BANTU VOTE AND COMEN DI SETIAP PARAGRAF
SALAM ALLGRASR!
SALAM SATU JALAN!"Cerita tentang masa dan tokohnya. Cerita tentang rasa dan pemilik. Cerita tentang hari dan tahun."
🧊🧊🧊
44-SEJARAH LANGIT YANG MERINDU
Atroska melangkah sendirian di koridor sekolah, tangan kirinya memegang tumpukan buku yang tebal. Semalam, ia bergelut dengan angka dan buku-buku yang tak kunjung habis, mencoba menyelesaikan semua tugas yang menumpuk.
"Atroska!" panggilan itu membuat langkah Atroska berhenti. Jeka menatap Atroska dengan alis yang terangkat. "Banyak banget bukunya. Lo aman kan, Ska? "
"Bukan urusan lo."
"Tunggu," kata Jeka dengan senyum jahil, memastikan apa yang ia lihat. "Ini buku tugas ayang Nea," ujarnya sambil terkekeh.
Egon, yang berdiri di samping Jeka, tidak bisa menahan cengirannya. "Kacau, beneran cinta ini, Pantesan semalam lo nggak ke markas," sindirnya sambil memandang Atroska dengan ekspresi heran.
"Nggak usah berisik bukan urusan lo semua juga," dengus Atroska. Jika pembahasan ini tidak di hentikan pagi Atroska akan penuh dengan suara menyebalkan teman-temanya.
"Lo mau langsung ngumpulin tugas Nea? " tanya Alam yang diangguki Atroska. "Gue ikut, sekalian ada urusan."
"Ada aja gebrakannya," sebut Dama. Ia sudah tau lebih dulu karna Wafi. Semalam Atroska meminta semua list tugas Nea yang tertinggal.
"Ayolah ke kelas!" ajak Egon. Dari arah berlawanan, Jeka, Dama dan Egon berpapasan dengan Utra. Lelaki sabar itu hanya melirik sekilas dan kemudian melanjutkan langkahnya tanpa berkata apa-apa.
"Gue kasihan sama Utra," ujar Jeka jujur
"Penghianat nggak pantas dapat simpati," sentak Egon.
"Jangan terlalu cepat ambil kesimpulan, kita belum nanya dengan kepala dingin," tegur Jeka, namun diabaikan oleh teman-temannya.
**
Di koridor yang mulai sepi, Atroska dan Alam berjalan beriringan menuju kelas. Langkah mereka terhenti sebab merasa ada yang mengikuti mereka. Atroska dan Alam menatap tajam ke arah perempuan dengan senyum ceria itu. Meski suasana di sekitar mereka penuh dengan ketidaknyamanan, perempuan itu tetap melanjutkan langkahnya dengan santai sehingga berdiri sejajar dengan Atroska dan Alam, seolah-olah koridor kosong ini adalah tempat yang penuh kebahagiaan baginya.
"Pagi bang Algan! Pagi bang ketua!" sapa perempuan itu, ceria. Alam, yang berdiri di samping Atroska, mendengus kesal melihat sikapnya sedangkan Atroska hanya menatapnya dengan bingung. Tanpa memberikan respons, kedua lelaki itu segera pergi berlalu.
"Dia, Aorta Lumma Sehasta," bisik Alam pelan. Nada suaranya mengungkapkan ketidaksenangan yang mendalam terhadap kehadiran perempuan tersebut.
"Oh," balas Atroska yang memang tidak minat untuk tau. Mendengar respon itu Alam tidak jadi melanjutkan kalimatnya meskipun ia ingin menceritakan kesialannya belakangan ini, ah sudahlah, tidak penting.
Aorta Lumma Sehasta, panggil dia Alta. Perempuan ceria yang selalu menyenangkan. Penuh dengan banyak celotehan, tidak bisa tanpa permen dan tentu saja polos.
Beberapa hari yang lalu perempuan itu sudah mulai merecoki dunia Alam Lantangi. Terlebih yang membuat Alam kesal perempuan itu dengan seenaknya memangil Alam dengan sebutan bang Algan.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTUK ATROSKA (END)
Novela Juvenil-Karna hal menyakitkan itu menyelusup menjadi tragedi yang abadi sebagai peristiwa- Sampai pada suatu masa yang sebenarnya, Karna memang tak ada yang selama jika masih berdiri dibumi. Tidak hilang namun hanya berganti bentuk menjadi kenangan. Bukan...