40-RENTETAN AKSARA KELABU

2.9K 221 8
                                    


BANTU VOTE AND COMEN DI SETIAP PARAGRAF

Selamat membaca pokoknya!

Selamat menikmati tulisan tentang sosok yang menjadi pemeran.

SALAM ALLGRASR!
SALAM SATU JALAN!

"Sederhananya seperti ini, ku deskripsikan kau dengan caraku dan biarkan semesta yang menilaimu"
🧊🧊🧊

40- RENTETAN AKSARA KELABU

Atroska berdiri di luar ruangan yang dibatasi kaca, tubuhnya terasa kaku dan dingin. Senyum getir menghiasi bibirnya saat matanya tertuju pada Nea, yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan tubuh dipenuhi peralatan medis. Tabung oksigen dan monitor electrocardiogram kembali mengelilingi perempuan itu, seolah menandakan siklus penderitaan yang tak kunjung berakhir.

Di balik kaca itu, Atroska merasakan seolah waktu berhenti. Seharusnya ia yang berada di tempat itu, seharusnya ia yang berjuang untuk hidupnya, bukan Nea, bukan perempuan berjaket. Ketidakadilan yang dirasakannya hampir membuatnya tak bisa bernapas. Perasaan bersalah menyelimuti hatinya.

"Semua orang punya jatah untuk jatuh tapi Tuhan selalu buat gue ngerasain jatuh itu Nea, sampai gue bingung dimata Tuhan raga gue sekuat apa?" lirih Atroska.

"Dok? " Panggil Aga sekali dengan rasa ragunya.

"Tusukan di perutnya tidak terlalu dalam namun lumayan banyak darah yang dibutuhkan," ujar Dokter Paftro.

"Ambil darah saya Dok," balas Aga.

"Kami sudah mendapatkan pendonornya dan operasinya berjalan dengan lancar. Sekarang adalah masa paling kritis dan banyak hal yang bisa terjadi nantinya. Kondisi ini lumayan mengkhawatirkan karna penyakit jantung yang diderita Nea. Saturasi oksigenya rendah, kita pantau perkembangannya dulu. Untuk sementara waktu tidak ada yang boleh masuk ke dalam selain petugas medis. Terus berdoa, kami akan memindahkan Nea ke ruang ICU."

Atroska menggelengkan kepala, mencoba menepis ingatan tentang kejadian tadi. Dunianya seakan runtuh sebab informasi dokter Paftro tidak selesai ia dengarkan. Autra Alabumi, laki-laki yang menyaksikan kehancuran Atroska di pabrik kosong tadi, ternyata mendonorkan darahnya untuk Nea, Namun Atroska tidak peduli, pengkhianat tetaplah pengkhianat.

Suara langkah yang mendekat membuat Atroska membalikkan badannya. Dokter Paftro melemparkan senyum ke arahnya. "Atroska kenapa belum pulang?"

"Saya mau jagain Nea, Om." Mendengar jawaban itu, Dokter Paftro terkekeh.

"Obati luka itu dan pulanglah untuk beristirahat atau sekedar berganti pakaian," ujar Dokter Paftro. Atroska adalah teman dekat anaknya dan secara tidak langsung Atroska juga sudah ia anggap seperti anak sendiri.

"Saya nggak janji Om." Jika dilihat dari keadaanya sekarang Atroska juga tidak baik-baik saja. Luka di tubuhnya masih ia biarkan bahkan bajunya juga masih dipenuhi darah namun Atroska tidak ingin beranjak sedikitpun dari rumah sakit. Atroska menoleh ke samping. Pasukan Benteng dan Aga masih ada disini, mereka tertidur.

Dokter Paftro memberikan tepukan lembut di pundak Atroska, seolah memberikan dorongan semangat sebelum melangkah ke dalam ruangan Nea.

"Gimana Nea?" tanya Alam, melipat tangannya di dada dengan mata yang masih tertutup. Ia baru saja terbangun dari tidurnya, tampak lelah namun penuh kekhawatiran.

"Lagi di cek sama Om Paftro," jawab Atroska dengan helaan napas berat. "Lo sama yang lain pulang aja, Lam. Udah mau pagi."

Alam menggeleng, wajahnya tegas. "Lo yang seharusnya pulang. Ganti baju lo, luka lo obatin."

UNTUK ATROSKA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang