8. Ketika Gabriel Cemburu

30 4 1
                                    

Sejak mentari belum menampakkan diri, pelataran SMA Pelita Bangsa sudah ramai dengan tim panitia yang mengisi sudut-sudut kosong dengan pot bunga cantik. Sebagian menyapu dedaunan kering yang diempaskan angin semalam, mengutip sampah nakal yang terbang dari tempat pembakaran, hilir mudik membawa kursi, bolak-balik mengantar keperluan konsumsi.

Sebagian lagi mengangkat dua meja ke pos satpam yang beralih jadi tempat penerimaan tamu. Ada juga beberapa siswa sibuk menaiki kursi, menggantung lampion-lampion benang buatan tangan ala tahun baru di tali yang sudah dibentangkan sepanjang jalan masuk menuju tengah halaman di mana tenda dan panggung didirikan.

Semua itu atas petunjuk Athena, sang Princess Introvert.

Kali ini tak ada lagi rasa iri dengki melatarbelakangi antar siswa. Semuanya bekerja dengan gembira. Sesekali mereka mengeluh lelah tak masalah. Namanya juga manusia.

Intinya, kerja sama yang diharapkan Arya tercipta dengan sempurna. Meski, Athena memilih menyendiri, tak ingin bergabung dengan siapapun, tetap saja semuanya terlihat seperti kombinasi yang pas.

"Athena!"

Tangan yang sedang menggunting kertas pembungkus tisu itu terhenti. Ia melirik sejenak, lalu mengembuskan napas pelan.

Sejak semalam, El terus mengganggu dengan pesan singkat yang dikirim secara beruntun. Athena curiga guru seni yang memberikan nomornya. Kalau bukan Arya, siapa lagi?

"Kok, diam aja, sih? Gue nyapa baik-baik," gerutu El seperti bocah.

"Iya, ada apa?" jawab Athena tak ikhlas.

"Tadi berangkat pakai apa?"

"Angkot."

"Oh, terus nanti pulang sama siapa?"

"Angkot."

"Pulang bareng gue aja, yok?"

Gunting yang tadinya dipakai, ia simpan lagi dalam tas, lalu bangkit meninggalkan El sendirian. Athena tak nyaman dengan kehadiran cowok itu di dekatnya. Lewat desas desus para siswa di sini, Athena tahu El adalah kekasih Claire.

Belakangan ini, Athena berusaha menghindari semua orang. Lebih tepatnya, ia sedang tak ingin mencari masalah dengan siapapun.

"Kenapa ditinggal, sih?"

Ternyata, cowok itu mengejar dan mengikuti ke manapun kaki Athena melangkah, dengan melihat gadis itu mengacuhkan dirinya, El semakin penasaran.

"Gue banyak kerjaan, El. Jangan ganggu! Lo bisa pergi urus yang lain lagi," usir Athena halus.

"Udah." Jeda sejenak. "Gue pengen ikutin lo aja."

Ruang kosong antara dua alis Athena menghilang. Alasannya barusan sangat menggelikan. Ia menghentikan langkah dan menatap tak suka secara terang-terangan.

"Semalam gue udah bilang, stop gangguin gue. Kalau Claire tahu dia bisa marah," ujarnya.

"Claire?" ulang El.

"Jangan sok akrab sama gue! Tolong!"

Untung ada yang memanggil Athena. Emosinya sudah hampir mengalahkan akal sehat. Kalau meledak, habis sudah.

Gadis itu bergegas pergi sembari membawa tumpukan bungkus tisu yang akan diletakkan di meja-meja depan panggung. Di sana adalah tempat-tempat tamu penting.

Athena berkeliling untuk mengecek sejenak, lalu tersenyum puas. Setelah itu Athena berlari ke depan pintu gerbang untuk menyetop angkot. Pulang untuk mandi dan mengganti baju.

Siswa lain pun begitu. Sebagian memilih pulang terlebih dahulu, tapi kebanyakan memilih bersiap-siap di sekolah. Mereka biasanya penari atau anak drama.

TOXIC [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang