Ujian berlangsung dengan tenang. Tak ada keributan sedikit pun. Di sudut paling belakang Athena terdiam tanpa mengerjakan soal. Waktu tersisa dua puluh menit.
Sejak awal gadis itu hanya melamun saja. Tidak ada yang dipikirkan. Khawatir dengan ujian pun tidak. Akan tetapi, dia hanya nyaman sama duduk melamun seperti itu.
El mendorong lembut bangku Athena demi mencari perhatian. Ia bertanya melalui sorot mata, apakah kondisi Athena baik-baik saja?
Gadis itu terkesiap, lalu mengangguk pelan. Tanda semua baik-baik saja. Meski tiba-tiba rasanya Athena ingin sekali menangis tanpa sebab, ia diam saja tak ingin memberi tahu. El pasti akan mengkhawatirkan dirinya.
Sisa waktu dua puluh menit dimanfaatkan sebaik mungkin. Tangan Athena mulai menuliskan jawaban dengan cepat. Pertama ia mengerjakan essay terlebih dahulu. Lalu, beralih ke pilihan ganda.
Saat tiba waktu mengumpulkan, Athena langsung pergi ke meja guru membawa jawaban. Seisi kelas lagi-lagi menatap kagum. Mereka saja masih bingung, tapi Athena selalu jadi yang pertama selesai walau diawali dengan kegiatan melamun.
"Bu, saya izin ke toilet. Boleh?" Athena tersenyum tipis.
"Boleh, karena kamu udah selesai. Jangan lama, ya. Ibu nggak mau ditegur kepala sekolah meskipun sebentar lagi bel istirahat."
"Baik, Bu."
Dalam hati Athena agak jengkel. Jangan lama-lama, katanya. Sedangkan lima menit lagi bel jeda antara dua mata pelajaran akan berbunyi. Apa Athena harus berlari sekuat tenaga?
Saat berada di luar ternyata ada Gabriel sedang duduk di koridor. Ia sibuk memainkan ponsel tanpa peduli pada sekitar. Mungkin ini saatnya Athena meminta maaf kembali. Ia ingin dirinya dan Gabriel sama-sama berdamai dengan perasaan mereka.
"Gab, udah selesai ujiannya?" tegur Athena.
"Eh, Na?" Gabriel berdiri dan menghampiri Athena. "Udah, gue ke sini nungguin El sama Sam. Lo mau ke mana?"
"Ke toilet. Panggilan alam."
"Oh, perlu gue anterin?"
"Nggak usah. Nggak mungkin cowok masuk ke toilet cewek."
Gabriel terkekeh. "Ya, kali gue ikut masuk. Cuma nungguin di depan aja. Mana tau kalau tiba-tiba lo pusing di dalam, gue bisa langsung nyari bantuan."
Athena menghela napas panjang. Gabriel sebaik ini pada dirinya, tapi itu bukan alasan untuk dekat dengan dia. Ada banyak pembatas dan pembeda. Sekalipun ada satu orang yang bisa Athena percaya di dunia, itu hanya diri Athena sendiri.
El termasuk pengecualian, sebab ia baru merasa nyaman. Belum sampai pada tahap memiliki perasaan.
"Gue mau minta maaf buat semua kesalahan gue, dalam bentuk apapun itu," ujar Athena.
"Contohnya?"
"Apapun, termasuk sikap gue waktu itu."
"Gue nggak masalah. Sekarang, udah waktunya berdamai sama perasaan. Kalo emang lo nyaman sama El, justru gue lebih tenang karena tau dia pasti lindungin lo sekuat tenaga." Gabriel menenangkan.
Athena diam. Usai mengangguk sekali, gadis itu langsung mengayunkan langkah menjauh dari Gabriel. Ia kembali ke tujuan awal, yakni ke toilet. Melamun sebentar, lalu mencuci muka sampai terasa bersih.
Rasa gundah melanda hati Athena saat kembali teringat Sandrina dan juga papanya. Ia ingin sekali pergi ke sana untuk memastikan wanita itu baik-baik saja. Sayang, Athena tak pernah diizinkan datang walau hanya sebentar.
Telinga Athena rasanya berdiri ketika mendengar bel istirahat sudah berbunyi nyaring. Mata pelajaran pertama yang diujiankan telah selesai. Tinggal menunggu satu mata pelajaran lagi, barulah Athena bisa pulang ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC [Tamat]
ChickLitAthena tidak pernah meminta lebih. Gadis berusia tujuh belas tahun ini hanya menginginkan cinta dan kasih sayang. Saat El datang mengulurkan tangan, Athena ragu karena terlalu takut nanti akan kembali merasakan kehilangan. Ia belum siap menumpuk luk...