33 - Menyesal?

126 10 0
                                    

CHAPTER 33

Pantaskan jika sekarang Ranta baru menyesal? Apa ia pantas mendapatkan maaf dari Dilara?

Sepertinya tidak. Karena Ranta tau betapa jahatnya ia dulu pada gadis itu. Betapa buruknya ia memperlakukan Dilara. Menerbangkannya tinggi-tinggi lalu menjatuhkannya ke dasar bumi yang paling dalam.

Ia baru sadar kalau Dilara sangat terluka karena perbuatannya. Lebih-lebih gadis itu mempunyai penyakit yang tidak sepele.

Jika penyakitnya saja sudah membuat Dilara tersiksa, ia malah menambah rasa sakit yang harus Dilara derita. Bodoh. Ranta mengakui bahwa dirinya bodoh.

Pukul empat sore, Ranta tiba di rumah sakit. Dengan penyesalan yang menumpuk di dalam dada dan juga kekhawatiran yang terlihat dari mata, Ranta berjalan dengan tergesa-gesa menuju ruang ICU.

"Ranta?"

Ranta menghentikan langkahnya tepat di depan Vera. Matanya berkaca-kaca. Rasa bersalah dan penyesalannya bercampur menjadi satu.

Brukk

Semua orang terkejut dengan yang dilakukan oleh Ranta.

"Kamu ngapain berlutut kayak gini? Ayo bangun Ranta." Vera berusaha membantu Ranta berdiri, namun hal itu dicegah oleh Ranta.

"Enggak Tante. Biarin aku kayak gini." Ranta mendongak. "Aku udah salah banget sama Tante dan Dilara. Aku udah nuduh Tante yang enggak-enggak. Maafin aku Tante." Ranta kembali menundukkan wajahnya. Ia tak sanggup menatap Vera lebih lama.

Vera menutup mulutnya seraya menggelengkan kepalanya. Air matanya sudah berjatuhan sejak tadi. "Kamu nggak salah apa-apa sama Tante. Jadi kamu nggak perlu minta maaf Ranta. Udah, sekarang kamu bangun. Kamu nggak malu diliatin banyak orang kayak gini?"

Ranta menggeleng kencang. "Enggak, Tan. Aku salah. Aku udah nuduh Tante pelakor. Aku juga udah bikin Dilara jadi sakit. Maaf Tante. Maafin aku ...."

Raldi, Rasyat, Lily, dan Bintang terdiam melihat kejadian di depan mereka. Mereka cukup terkejut melihat Ranta yang seperti itu. Mereka tau bahwa Ranta benar-benar menyesal sampai rela berlutut seperti itu.

Ranta menangis. Hal yang lagi-lagi membuat teman-temannya terkejut dibuatnya. Ranta tidak pernah menangis sebelumnya. Bahkan saat ayahnya meninggalpun, cowok itu tidak menangis sama sekali.

Vera berjongkok di depan Ranta lalu menangkup wajah cowok itu. Ia menyunggingkan senyum tulusnya seraya mengusap pelan sisa-sisa air mata Ranta. Ranta yang melihat itu semakin merasa bersalah. Bagaimana bisa Vera memperlakukannya dengan baik setelah semua yang terjadi pada dirinya dan anaknya.

"Maafin aku Tante. Aku tau Tante nggak akan mau maafin aku karena kesalahan yang aku lakuin udah fatal. Aku bener-bener nyesel. Aku ..."

Ranta terkejut sampai tak bisa melanjutkan  kata-katanya. Cowok itu terdiam cukup lama, membiarkan Vera memeluknya dengan erat seraya menumpahkan semua kesedihannya.

Disela-sela tangisannya, Vera berucap  "Udah ya, Ranta. Tante maafin kamu. Kamu nggak salah. Ini memang udah takdir dari Tuhan. Tante ikhlas menerima ini semua. Kamu nggak perlu minta maaf lagi."

Ranta membalas pelukan Vera tak kalah erat. Cowok tak bisa berkata-kata lagi selain mengucapkan syukur yang tiada henti. Ia sangat bersyukur bisa bertemu dengan wanita sebaik ini.

"Makasih. Makasih banyak Tante ..."

Vera mengangguk lau melepaskan pelukannya. "Sekarang kamu berdiri." Wanita paruh baya itu membantu Ranta berdiri.

DilaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang