Chapter Twenty Eight

990 118 52
                                    

Choi Soobin pikir malam ini ia akan tidur pulas, tapi nyatanya dari semalam sampai pagi menjelang, ia masih duduk bersandar pada dinding.

Meski salah satu alasan Soobin tidak bisa tertidur ialah karena lantai apartemen Sunoo yang terasa dingin lantaran hujan baru berhenti pukul tiga pagi, namun bukan itu alasan utama kenapa ia tidak bisa tidur. Tetapi karena kepalanya hanya dipenuhi oleh satu nama yaitu, Choi Yeonjun.

Sejak ia kembali ke dalam apartemen setelah mengantarkan Yeonjun ke mobil milik Seokjin, Soobin tidak berhenti untuk mengecek ponselnya. Berharap dapat satu pesan dari Yeonjun yang berisi bahwa pemuda itu sudah sampai di apartemen dengan selamat, nyatanya sampai pukul delapan pagi, ia tidak mendapat pesan darinya.

Hal itu tentu saja membuat Soobin khawatir pada Yeonjun. Ia takut jika sesuatu terjadi padanya, mengingat Yeonjun baru saja mengalami kecelakaan tunggal yaitu menabrak pagar pembatas yang membuat keningnya terluka. Belum lagi Soobin memikirkan tangan Yeonjun yang terluka. Ia takut jika Yeonjun kembali memukul sesuatu hanya karena ia tidak kembali ke sana.

Selain rasa khawatir, ia juga tidak bisa tidur lantaran tidak ada Yeonjun disisinya, padahal hampir setiap malam ia tidur di sebelah Yeonjun. Memeluk tubuh Yeonjun dengan menghirup aroma tubuhnya yang sangat Soobin sukai. Atau mendapat kecupan bertubi-tubi dari Yeonjun sebelum keduanya terlelap bersama. Tapi malam ini, tidak ada ciuman selamat tidur dikeningnya dari Yeonjun. Pun ketika pagi menyapa, tidak ada yang mencium bibirnya. Tidak ada yang memainkan lidah di atas bibir tipisnya meski berkali-kali Soobin selalu marah jika Yeonjun melakukan hal itu.

Rindu. Hanya satu kata yang bisa menjelaskan seluruh isi dikepala Soobin.

Mungkin ini berlebihan karena baru sembilan jam ia bertemu dengannya, kini dirinya sudah sangat rindu padanya. Baru satu malam ia tidak tidur dengannya, dirinya sudah sangat rindu seperti bertahun-tahun tidak bertemu dengannya.

Soobin ingin kembali ke apartemen, namun pikiran dan hatinya tidak sejalan. Hatinya berkata bahwa ia harus pulang dan menemui Yeonjun. Memaafkan dan kembali mempercayai semua kalimat Yeonjun, serta menerima pernyataan cinta darinya dan menyandang status baru sebagai kekasih yang ia idamkan sejak lama. Tetapi pikirannya justru berpikir sebaliknya, ia berpikir bahwa dirinya sesekali harus egois. Berpikir untuk tidak pulang dan membuat Yeonjun menunggu dirinya, agar pemuda itu merasakan apa yang ia rasakan selama ini, yaitu menunggu Yeonjun menyatakan perasaan cinta padanya. Soobin ingin Yeonjun menunggunya dengan sabar seperti apa yang ia lakukan selama ini.

Dan pada akhirnya, pikirannya yang menang. Meski Soobin sangat rindu pada Yeonjun, namun ia menahan mati-matian untuk tidak kembali bersamanya. Ia ingin menjadi egois. Ia ingin melihat perjuangan Yeonjun untuk kembali mendapatkan dirinya. Ia ingin melihat apakah Yeonjun benar-benar mencintainya atau sebenarnya pemuda itu hanya tidak ingin menjadi pihak yang ditinggalkan? Karena yang Soobin tahu, Yeonjun benci menjadi pihak yang ditinggalkan.

"Soobin-ah, kau tidak tidur?" Suara serak Sunoo menyadarkan Soobin dari lamunan tentang Yeonjun.

"Huh?" Soobin mengerjapkan matanya. Ia memegang tengkuknya sendiri dan tersenyum kecil. "Aku tidak bisa tidur."

Sunoo mengucek kedua matanya. Pemuda itu baru saja terbangun dari tidurnya setelah mendengar bunyi alarm dari ponsel Soobin yang berdering nyaring.

"Itu salahmu. Bukankah sudah kubilang kalau lantai di apartemenku itu dingin? Tapi, kau memaksa untuk menginap di sini."

Soobin mengangguk. "Iya. Aku pikir tidak akan sedingin ini," katanya sambil terkekeh.

Nyatanya, Sunoo tahu apa yang membuat partner kerjanya tidak bisa tertidur. Ia tahu kalau Soobin bertengkar dengan Yeonjun, meski tidak tahu apa yang mereka ributkan.

Roommate; Yeonbin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang