Chapter Sixteen

1.2K 113 8
                                    

Sesampainya di depan lobi apartemen Arin, Soobin tak segera kembali ke mobil Yeonjun. Ada hal yang mengganggu Soobin akhir-akhir ini.

"Arin-ah, apa ada yang ingin kau bicarakan denganku?"

"Uh?" Arin menelan salivanya. Dengan kepalanya yang menunduk, Arin menggaruk tengkuk dan menjawab, "tidak ada."

"Benarkah? Kalau begitu, biarkan aku bertanya." Kepala Arin mendongak, kembali memandang wajah Soobin. "Kenapa kau berhenti kerja?"

"Kau... sudah tahu, ya?" tanyanya pelan.

Soobin mengangguk dan menghela napas. "Apa ada masalah ditempat kerjamu sampai kau memutuskan untuk resign?"

"Ey, tidak ada masalah, kok."

Benar, memang tidak ada masalah dengan tempat Arin bekerja. Atasan dan seniornya serta teman-teman kerjanya masih memperlakukan Arin dengan baik. Sangat baik, malah. Namun ia memutuskan untuk keluar dari tempat kerjanya hanya karena ingin selalu bersama Soobin.

Bodoh? Iya. Arin mengakui kalau dirinya perempuan bodoh yang keluar dari pekerjaannya hanya karena pemuda di hadapannya. Padahal ia harus terus bekerja untuk membiayai hidupnya sendiri. Membayar uang kuliah, uang sewa apartemen, dan membeli makanan untuk bertahan hidup di ibu kota. Tapi kenapa bisa-bisanya ia keluar tanpa pikir panjang hanya karena Soobin? Hanya karena lelaki yang amat ia cintai? Arin sendiri tidak habis pikir dengan keputusannya. Saat itu Arin berpikir bahwa pekerjaan masih bisa ia cari, tetapi untuk kehilangan Soobin? Arin tidak bisa. Arin tidak ingin hubungannya dengan Soobin berakhir.

Tiga minggu yang lalu —tepatnya pada malam Soobin menolak untuk berhubungam seks dengannya— keesokan harinya Arin memberanikan diri untuk bertemu dengan Soobin walau ia masih merasa sangat malu.

Sore itu, Arin meminta maaf pada Soobin dan mengungkapkan apa yang ia pikirkan sampai berani melakukan hal itu pada Soobin— termasuk memberitahu bahwa Arin berpikir Soobin menyukai Yeonjun. Arin pikir, Soobin akan jujur tentang perasaannya, namun lelaki itu justru hanya menenangkan Arin dan menjelaskan bahwa pemuda yang menjadi kekasihnya selama dua tahun tersebut belum siap untuk berhubungan seks dengannya. Arin hanya mengiyakan meski sudah tidak percaya lagi pada Soobin.

Sejak hari itu, Arin selalu datang ke restoran sampai akhirnya memutuskan untuk berhenti kerja agar ia bisa menemui dan selalu pulang bersama Soobin. Sejak saat itu pula, asumsi Arin terbukti dengan melihat Soobin yang tampak bahagia setiap kali Yeonjun melakukan skinship. Tak hanya itu, Arin juga sering melihat Yeonjun yang sesekali mencium kekasihnya.

Meski begitu, Arin tetap ingin mempertahankan hubungannya yang sudah berjalan dua tahun lebih. Meski tahu Soobin menyukai Yeonjun, Arin tetap ingin Soobin berada disisinya seperti sekarang. Mengantarkannya pulang, memandangnya dengan tatapan khawatir, dan menggenggam tangannya serta mendapat elusan disurainya dari Soobin. Walau tahu hati Soobin bukan untuknya, namun Arin tetap tidak ingin hubungan mereka berakhir.

"Kalau tidak ada masalah kenapa kau keluar?"

"Tugas kuliahku semakin banyak dan entah kenapa akhir-akhir ini aku kesulitan untuk kuliah sambil kerja."

Soobin menghela napas. "Benar, kau pasti kesulitan, ya?"

"Astaga. Soobin, aku tidak apa-apa, serius!" Arin tersenyum senang melihat Soobin yang khawatir padanya.

"Apa kau masih ada tabungan?"

"Ey, tentu saja. Tabunganku banyak. Kau tidak perlu khawatir!"

Soobin terdiam. Matanya menatap lekat-lekat kedua mata Arin. "Kalau ada masalah, langsung hubungi aku, ya? Atau kalau tabunganmu habis, segera beritahu aku!"

Roommate; Yeonbin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang