"Kak, boleh tolong cek kerjaan kita?”
Seorang junior menghampiri Athena, saat gadis itu melenggang santai melewati panggung. Mendengar permintaan tersebut, langkah Athena terhenti dan kepalanya mendadak diserang vertigo. Itu tugas ketua.
Kalau sedikit-sedikit memanggil dirinya, El hanya memanfaatkan jabatannya saja untuk mencari tampang di hadapan Arya.
Perlahan-lahan, Athena menekan emosinya agar tidak keluar. Demi menyenangkan hati junior--yang entah siapa namanya, ia mengayunkan langkah kakinya yang beralaskan sandal jepit ke depan panggung.
Matanya menelusuri satu per satu hasil kerjaan tim demokrasi. Saat menemukan sesuatu yang janggal, dicoleknya lengan baju siswi yang masih ada di dekatnya.
“Itu ... lampionnya terlalu rendah. Entar pas tamu naik buat ngasih sambutan, kepala mereka bisa nyundul lampionnya. Coba agak naikin ke atas. Potong aja benangnya, terus bikin simpul lain,” kata Athena pelan.
“Wah, iya! Maaf, Kak!” serunya heboh.
"Terus, bilang sama yang lagi siapin balon-balon huruf. Besok pagi-pagi langsung datang buat gantungin. Jangan sekarang, takutnya kempes atau malah diambil anak-anak yang sering main dekat sini. Susah buat nyari balon lagi."
Setelah dirasa cukup, Athena melambaikan tangan. Junior itu segera berlari menuju panggung dan meminta rekannya merenovasi posisi lampion.
Saat dia ke tempat, ternyata Athena sudah menaiki tangga lipat demi menggantungkan spanduk sendiri. Matanya berbinar kagum.
“Kok, Kak Athena mau masang spanduk sendiri? Amazing, keren!”
El yang sedang lewat, kebetulan mendengar itu. Hatinya panas. Athena lebih dipuji dari dirinya. Padahal El adalah ketua, tapi Athena malah disanjung-sanjung layaknya orang paling berjasa. Merasa tak terima, ia segera naik panggung untuk menegur gadis bar-bar dan baperan itu.
“Woi, turun lo!” ucapnya kesal.
"Lagi masang spanduk, lo buta?” jawab Athena sembari melilitkan tali pengikat ke tenda.
"Gue bilang turun, ya, turun!”
"Lo bukan atasan. Gue juga bukan anggota panitia manapun. Kenapa harus dengerin perintah lo?" Athena mengabaikan sosok tak penting itu.
Ternyata, sikapnya malah membuat El tambah berang. Ia menarik kaki gadis itu hingga tangganya bergoyang-goyang. Athena spontan menjerit hingga membuat semua yang ikut melihat berteriak panik.
Tak disangka, tangga itu benar-benar jatuh. Athena terhimpit. Bukan menangis atau meringis, Athena mengumpat kecil dan menendang tangga itu sekuat tenaga. Untung terbuat dari besi ringan, kalau kayu berat, mungkin kaki Athena sudah patah.
El hanya terpaku melihat hasil perbuatannya. Dia mau menolong, tapi gengsi.
Gloria yang melihatnya, langsung berlari sekuat tenaga dan mendorong El menjauh, sampai cowok itu sadar, kalau seseorang baru saja terluka karena tindak egoisnya.
“Lo oke?” Gloria panik.
Kaki kiri Athena berdarah. Ia sempat tergores saat jatuh tadi. Mungkin ini yang dinamakan sudah jatuh tertimpa tangga.
“Aman, tapi ini agak perih.”
“Gimana nggak perih udah berdarah gitu?! Ini bukan waktunya lawak, Athena!” Gloria semakin marah.
"Nggak ada yang ngelawak."
Athena berkedip dua kali, lalu melirik El yang sedang terpaku. Sebenarnya, ia ingin marah. Akan tetapi, marah pun percuma karena sudah terlanjur celaka. Waktu tak bisa diputar ulang seenak jidat. Luka, ya, tinggal cari obat.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC [Tamat]
ChickLitAthena tidak pernah meminta lebih. Gadis berusia tujuh belas tahun ini hanya menginginkan cinta dan kasih sayang. Saat El datang mengulurkan tangan, Athena ragu karena terlalu takut nanti akan kembali merasakan kehilangan. Ia belum siap menumpuk luk...