Langit yang sedang menangis pun rela menyapu debu.
••
Waktu menunjukkan pukul empat pagi. Maira terbangun dari tidur lelapnya, ia melepaskan pelan pelukan Devian lalu meregangkan tubuhnya.
Pagi ini Maira akan tetap pergi ke sekolah. Ia sudah kelas XII dan sebentar lagi akan lulus. Dan tidak mau ketinggalan pelajaran selama ia tidak masuk. Sudah cukup belakangan ini Maira sakit dan harus ijin sekolah.
"Dev, bangun temenin aku." Maira mengguncang pelan lengan suaminya.
"Devian aku takut, temenin aku Dev." Ucap Maira pelan, bibirnya bergetar menandakan ia menahan tangisnya.
Tak berapa lama Devian terbangun lalu segera mendekap erat istrinya. Cowok itu merasakan pusing akibat langsung terduduk. Ia mengelus punggung Maira.
"Kenapa sayang."
"Temenin aku Dev, aku takut sendirian." Ucap Maira parau.
"Kamu mau sekolah hari ini hm?"
"Iya, tapi kamu harus temenin aku terus yah."
Devian mengangguk, mencium kening Maira lama. "Mandi pake air anget, aku siapin dulu."
Maira mengikuti Devian kemanapun. Tangannya selalu saja menggandeng Devian. Sampai sarapan pun ia tetap tidak melepaskan genggamannya. Ada rasa takut yang masih menyelimuti hati perempuan itu. Ketakutan yang amat mendalam bagi seorang Maira.
Pasangan muda itu berjalan pelan ketika tiba di sekolah. Tak sengaja El melihat Maira dari kejauhan lantas berlari kecil mendekati sahabatnya itu.
"Kantin yuk Mai." Ajak El saat sudah berdiri berhadapan dengan Maira.
Maira menoleh kaget pada El. Ia semakin mengeratkan genggaman tangannya pada suaminya.
"Gue m-mau ke kelas." Tanpa berlama-lama Maira langsung pergi begitu saja dengan Devian. El mengernyit heran atas kelakuan sahabatnya yang menurutnya berbeda dari biasanya.
Maira tidak akan terus menempel pada Devian ketika di sekolahan. Namun, hari ini Maira begitu lengket dengan Devian dan seperti orang ketakutan.
Apa yang salah pada El? Dan apakah El semengerikan itu?
Sepanjang perjalanan menuju kelas, Devian juga masih berpikir Maira semenjak kejadian kemarin terlihat berbeda dari biasanya.
Devian menghela nafas panjang. Ia senantiasa mengusap-usap kepala Maira yang tertidur sambil memeluknya. Jaketnya ia pakaikan pada tubuh istrinya ketika para inti Trinitarios datang menghampiri Devian di rooftop.
"Gue gak tau apa yang dilakuin Rescha sama Maira sampe dia jadi kaya gini."
"Kemarin Maira diculik lagi?!" Tanya Hugo heboh.
Devian menatap tajam Hugo yang sembarangan mengeraskan nada suaranya. Padahal Maira sedang tertidur tenang sejak tadi merasakan ketakutan.
"Gue tanya cewek itu katanya dia nganterin Maira sampe depan rumah. Mungkin saat Maira mau masuk Rescha keburu dateng. Gue gak tau gimana persisnya. Maira masih bungkam soal kejadian kemarin."
"Gua yakin dia bales dendam sama kita." Ujar Chico.
"Tapi kenapa harus Maira?" Tanya Darwin.
"Ya karena Maira cewek yang deket sama Devian. Duh tololnya ni anak atu!" Fernan menjitak kepala Darwin sampai-sampai cowok itu terhuyung ke samping saking kuatnya.
"Udah coba tanya ke Maira?" Kali ini Xavier yang sedari tadi menyimak bertanya.
Devian menggeleng lemah. "Dari rumah sakit sampe rumah Maira tetep diem terus gak kaya biasanya. Gue cuma takut Maira trauma." Cowok itu menatap kosong bangku didepannya, dugaan demi dugaan bermunculan di otaknya. "Sialnya kenapa gue telat banget tau semuanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband : Devian
Teen Fiction[FOLLOW DULU SUPAYA LEGOWO!] ~Married Iife Mari kita mulai semuanya. Devian Addison dan Trinitarios tidak dapat dipisahkan. Kemanapun Devian pergi, ia senantiasa membawa gelar 'Ketua Trinitarios'. Devian tak segan-segan untuk menghabisi seseorang ya...