-15-

12 4 0
                                    

"Kurasa aku tau, alasan kalian datang ke sini," Seira duduk di satu sofa dengan Shira sedangkan keempat member Bossy duduk di satu sofa panjang. "Sebentar, Saki menghampiri Aza dulu."

Shira membuang pandangannya dari keempat laki-laki itu. Tak lama kemudian Azaka turun bersama Saki.

"Tentang kolaborasi?" tanya Azaka lalu duduk di lengan sofa Seira dan Shira.

Yoshinori mengangguk, "untuk kita masing-masing. Aku yakin kalian juga nggak setuju dengan keputusan itu."

"Kamu udah bicara sama manajer kalian?" tanya Seira. Dan Yoshinori menggeleng kali ini.

"Emangnya aku bisa beralasan apa?"

"Bukannya lebih baik kita terima aja project itu? Siapa tahu dengan begitu, nggak ada lagi masalah diantara kita semua," sambar Asahi.

Azaka menyentuh pundak Seira. Meminta agar gadis itu segera membuat keputusan.

"Begini, sepertinya untuk aku dan Aza, ini mungkin nggak jadi masalah. Tapi untuk Shira dan Saki?"

"Begitu pula aku dan Asahi. Entahlah dengan Nao dan Haruto. Kalian berempat lebih baik berdiskusi sendiri. Kami tunggu disini," ujar Yoshinori.

Shira mendelik kearah Seira yang seakan menyetujui usul Yoshinori tadi. Lalu Naoya mendahului mereka keluar dan disusul Haruto.

"Shira, ayo," Saki menggaet lengan Shira dan membawanya keluar juga.

Kemudian terdengar suara helaan napas. "Aku mewakili mereka berdua untuk minta maaf. Dan yang kemarin itu ... aku hanya terbawa emosi," ujar Yoshinori.

"Kalian terlalu gegabah, ceroboh, tidak hati-hati, dan terlalu spontan," balas Seira tajam.

"Tapi itu semua memiliki arti yang sama," ujar Asahi.

"Memang. Aku cuma berniat menekankan itu aja."

Sedangkan diluar, keempat orang itu belum membuka suara sama sekali. Naoya duduk di kursi kayu dengan Haruto yang berjongkok tidak jauh darinya. Sedangkan Shira dan Saki hanya berdiri.

"Mau kalian gimana?" tanya Naoya pada akhirnya.

Shira hampir saja maju dengan sumpah serapahnya jika saja Saki tidak menahan tangannya.

"Anu ... kami nggak bisa memutuskan. Istilahnya, kalian lebih senior dari kami. Jadi, kalian aja yang menentukan keputusannya," ujar Saki.

Haruto tersenyum miring lalu berdiri, "lemah. Bilang saja ka--"

"Haruto," panggil Naoya kesal. "Biar aku saja."

"Huh? Tenang aja, aku bisa mengatasi mereka berdua."

Naoya mendengus lalu berdiri dan menarik Haruto agar berdiri di belakangnya. "Kalau kita menerima project ini, berarti nantinya kita akan sering latihan bersama. Dan kalau wajah kalian menunjukkan rasa kesal begitu, staff akan tahu kalau ada yang nggak beres."

"Andai kalian nggak menyebalkan, kami nggak akan sekesal ini," jawab Shira.

"Oh, kalau urusan Haruto, biar aku yang urus. Dia kalau sudah dapat satu bentakan dari Asahi-kun, pasti nurut," ujar Naoya sambil melirik kearah Haruto.

"Bukannya kamu juga menciut kalau sudah dibentak Asahi-kun?" balas Haruto kesal.

Naoya tertawa, "setidaknya aku lebih jarang dibentak daripada kau dan Yoshi-kun."

"Ano nee ..." lirih Saki. Semua pandangan teralih kepadanya. "Jadi bagaimana? Apa kalian nggak kedinginan? Aku ingin cepat masuk."

Tentu saja Saki kedinginan. Daritadi ia sudah bersusah payah menahan sesuatu yang ingin keluar dari tubuhnya dan berimbas pada dirinya sendiri.

"Dingin? Apa kamu sakit? Udara malam ini nyaman sekali," ujar Shira dan Saki menggeleng.

"Karena aku yang paling tua disini," Naoya mengangkat tangan kanannya. "Biar kuputuskan untuk nggak mengubah rencana yang ada. Aku akan menyerahkan Haruto pada Asahi-kun."

"Paling tua," beo Haruto. "Padahal kita hanya berbeda beberapa bulan."

"Dingin!" Shira refleks menjauhkan dirinya dari Saki ketika tidak sengaja menyenggol punggung tangan gadis itu. "Kamu sakit? Ayo masuk!"

Kali ini Shira menarik paksa tangan Saki dan membawanya masuk.

"Sudah?" tanya Seira.

"Sudah diputuskan. Kita nggak akan membuat staff curiga dengan menolak project ini. Dan sekarang Saki harus segera masuk ke kamarnya," jawan Shira dalam satu tarikan napas. Bahkan tanpa menghentikan langkah kakinya.

"Ada apa dengan mereka? Apa kalian membicarakannya dengan baik-baik?" tanya Asahi pada Naoya dan Haruto.

"Sepertinya anak itu memang sedang sakit. Bukan karena kita yang mengintimidasi," ujar Harto.

Seira melirik Azaka. Menyuruhnya menyusul Saki dan Shira. Dan sekarang tinggal Seira dan empat member Bossy disini.

"Kuharap kalian nggak membuat masalah. Setidaknya sampai empat bulan kedepan," ujar Seira final.

Member Bossy pulang. Seira masih di tempatnya dengan isi kepala yang membayangkan kejadian apa saja yang akan terjadi selama enam bulan nanti.

"Keberadaan mereka berbahaya untukku," omel Saki yang menyusul Seira. Sedangkan Shira kembali ke kamarnya dan Azaka mampir ke dapur.

"Maksudmu?"

"Aku nggak bisa bohong kalau aku kesal melihat mereka. Dan aku marah saat mereka mengatakan hal-hal yang kejam," Saki duduk bersila di depan meja kecil.

"Kalau kesal dan marah, jangan ditahan. Kamu harus tahu resikonya," saran Seira.

"Lalu membiarkan kalian yang kedinginan, begitu?"

"Nggak apa-apa. Kamu juga bisa berpura-pura kedinginan supaya nggak mencurigakan," sahut Azaka.

"Lalu perlahan coba kendalikan emosimu. Aku akan mengingatkan mereka kalau sudah keterlaluan," tambah Seira.

"Membayangkan aja sudah melelahkan. Apalagi membayangkan mereka yang merendahkanku karena kemampuan dance-ku nggak sebaik yang lainnya," keluh Saki.

"Aku akan membungkam mulut mereka kalau sampai hal itu terjadi," ujar Azaka.

.

"Kamu tahu? Itu karena kamu terlalu lemah. Coba aja kamu bisa kuat dan melawan mereka, pasti ponselmu nggak rusak."

Ternyata mengadu pada Ryubi tentang hal yang terjadi tadi siang adalah hal yang akan Saki sesali.

Saki masih terdiam. Belum juga membalas ucapan kakaknya dari ponsel Azaka yang dipinjamnya. Sampai helaan napas panjang terdengar dari seberang.

"Yaudah, mau warna apa?"

Tubuhnya mulai kedinginan. Ia mengeratkan genggamannya pada ponsel. "Nggak usah. Nanti aku beli sendiri aja."

Lalu dengan cepat Saki memutuskan sambungan telepon. Menghela napas sebentar lalu menghapus panggilan keluar barusan.

Saki berdiri lalu berjalan menuju kamar Azaka. Beberapa kali mengetuk pintunya sampai si pemilik kamar membukanya.

"Makasih ya, Aza-chan," ujar Saki sambil mengulurkan ponsel ditangannya.

"Udah? Enak ya punya kakak," balas Azaka sambil mengambil ponselnya.

Saki tersenyum. "Aku balik ke kamar dulu, ya."

.
.
.

Published otw 21st March 2021.

Story Behind UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang