43. Rumah Pasir

16 2 1
                                    

"Na, jangan melamun terus-terusan. Nggak baik buat mata karena jarang kedip. Mending lo makan buah, deh." El menunjuk parsel buah atas nakas.

Sejak tadi, ia sudah meminta Athena memakan apa saja yang ada di atas meja, tapi Athena tidak mengindahkan. Sesekali kedapatan melamun dan sibuk menghela napas panjang.

El ingin tahu beban pikiran apa yang sedang menggelayut pada gadis itu. Akan tetapi, ada baiknya dia diam dan menunggu Athena menceritakannya sendiri. Sekalipun tidak pun tidak masalah. Itu privasi Athena.

Mengetahui El sadar akan kondisi pikirannya yang ribut, Athena melirik dan menggeleng. "Kenapa harus makan buah?" tanyanya.

"Biar perut lo ada isinya!" ketus El.

El berusaha biasa saja. Meski hatinya meronta-ronta ingin bertanya.

"Kalo gue nggak mau, lo mau apa?" goda Athena iseng.

"Sekeranjang buah bakal gue masukin paksa ke mulut lo," sungut El kesal.

Sejujurnya, ia sedang marah karena diacuhkan. Berhari-hari Athena koma. Selama itu pula El menanggung beban rindu dalam dada. Bukannya saling diam dan membiarkan hening terjadi.

Athena bukan tipikal orang yang romantis, tapi peka. Tanpa diberi tahu pun Athena paham kenapa mood El sering berantakan. Namun, bagaimana dirinya bisa memecahkan celengan rindu, jika temu saja sudah mewakili segalanya. Memangnya mereka harus apa?

"Udah, nanti juga gue makan semuanya," kata Athena pelan.

"Iya!" El masih ketus.

Wajah merajuk El sangat lucu. Bibirnya maju ke depan, pipi menggembung, mata menyipit, tak lupa pula dua tangan bersedekap di depan dada.

Athena mengangkat tangan dan mencubit bibir El hingga menyerupai mulut bebek seperti yang dilakukan cowok itu padanya beberapa waktu lalu. Spontan saja El berteriak karena cubitan Athena sangat menyakitkan. Balas dendam adalah cara terbaik bagi Athena.

"Gue bangun bukannya bahagia malah merajuk terus. Tau gitu mending gue koma aja sampe bulan depan," sinis Athena, pura-pura.

El tersentak. "Eh, jangan! Masa sampe bulan depan? Seminggu aja gue hampir mati karena capek nungguin, ini malah lebih lama lagi."

"Makanya jangan ngambek terus, pusing gue liatnya," tutur Athena lagi.

"Ck, iya."

Athena tersenyum puas. Saat mata El meliriknya, cepat-cepat gadis itu menghilangkan senyumnya dan kembali memasang wajah datar. Gengsi juga kalau ketahuan sedang senyum-senyum sendiri.

Walau bagaimanapun Athena tetap harus menjaga nama baik dirinya sebagai Ratu Introvert satu sekolah. Gelar yang terlanjur melekat, maka tidak boleh lekang. Julukan itu tidak terlalu buruk, malah Athena terlanjur senang bukan kepalang.

Dengan diketahui sebagai introvert dan sedikit anti sosial, maka Athena bisa menyisihkan orang-orang tak penting dalam hidupnya. Ia tak sempat hura-hura di cafe atau tempat wisata. Dua puluh empat jam dalam sehari akan digunakan oleh Athena untuk menenangkan diri.

Lagipula, tenaganya mudah habis saat berada di keramaian. Memulihkannya cukup susah, karena Athena akan tidur berjam-jam dan enggan keluar dari ruangan. Layaknya beruang hibernasi, Athena juga sama. Sama-sama berdiam diri.

Sesaat pikirannya merasa sedikit tenang, karena Tuhan masih tidak membuat El pergi dari sisinya. Sekarang Athena yakin, cowok itu tak pernah pergi. Selama berada di rumah sakit pun El selalu hadir nyaris dua belas jam. Dia pergi untuk sekolah dan mengambil baju saja.

Padahal Athena tidak keberatan ditinggal sebentar. Di sini ada dokter dan suster. Jika butuh apa-apa tinggal menekan tombol yang ada di dekat kepalanya. Tidak mungkin Hardian dan Claire ke mari. Ayah dan anak serasi itu pasti sibuk melempar canda dan tertawa bahagia setiap hari.

TOXIC [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang