"Yuna, aku tidak akan menurutimu kali ini,"
Mendengar kalimat penolakan dari suaminya itu, membuat Yuna merasa sangat sedih. Yuna merasa kelopak matanya mulai memberat, pandangannya mengabur, dan sebentar lagi ia akan menangis, sebegitu sedihnya perasaan Yuna.
Yuna melirik Yuta sebelum air matanya benar-benar jatuh, berharap lelaki itu akan merubah pernyataannya, tapi dilihat dari ekspresinya yang tegas tak terbantah itu, membuat harapan Yuna pupus.
"Biasanya kau selalu baik," lirih Yuna dengan suara seraknya, ia sudah menangis sekarang.
Yuta menghela nafas berat, lagi-lagi ini terjadi. Dalam waktu sebulan, entah sudah yang keberapa puluh kali Yuna menangis karenanya.
Biasanya Yuta selalu bisa mentoleransi permintaan-permintaan 'aneh' istrinya itu, tapi untuk yang kali ini, Yuta sungguh tidak bisa.
"Aku sungguh tidak habis pikir dengan yang ini," Yuta mencoba mengontrol emosinya. "Bagaimana bisa kau mengidam ingin pisah kamar denganku?!"
Yuna masih menangis, meski dengan sekuat tenaga ia mencoba menahan isakannya.
Seolah perasaanya benar-benar terluka sekarang.
"Kau jahat,"
Yuta melongo mendengarnya, sejak awal ia bertemu Yuna, baru pertama kali ini ia mendengar wanita ini mengatainya dengan sesuatu yang tidak baik.
Apa memang semua ibu hamil seperti ini? Atau memang Yuna saja yang termasuk spesies langka?
"Sebegitunya kau ingin pisah kamar denganku? Salahku apa?"
"Tidak ada, aku hanya tidak ingin tidur denganmu,"
"Kalau hanya itu, tidak perlu pisah kamar, aku bisa tidur disofa,"
"Aku tidak mau melihatmu," ucap Yuna lebih kejam lagi, dan bisa-bisanya ia mengatakan hal itu dengan sangat santai, seolah tidak ada beban.
Ini bukan Yuna.
Yuta mengepalkan tangannya, ia ingin marah, tapi rasa tidak mengertinya lebih tinggi lagi.
Memangnya ada istri yang sedang hamil, mengidam ingin pisah kamar dengan alasan tidak ingin melihat suaminya? Yang benar saja!
Yuta menghela nafas lagi, ia harus menggali semua stok kesabaran yang ia punya untuk menghadapi wanita dihadapannya ini.
Ayolah, ini baru sebulan masa kehamilan, dan cara Yuna mengidam sudah se-ekstrim itu.
"Kenapa, kenapa kau tidak ingin melihatku? Tiba-tiba? Kau bisa memberitahu alasannya?"
Yuna sudah berhenti menangis sejak beberapa saat yang lalu, sekarang ia menatap Yuta dengan wajah polos tanpa dosanya itu.
"Wajahmu menyebalkan."
"Hah?"
Yuna tersenyum seolah yang ia ucapkan itu tidak berarti apapun.
Ia berjalan menuju tempat tidur, mengambil bantal dan selimutnya.
"Selamat malam, Yuta." Ucapnya dengan begitu santai, kemudian melanjutkan langkahnya berjalan keluar kamar.
"Yuna!"
"Apa?"
"Baiklah, hanya satu malam, oke? Besok pagi kembali kesini,"
"Tidak mau. Aku mau seminggu." Setelah mengucapkannya, Yuna langsung berlari dengan cepat sambil membawa bantal menuju kamar tamu.
Meninggalkan Yuta yang masih tidak percaya dengan kenyataan pahit yang baru saja menimpa dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be Your Healer, Mr. Nakamoto! | NAKAMOTO YUTA (Completed)
Fanfiction"Nakamoto-san, can you let me be your healer?" (HANYA CERITA FIKSI)