9. Bukan main

515 37 0
                                    

Hari pertama.

Maira sedang duduk santai di taman belakang sekolah, tempat yang sering ia kunjungi ketika pikirannya mulai kalut apalagi soal pelajaran dan kehidupannya.

Menatap kosong ke arah depan hingga tak sadar Devian sudah duduk di sampingnya.

Devian memegang pundak Maira, "Mai? Kamu gapapa?"

Maira tersentak, ia melepaskan tangan Devian dari pundaknya dengan pelan. "Engga, emangnya gue kenapa."

Sebentar lagi Mai, sebentar lagi aku akan buat kamu bahagia. Batin Devian.

"Kalau ada masalah jangan suka di pendem sendiri."

"Gue lagi gak ada masalah." Maira menatap Devian sebentar lalu meluruskan pandangannya ke depan.

"Walaupun kamu ngomong begitu tapi muka kamu gak bakal bohong."

"Jangan ikut campur urusan gue!"

Maira beranjak pergi meninggalkan Devian yang menatap Maira dengan nanar.

Oke! Kali ini akan Devian putuskan untuk tetap bertahan menghadapi sikap Maira yang seperti itu.

Hari kedua.

"Mai, aku mau ngomong sebentar sama kamu!" Devian mencekal tangan Maira ketika Maira akan beranjak pergi untuk kembali bekerja.

Maira ketika berada di sekolah selalu menghindar dari Devian. Maka dari itu Devian sengaja menemui Maira saat bekerja di Cafe.

"Gue sibuk!"

Maira melepaskan cekalannya secara kasar.

Dan Devian harus lebih sabar lagi. Sikap Maira yang semakin cuek dan dingin kepadanya membuat diri Devian harus menahan emosinya.

Hari ketiga.

Devian datang membawa makanan serta beberapa mainan untuk di berikan kepada anak Panti.

Sekarang ia akan berusaha kembali berbicara dengan Maira.

Sebenarnya Devian kurang suka dengan anak anak tapi karena ini demi masa depannya ia rela melakukan apa saja bahkan hal yang tidak di senangnya sekalipun.

"Silahkan di minum nak, maaf seadanya." Ucap Umi Ida.

"Iya, tidak apa apa Bu."

Devian meminum air yang diberikan oleh Umi Ida. "Ehm, Maira nya ada Bu?"

"Oh ada sebentar saya panggilkan."

Devian mengaku kepada Umi sebagai temannya Maira maka dari itu Umi memanggilkan Maira.

Maira datang dengan muka datarnya.

"Mau apa lo?"

"Aku mau bicara sama kamu, sebentar aja."

"Gak ada waktu. Udahkan? Silahkan pergi."

Devian menghela nafas lelah. Sabar dirinya harus sabar menghadapi sikap Maira. Devian kemudian pamit dengan lesunya.

Hari ke tujuh.

"Maira aku mau ngomong sama kamu. Penting!" Ucap Devian tegas.

"Gue gak ada waktu."

Tanpa persetujuan Maira, Devian menarik tangan Maira menuju atap sekolah.

"Dev, lo apa apaan sih. Gue udah bilang kalau gue sibuk!!"

Devian tetap diam, mati matian ia menahan emosinya agar tidak terjadi apa apa terhadap Maira. Karena sekali ia lost control maka tidak tahu lagi apa yang terjadi.

My Husband : DevianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang