19. Pembalasan yang tertunda

322 27 0
                                    

"Gue bakalan bales secepatnya!"

"Jangan kasih ampun Dev." Ujar Fernan.

Maira menoleh ketika Devian membahas tentang kejadian kemarin.

"Dev...kamu gak serius kan?" Tanya Maira ragu.

Devian menoleh ke Maira, "Ini harus sayang. Aku bakalan bales perbuatan mereka ke kamu."

"Dan aku gak akan ngebiarin itu terjadi. Udahlah Dev, jangan ribut mulu. Lupakan semua itu."

"Ya nggak bisa gitu dong sayang. Aku gak terima sampai kamu luka kaya kemarin!"

"Please Dev! Gak usah diperpanjang nanti makin runyam!"

"Mai."

"Dev!"

Maira menatap memohon kepada Devian. Dirinya tidak mau masalah kemarin sampai diperpanjang karena ini bukan sepenuhnya kesalahan mereka. Biarkan mereka mendapatkan lebih dari yang akan kita balas bila terjadi.

Perlahan tapi pasti mereka akan menerima akibatnya sendiri tanpa campur tangan manusia.

Devian menghela nafas kasar. "Lo semua pergi."

Maira menatap mereka dan meminta maaf karena membuat suasana menjadi berubah. Setelah mereka pergi Devian beranjak menuju kamarnya meninggalkan Maira sendiri.

Sebenarnya setengah hati Maira ingin sekali membalas perbuatan mereka namun ini sepenuhnya bukan salah mereka. Dan yang seharusnya disalahkan adalah dirinya sendiri karena lalai.

Pintu kamar terbuka. Maira masuk lalu mendekati Devian yang berada di balkon. Lagi lagi Maira menghela nafas kasar, Devian jika sedang begini pasti akan merokok dan itu membuat Maira marah.

"Dev."

Devian mematikan rokoknya tapi tetap menatap ke depan.

"Aku tau kamu marah tapi bukan gini caranya Dev. Sepenuhnya juga bukan salah mereka, aku juga ikut salah! Aku kira kamu bakal ngerti ternyata enggak sama sekali. Aku juga pengen banget bales mereka tapi kenyataannya aku gak bisa! Kalau kamu balas mereka yang ada mereka juga bales balik ke kamu dan sampai kapan kalian bakal kaya gitu terus!"

"Kamu gak bakalan ngerti Mai. Bagi aku jika sekali aja usik bagian dari hidup Devian maka siap siap akan kena balasannya."

"Gak usah dibales pakai kekerasan juga bisa kan! Biarkan mereka kena getahnya sendiri tanpa campur tangan kita!"

"Tapi mereka udah kelewatan Mai!"

"Dev! Kamu masih belum sadar kalau semua ini salah aku, Iya!? Kamu itu tau atau pura pura gak tau!" Maira menghela nafas berat. "Terserahlah kalau kamu gak mau dengerin omongan aku tapi yang jelas disini semua salah aku!"

Maira meninggalkan Devian. Rasanya sangat sakit mengingat kejadian kemarin. Tak tahu kah Devian bahwa Maira mengkhawatirkan dirinya karena terlibat seperti ini walaupun dulu juga pernah.

Devian terdiam dengan perkataan Maira. Ia sadar bahwa Maira kembali mengingat kembali kejadian kemarin itu karena dirinya. Devian mengacak rambutnya frustasi, ia harus cepat cepat meminta maaf.

Dan dengan berat hati ia tidak akan membalas mereka tapi jika kejadian ini akan terulang kembali bahkan lebih parah maka Devian tetap akan membalasnya walaupun Maira melarang sekalipun.

Devian menyusul Maira ke dalam, ia melihat istrinya tengah bersiap untuk tidur.

"Mai." Panggil Devian dengan lembut.

"Iya."

Devian memeluk Maira dari belakang, menyandarkan dagunya di pundak Maira. "Maaf karena udah bikin kamu inget lagi."

My Husband : DevianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang