Semuanya Berat

90 16 31
                                    

⚠️Harsh words, mengandung perlakuan tidak sopan yang mungkin bikin kalian gak nyaman, lil bit bullying, etc⚠️













Kamu menghela nafas berat, kejadian kemarin malam masih terngiang - ngiang di kepalamu. Kejadian yang bikin mata kamu sulit untuk menutup, susah diajak tidur.

Tapi, kamu juga gak bisa lalai dari kewajibanmu walaupun ngerasa males kemana - mana saat ini. Kamu masih ingat kalau di sekolah murid - murid kamu gak ada yang ngajarin. Kamu sebagai guru harus sedikitnya lebih bisa profesional dalam keadaan apapun.

Maka, kamu sekali lagi benahi penampilanmu di depan cermin. Gak ada yang berubah sejujurnya, masih dengan atasan putih dan rok hitam serta rambut yang mengurai dan polesan make-up tipis. Kamu jelas gak liat perubahan apapun pada penampilanmu, tapi ada yang jauh berbeda di lubuk hatimu sana.

Bohong kalau kamu bilang gak ada sedikit rasa enggan di dalam dirimu. Sejatinya memang seperti itu, kamu bahkan tadi malam masih sempat berpikir tentang apa yang harus kamu lakukan di depan orang - orang itu? Terutama tetangga - tetangga kamu yang dari kemaren gak berhenti mencaci - maki, bahkan meneriaki rumah kamu.

Dengan pikiran yang masih berkecamuk, kamu keluar dari kamar. Menuruni satu - persatu anak tangga menuju dapur.

Di sana, Bunda tengah terduduk di kursi meja makan sambil berbincang lewat telpon dan ada Hyeri yang juga udah siap sama baju kerjanya, sedangkan Mas Jun sudah dari subuh sekali berangkat lantaran ada pasien yang membutuhkan pertolongan dengan cepat.







"Ada yang cancel lagi, Bun?" Tanyamu setelah Bunda menutup sambungan telponnya.

Emang setelah berita penangkapan Ayahmu, beruntun datang telpon dari orang - orang yang udah terlanjur pesan masakan di catering Bunda, dengan alasan mau cancel. Bunda juga jadi gak berdaya buat maksain mereka tetap pesan di beliau. Keadaan memang sangat buruk, padahal kalau dipikir - pikir sih gak ada kaitannya juga catering Bunda sama penangkapan Ayah.

Bunda hela nafas, "Ini udah yang ketiga kalinya" Ucap beliau dan mencoret nama orang yang nelpon beliau tadi dari list orderan.

"Masih ada dua yang sampai sekarang belum nelpon, Kak, Mbak, tapi kalau jadi pesan pun, Bunda gak tau mau nyiapinnya gimana, karyawan pada resign semua" Ungkap Bunda dan liatin kamu sama Hyeri bergantian.

"Kakak sama Mbak bisa bantu kok, Bun. Ya gak, Mbak?" Kamu kini menatap Hyeri yang anggukan kepalanya.

"Iya, Bunda tenang aja. Ada kita kok" Tukasnya.

"Kalian 'kan harus kerja? Lagian belum tentu juga yang dua ini jadi" Tutur Bunda, keliatan sedikit sendu.

Kamu tahu betul kalau Bunda nyimpan sedihnya. Kamu juga demikian, terlebih bukan hanya tentang Ayah yang kayak gini, tapi juga tentang seseorang yang lain. Yang jaketnya masih tergantung apik pada salah satu hanger di lemari pakaianmu. Membuat beberapa baju kamu yang bersebelahan dengannya lantas tertempel wangi parfum khas cowok itu.

"Kalau Bunda butuh bantuan, kita pasti sigap kok" Ungkap Hyeri.

"Tapi, Bunda gak pa-pa hari ini sendirian di rumah?" Tanyamu dan menarik salah satu kursi buat duduk.

Bunda tersenyum dan ngangguk, "Iya, Kak, Mbak. Bunda gak pa-pa, kalian kerja aja ya?" Titah beliau.

"Adek.." Bunda menjeda ucapannya, liat ke tangga menuju kamar kalian yang terhubung dengan dapur, "Adek, udah bangun? Berangkat sekolah gak katanya?" Sambung beliau.

Kamu menggeleng, "Tadi Kakak coba manggil, tapi gak nyahut" Ucapmu.

Hyeri hela nafas, "Yaudah, biarin aja dulu. Dia butuh waktu, kita gak bisa maksa Adek buat langsung paham sama situasi ini" Ungkapnya.

Terius Behind Me-Jeon JungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang