"Bagaimana?" tanya Yuta penasaran, seraya memandangi Mei yang berjalan kearahnya dengan wajah serius.
Mei menunjuk wajah Yuta dengan pulpennya.
"Kau. Kau sungguh tidak tahu tentang hal yang sering kau katakan 'mengganjal' itu?" Mei menatap Yuta dengan tidak percaya.
Melihat respon Yuta yang tampak mengangguk dengan wajah serius itu, membuat Mei menghela nafas berat.
"Aku jadi bingung, apa aku harus mengatakannya atau membiarkan saja kau tahu sendiri itu apa,"
"Apa maksudmu?"
"Akan konyol kalau aku yang mengatakan,"
"Dokter macam apa kau ini, malah membuat pasien kebingungan!" tukas Yuta jengah dengan ucapan Mei yang menurutnya berbelit-belit itu.
Mei berdecak, "Sudahlah, aku malas mengatakannya padamu, kita membahas masalah inti saja." Kemudian Mei kembali menunjuk wajah Yuta dengan pulpennya.
"Kau. Melihat perkembangan sejak setahun yang lalu, kau sudah jauh membaik, dan kita harus mensyukuri hal itu."
"Dan, sudah hampir tiga bulan juga kau tidak mengalami mimpi buruk itu lagi, maka hal juga ini bisa dikategorikan sebagai perkembangan yang baik,"
"Kau tidak mengonsumsi obat itu lagi, kan?"
Yuta mengangguk.
"Nah, selamat. Kurasa setelah ini kau tidak perlu berkonsultasi rutin lagi, dan cukup transfer gajiku untuk bulan ini, terimakasih."
Yuta mendengus kesal mendengar kalimat terakhir Mei.
"Kemarin sudah,"
"No, karena kita teman, maka harus ada bonus."
"Hah, kau sedang melakukan pungli sekarang?"
"Tidak. Aku bercanda, bodoh."
"Kau serius? Aku tidak perlu datang kesini lagi?"
Mei hanya tersenyum, "Kau sudah berdamai dengan dirimu sendiri, Yuta."
Yuta terdiam sejenak, ia menatap Mei serius. "Kenapa kau bisa seyakin itu? Sedangkan aku sendiri tidak-"
"Aku yakin, sembilan puluh sembilan persen, sisanya kau harus meyakinkan dirimu sendiri."
Mei melebarkan senyumnya, ia mengedipkan sebelah matanya.
"Kau sudah punya obat alamimu sekarang,"
"Maksudmu?"
Mei mendesis kesal, ingin sekali ia mencakar wajah Yuta, tapi sadar, mengingat lelaki tampan dihadapannya ini adalah salah satu sumber uangnya (?)
"Sudahlah! Kau bodoh! Kau itu hanya tidak peka saja, menyebalkan sekali."
"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan!"
Mei mengerang frustasi, baginya, Yuta adalah pasien yang paling sulit dan merepotkan.
Untung uangnya banyak.
"Lupakan sajalah, aku punya kabar yang penting,"
"Apa?"
"Jaehyun, aku kembali padanya."
Yuta mengangkat sebelah alisnya, "Aku tidak salah dengar?"
"Iya, setahuku mentalmu saja yang sedikit terganggu, bukan telingamu."
Yuta berdecih, "Kali ini akan bertahan berapa lama?"
"Dia berkata akan melamarku! D-dia akan menemui orangtuaku minggu depan,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be Your Healer, Mr. Nakamoto! | NAKAMOTO YUTA (Completed)
Fanfiction"Nakamoto-san, can you let me be your healer?" (HANYA CERITA FIKSI)