-21-

9 4 1
                                    

Saki baru saja menutup pintu kamarnya ketika sebuah notifikasi terdengar dari ponselnya yang tergeletak di nakas. Gadis itu mendekat dan melihat sebuah pesan email dari akun yang tidak ia kenal.

Dengan sedikit ragu, Saki membuka pesan itu dan membacanya dalam hati.

Subject : Kafe Mushika.
Pesan : sekarang juga, berangkat ke kafe yang ada di subjek. Ada yang perlu kamu dengar.

Kedua alisnya mengernyit. Meski begitu, gadis yang mudah terpengaruh itu segera masuk ke kamar mandi dan keluar tidak sampai sepuluh menit kemudian.

Ia lalu mengambil tas kecilnya dan memasukkan ponsel serta dompet ke dalamnya. Kemudian berjalan cepat keluar dari kamarnya.

Di bawah, ia bisa melihat Azaka masih disana, dan bahkan sekarang ia terlihat sedang berbicara dengan Shira.

"Ah maaf maaf. Kalian nggak usah nungguin aku. Pagi ini aku sarapan diluar," ujar Saki memotong obrolan mereka berdua.

"Loh, kamu udah mandi?" tanya Azaka sedikit berteriak.

"Udah. Aku pamit, ya," jawab Saki tanpa menghentikan langkahnya.

Keduanya terdiam. Merasa ada yang aneh dengan Saki.

"Aza-chan, kurasa kita emang harus selidiki masalah ini," ujar Shira sambil menunjuk lengannya sendiri.

"Masalah apa?" sahut Seira yang sedang menuruni anak tangga.

"Saki." Azaka lalu menjelaskan alasan Saki bisa sampai di taman itu semalam.

Seira terlihat berpikir sebentar. "Jadi saranmu apa?"

/\/\/\

Kafe Mushika. Saki memastikan bahwa kafe yang ada di depannya ini memanglah kafe yang dimaksud oleh pengirim email tadi.

Meski sedikit ragu, gadis itu tetap memasuki kafe itu dan sekilas melihat ke sekitar. Kafe bernuansa santai tersebut terlihat memiliki beberapa meja kosong yang bisa saja Saki tempati.

Kedua matanya tertuju pada meja panjang yang menghadap langsung pada kaca jendela. Mungkin cocok untuk ia yang pergi sendirian, jadi ia memilih untuk duduk disana.

Tapi sampai hampir setengah jam dan parfait yang ia pesan sudah hampir habis, ia belum juga mengerti tentang apa yang harus ia dengar di kafe ini.

"Mungkin cuma orang iseng, ya," gumamnya sambil menyendok buah stroberi yang sejak tadi ia hindari di mangkuknya untuk dimakan terakhir.

Baru saja ia berniat untuk berdiri, suara seseorang yang terdengar bersamaan dengan bunyi lonceng diatas pintu kafe membuatnya mengurungkan niat.

Saki menaikkan masker yang tadinya ada di dagunya dan menurunkan topi yang ia pakai untuk menutupi wajahnya. Dari pantulan kaca jendela, ia bisa melihat Mamanya berjalan melewatinya dan duduk di meja yang terletak tepat dibelakangnya.

Masalahnya, beberapa menit sebelumnya, meja tersebut sudah ditempati oleh laki-laki paruh baya yang mungkin seumuran juga dengan Mamanya.

Mama janjian sama orang itu?

"Sudah kuduga kamu datang juga."

Suara sambutan laki-laki itu menandakan bahwa keduanya memang janjian untuk bertemu disana. Saki semakin membuka kedua telinganya berharap memang ada yang harus ia dengar di kafe ini.

Story Behind UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang