapi malah terjatuh lagi lantaran pergelangan kaki kiriku sakit bukan main. Alhasil beginilah aku. Duduk di lantai memijat-mijat pergelangan kaki dengan rambut berantakan dan muka bengkak khas bangun tidur. Aku bahkan belum sempat cuci muka.

"Kenapa?" Suara pintu kamar terbuka, tak lama Yuda datang menghampiriku. Mukanya panik melihat aku kesakitan di lantai sambil misuh-misuh. "Kamu jatuh?"

"Ya iya jatuh! Sakit ini! Tolongin!"

Yuda membantuku berdiri. Dia menahan tubuhku ketika aku cuci muka dan gosok gigi, lalu membawaku ke tepian ranjang, dengan satu tanganku melilit lehernya dan sebelah kakiku jalan terpincang-pincang.

"Lain kali pake dulu tongkatnya, Bee."

Aku tidak menjawab, melainkan bertanya, "Mana sarapan gue?"

"Lagi disiapin di bawah, nanti kalo udah kakak bawa ke sini."

Aku mendesis, meremas perutku yang sudah keroncongan, memerhatikan Yuda yang sudah rapi dengan setelan kerjanya. Kaus putih biasa dibalut denim cokelat dan jeans hitam. Aku tak ingat dia kerja apa, kalau tidak salah berhubungan dengan arsitektur. Aku juga tidak tahu apakah dia jujur atau berbohong. Tapi sejauh ini dia selalu baik.

"Abis sarapan kita periksa kaki kamu, ya?"

Aku mengangguk pelan.

.

Terapisku bilang aku cuma keseleo biasa. Secara umum kondisi tubuhku sudah baik, termasuk kakiku sudah bisa digunakan untuk berjalan normal, tidak akan kaku lagi. Tinggal menunggu sakit di pergelangan kakiku mereda setelah tadi terapis memijatku tanpa memberiku rasa sakit sedikit pun dan aku merasa kakiku jauh lebih baikan sekarang.

Yuda berangkat ke tempat kerjanya setelah mengantarku pulang, jadi aku sendirian di rumah. Aku kini tiduran di sofa, menonton acara TV tentang pengusutan masalah percintaan yang alay. Si cewek berambut keriting menangis di mobil, menceritakan betapa sakit dan kehilangannya ia ketika pacarnya dua tahun menghilang tanpa kabar. Dua host (satu cewek berambut pendek, satu cowok berkumis tebal dan berkulit kasar) mendengarkan dengan penuh simpati. Aku menyimak sambil beberapa mengunyah camilan yang Yuda belikan untukku tadi, ketika kami mampir di minimarket

Keadaan berubah heboh ketika sosok cewek lain keluar dari gerbang kampus muncul tertangkap oleh kamera. Host cowok menghubungi tim lain dengan walkie talkie. Gayanya sok panik, sok sibuk, seakan-akan ia baru saja menemukan bom yang akan meledak dalam 10 detik. Padahal yang ia temukan cuma cewek yang kini sedang jajan di gerobak bakso depan gerbang

"Cewek itu pacar cowok lu?"

"Iya, Bang. Dia yang masih contact-an sama pacar saya tapi dia nggak pernah mau bilang apa-apa ke saya."

One Must Die [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang