Chapter Fourteen

1.2K 112 9
                                    

"Soal tadi... Maaf, aku hanya belum siap."

Keheningan lagi-lagi menyelimuti mereka berdua. Choi Arin hanya menundukan kepala dengan mata memandang ujung sepatunya. Tak tahu harus mengatakan apa. Ia terlalu malu, sedih, marah, dan kecewa.

Soobin berdeham sebelum kembali berbicara. "Kalau begitu, aku pulang."

"Soobin-ah," Soobin menghentikan langkah kakinya dan berbalik, memandang Arin yang tampak ragu melanjutkan kalimatnya. "Apa... Apa selama ini kau mencintaiku?"

Pertanyaan yang selama ini Soobin takutkan jika Arin bertanya akhirnya meluncur bebas dari bibir Arin dan Soobin tidak bisa menjawab.

"Apa kau masih butuh waktu untuk melupakan mantanmu?"

Masih bergeming. Soobin tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya bisa diam sambil memandang Arin yang mulai menangis di hadapannya.

"Ani. Bukan itu pertanyaannya, tapi... Apa kau menyukai teman sekamarmu?"

Kedua mata Soobin membulat sempurna mendengar Arin menebak dengan tepat. "Arin-ah——"

Choi Arin yang masih terisak tiba-tiba tertawa. "Ternyata benar," jeda, Arin mengelap air matanya kasar. "Seorang gay tetaplah gay. Mereka tidak akan pernah menyukai perempuan. Tidak normal. Gay menjijikkan!"

"Apa?"

"Sial, bagaiman bisa aku menyukai lelaki menjijikkan sepertimu?"

"Tidak, Arin. Tunggu!"

Arin menghempaskan tangan Soobin kasar kala pemuda tinggi itu menahannya yang hendak masuk ke dalam apartemen. Tak lupa memandang Soobin dengan ekspresi jijik.

"Arin!"

"Tidak, jangan begini!"

"Arin!"

"Choi Arin!!"

Choi Soobin terlonjak, bangun dari tidurnya. Bulir keringat sebesar biji jagung memenuhi dahinya. Tak lama ia mengerang merasakan sakit dikepalanya.

"Arghh!"

Sial, harusnya ia tidak minum semalam. Soobin bahkan tidak ingat berapa botol soju yang ia habisnya sampai membuat kepalanya pening dan tenggorokkannya terasa kering serta berakhir tidur disofa.

Menghela napas, Soobin kembali teringat semalam ketika mengantarkan Arin pulang. Tidak, kejadiannya tidak seperti dalam mimpinya. Mereka bahkan tidak mengeluarkan sepatah katapun. Soobin benar-benar hanya mengantarkan Arin, lalu segera pulang karena ia tidak tahu harus berkata apa dan sepertinya Arin juga tidak mau berbicara dengannya. Meski begitu, saat Soobin sampai di apartemen, ia tetap mengabari Arin dan meminta maaf walau sampai saat ini tidak ada balasan darinya.

"Sudah bangun?"

Soobin menoleh mendengar suara Yeonjun dari arah dapur. Sepertinya Yeonjun sedang memasak melihat bagaimana pemuda itu memakai celemek.

"Hyung semalam pulang jam berapa?"

Yeonjun menghampiri Soobin dengan membawa segelas air untuknya.

"Sekitar jam satu." Lalu menyodorkan gelas pada Soobin dan duduk di sebelahnya. Memandang wajah bare face Soobin ketika sedang meminum. Soobin terlihat cantik dimatanya. "Cantik sekali."

"Uhuk—— hyung!"

"Wae?" Jemarinya mengelus pipi Soobin lembut. "Kau memang cantik, Soobin." Kemudian mencium bibir Soobin cepat sebelum berdiri dan kembali ke dapur.

Soobin mengulum senyum mendapat morning kiss dari Yeonjun. Tak lama, kedua pipinya sudah bersemu lantaran membayangkan teman sekamarnya akan memberikan morning kiss setiap paginya membuat Soobin tak sabar menanti esok pagi.

Roommate; Yeonbin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang