CHAPTER 5
Dilara baru saja mengunyah satu gigitan roti yang dibelikan oleh Lily. Ia sedang sendiri di kelas karena teman-temannya sedang keluar mungkin saja ke kantin atau kemana. Tapi tadi Lily dan Bintang izin pergi ke toilet dan jadilah ia sendirian di kelas.
Saat sedang asyik menyantap makanannya. Entah datang dari mana Dilara terkejut ketika seseorang sudah duduk di depannya sambil mengamatinya yang sedang makan.
"Ih! kak Ranta bikin kaget aja deh." Dilara merengut sebal. "Kapan datengnya sih kok tiba-tiba udah ada di depan aku?"
"Aku udah dateng dari tadi kali, kamunya aja yang makannya fokus banget sampe nggak sadar kalo aku dateng." Dilara hanya mengangguk lalu kembali memakan makanannya.
Kakak ngapain disini?"
"Nengok kamu, katanya kamu lagi sakit."
"Tau dari mana?" Dilara mengerutkan kening bingung.
"Dari Raldi," Ranta pindah duduk disamping Dilara. "Katanya tadi pagi dia ketemu kamu di koridor."
"Oh iya kak Raldi yah. Aku emang ketemu dia tadi pagi."
Ranta mengangguk paham lalu kembali bertanya. "Kamu sakit apa?" Tanya Ranta.
"Kemaren keserempet motor." Jawab Dilara yang sudah menghabiskan makanannya.
Ranta mengangguk seraya ber oh ria. Kemudian ia mengulurkan tangannya ke bibir Dilara. Dilara yang terkejut hanya mematung melihat perlakuan Ranta yang tidak ia duga sama sekali.
"Makan aja belepotan, kayak anak kecil." Setelah mengusap ujung bibir Dilara yang belepotan ia menaikkan tangannya ke kepala Dilara.
Ranta mengacak-acak rambut Dilara gemas dan itu malah membuat Dilara semakin membulatkan matanya bahkan sekarang jantungnya berdetak sangat cepat.
"Dilara," Ranta melambaikan tangannya ke depan wajah Dilara yang masih berusaha menormalkan detak jantungnya.
"Hey! Dilara kamu kenapa?" Ia memegang tangan Dilara.
Dilara terkejut dan langsung menarik tangannya yang ada di genggaman Ranta.
"Ng...ngg-ak nggak papa." Dilara menggeleng dan kemudian ia berjalan dengan sedikit pincang keluar dari kelas.
Ranta hanya mengamati Dilara yang semakin jauh seraya tersenyum miring.
"Gue tahu lo mulai ada rasa sama gue Dilara." Ia mengeluarkan seringaian yang mengerikkan lalu keluar menuju kelasnya berada.
***
Dilara sedang duduk seorang diri di taman belakang sekolah, ia memutuskan pergi kesana karena ia tidak tau mau kemana setelah pergi dari Ranta tadi.
Ia bingung, mengapa jika berada di dekat Ranta jantungnya selalu berdebar-debar dan seketika menjadi gugup? Apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya? Ah! Sudah lah. Ia sungguh tidak mengerti dengan dirinya sendiri.
Dilara suka tempat ini. Tenang, damai dan senyap karena tempat ini jauh dari kebisingan orang-orang.
"Sendirian aja." Ucap seseorang yang baru saja duduk di samping Dilara. "Ngapain disini?"
Dilara menoleh dan menemukan Raldi yang sedang menatapnya.
"Eh, kak. Nggak kok lagi iseng aja main kesini ternyata tempatnya nyaman yah bikin tenang." Dilara membalas ucapan Raldi.
"Lo suka juga tempat ini?" Dilara mengangguk dengan senyum yang lebar.
"Kakak juga suka?" Tanya Dilara.
"Iya. Tempat ini adalah tempat gue menenangkan diri jika gue inget abang gue." Raldi memandang ke arah depan.
"Kakak punya abang?" Raldi hanya mengangguk kemudian kembali menatap Dilara.
"Abang gue meninggal 3 tahun yang lalu karena kecelakaan. Semenjak saat itu gue selalu murung, gak ada lagi orang yang bisa gue ajak bercanda, gak ada lagi orang yang suka nemenin gue main PS kalo dirumah, gak ada lagi orang yang selalu jagain gue. Sampai akhirnya gue ketemu sama Ranta dan Rasyat mereka yang udah buat gue ceria lagi. Biarpun mereka orangnya absurd tapi mereka udah gue anggap kayak saudara sendiri." Dilara mendengarkan cerita Raldi dengan baik.
Ia jadi ikut terharu dengan apa yang ceritakan oleh Raldi. Maka dari itu, ia hanya memberikan semangat kepada Raldi yang di angguki oleh cowok itu disertai dengan senyumannya.
Dilara membalas senyum Raldi dengan senyuman yang begitu manis hingga membuat Raldi terpana. Ditambah dengan rambut gadis itu yang berterbangan tertiup angin membuat gadis itu tampak lebih cantik berkali kali lipat.
"Lo cantik," Puji Raldi tanpa berkedip sedikitpun menatap Dilara.
"Hah?" Dilara bertanya karena kurang jelas menangkap suara Raldi.
"Nggak kok nggak papa." Ucap Raldi seraya memalingkan wajahnya ke depan. Untung saja Dilara tidak mendengar ucapannya.
"Makasih ya Ra,"
Dilara mengernyit bingung. "Makasih karna lo udah mau dengerin cerita gue, ternyata lo bisa jadi pendengar yang baik."
Dilara mengangguk."Kalo gitu aku balik ke kelas ya kak." Pamit Dilara, ia menegakkan tubuhnya.
"Mau gue bantuin?" Tawar Raldi.
"Nggak perlu. Aku bisa kok."
Raldi mengangguk mengiyakan. Setelah itu Dilara berbalik menuju kelasnya. Raldi masih setia memperhatikan Dilara yang sudah semakin jauh.
Raldi suka senyum gadis itu, nampak manis dan tidak dibuat-buat. Dia memang gadis yang polos tapi dia tidak manja dan lebay. karena walaupun kakinya sedang sakit ia tidak merengek ataupun mengeluh, ia tetap tersenyum dan mengatakan bahwa ia bisa sendiri tanpa bantuan orang lain.
Gadis yang mandiri, pikirnya. Ia suka sosok gadis seperti Dilara.
Hai part ini pendek dulu ya karena aku pengen nyiapin part buat rencana Ranta selanjutnya!
Jangan lupa tekan 🌟 oke!!
Instagram : @_noviiyaaa_
Wattpad : @noviovelaJangan lupa follow♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilara
Teen Fiction#HighRank 01 in dilara - [28 September 2021] #HighRank 02 in memaafkan - [12 Oktober 2020] #HighRank 06 in cintaanaksma - [12 Oktober 2020] #HighRank 08 in kesalahpahaman - [12 Oktober 2020 ] #HighRank 14 in favorit - [12 Oktober 2020] #HighRank 32...