19 - Ungkapan

251 116 36
                                    

Aku update nih guys buat nemenin kalian buka puasa hehe😎

Selamat membaca❤

CHAPTER 19

Mengungkapkan perasaan itu sulit, butuh keberanian didalamnya. Yang gampang itu selingkuh, cuma butuh modal buaya yang gak setia.

***

Seorang cowok dengan ciri khas jambulnya itu sedang menatap layar ponselnya di atas balkon kamarnya. Ia memandangi foto seorang gadis yang belakangan ini sedang dekat dengannya. Gadis itu adalah Dilara.

Ia menslide foto-foto Dilara yang sempat ia ambil. Seringkali ia memotret secara diam-diam gadis itu. Ada beberapa gambar yang berhasil ia tangkap. Mulai dari Dilara yang tersenyum di koridor kelasnya, Dilara yang sedang membaca buku di perpus, Dilara yang sedang cemberut di kantin bersama kedua sahabatnya, hingga Dilara yang sedang tertawa bahagia bersama Ranta.

Cowok itu memandang lama foto terakhir yang dilihatnya. Ia merasa ada yang mencelos didalam hatinya, seperti ada sedikit rasa cemburu yang terselip disana. Ia tau jika Dilara menyukai Ranta, bibirnya tak bicara tapi matanya seolah mengatakan hal itu. Bagaimana gadis itu memandang Ranta, tersenyum pada Ranta dan tertawa lepas tanpa beban bersama Ranta. Tanpa Dilara mengatakannya pun ia sudah tau lebih dulu.

Jika boleh jujur ia sedikit iri terhadap Ranta. Bagaimana bisa cowok sebrengsek Ranta bisa dicintai dengan tulus oleh gadis sebaik Dilara. Ia yakin jika Dilara tau siapa Ranta sebenarnya, mungkin Dilara tidak akan tertawa sebahagia ini bersama Ranta.

Mengapa setiap kali ia mencintai seseorang, orang itu malah mencintai sahabatnya Ranta. Apakah cintanya akan kembali bertepuk sebelah tangan seperti cintanya yang dulu.

Ia tidak mau jika kejadian yang dulu terulang kembali. Bagaimana cintanya ditolak hanya karena gadis yang ia cintai mencintai Ranta dibanding dirinya.

Haruskah ia mengungkapkan perasaannya kepada Dilara? Tapi ia takut Dilara akan menolaknya dan memilih Ranta sama seperti gadis yang dicintainya dulu.

"Huft ..." cowok itu membuang napasnya kasar. Merasa lelah karena selalu melakukan hal ini setiap malam. Ia memasukkan ponselnya kedalam saku celana pendek selutut yang dikenakannya.

Tiba-tiba terdengar suara anak kecil yang memanggilnya. Ia kembali masuk kedalam kamarnya untuk menemui Tasya adiknya.

"Bang Adi," ucap gadis kecil berusia empat tahun itu mencari keberadaan kakaknya.

"Abang disini sayang," Raldi muncul dari balik pintu balkon. "Kenapa hem?" Ia menarik Tasya untuk duduk bersamanya dipinggiran kasur.

"Kata mimi disuruh turun buat makan malem," Tasya memandang Raldi dengan mata bulatnya. Raldi terkekeh mendengar Tasya yang sudah lancar berbicara diusianya yang masih menginjak empat tahun.

Terdengar lucu ditelinganya ketika mendengar Tasya berbicara fasih layaknya orang yang sudah dewasa. Ia menurunkan gadis kecil itu dari tempat tidurnya.

"Yaudah ayo kita turun," ajak Raldi menarik tangan kecil milik Tasya. Namun Tasya tak bergerak. Ia hanya diam sambil memandang Raldi dengan wajah yang memelas. Perasaannya tiba-tiba tidak enak.

"Gendong," ucap Tasya. "Di atas pundak." Lanjut gadis kecil itu.

Damn. Tebakannya selalu benar.

DilaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang