Hari ini, Athena melewati masa libur bersama El dan Lilia hingga sore hari. Ia senang berada di sini. Udaranya sejuk serta jauh dari hiruk pikuk kota. Kalau sudah menikah, mungkin Athena akan membangun rumah di daerah sini.
"Menikah?" bisiknya bingung.
Pikiran gadis itu langsung hampa saat memikirkan, suatu saat nanti dirinya akan melepas masa lajang dan hidup berdua dengan laki-laki asing yang dipanggil suami. Tinggal di bawah satu atap, satu kamar, harus saling mengalah ketika terjadi pertengkaran, dan mempunyai anak.
Gadis itu teringat dengan kondisi rumah tangga orang tuanya, hancur dan Athena menjadi korban. Setelah itu, bukannya mendapatkan cinta yang diupayakan mati-matian oleh Sandrina, Athena justru semakin terluka. Apakah masih ada keinginan di dalam hatinya untuk membangun rumah tangga?
Jawaban Athena masih dan sepertinya akan selalu 'tidak'. Ia tak akan pernah menikah. Apabila ikatan sakral itu justru jadi penghancur generasi selanjutnya, lebih baik tidak memulai sama sekali.
Sejak dulu Athena bahkan menolak didekati kaum adam. Namun, saat El datang entah kenapa dirinya berubah pikiran. Mungkinkah karena mereka sama-sama dikhianati oleh figur yang dipanggil papa? Atau karena dirinya dan Lilia sama-sama depresi karena disebabkan oleh laki-laki?
Athena tak tahu. Ia bahkan mulai ragu untuk terus berada di dekat El. Suatu saat nanti El pasti akan menanyakan perihal komitmen antara mereka. Mungkin sekarang mereka akan menjalin hubungan sampai beberapa saat. Lalu, akan tiba masanya di mana El akan mengajak dirinya menikah.
Athena memejamkan mata kuat-kuat. Ia tak mau terus menerus mimpi buruk saat harus dipaksa melakukan ikatan sakral itu. Athena tidak mau menikah. Ia takut. Amat sangat takut.
"Termenung lagi?"
El menatap gadis pujaannya dengan lembut. Kening itu selalu berkerut. Entah apa yang mengisi pikiran Athena, El selalu tak diizinkan mengetahuinya.
"Gak, gue cuma kepikiran soal ujian," elak Athena sembari mendorong wajah El yang terlalu dekat.
"Mana ada mikirin ujian sampai segitunya? Tenang aja, lo itu juara kelas. Pasti gak bakalan kesulitan buat jawab soal." El mengerling nakal.
"Sok tau."
El terkekeh. Wajah Athena terlihat imut sekali saat cemberut. Ia mengusap kening gadis itu pelan.
"Kalo bisa, kening ini jangan keseringan berkerut, entar kalau usia lo lebih tua dari sekarang bukannya dipanggil mbak, tante, atau ibu, malah dipanggil nenek sama anak-anak kecil," ejeknya.
"Berisik, El. Lagian kalo gue jadi nenek-nenek juga, gak ngaruh buat lo!" sentak Athena galak.
"Gimana gak ngaruh coba? Gue itu pelindung lo."
Sunyi. Athena terdiam mendengar kalimat El. Ia tak yakin sekalipun cowok itu telah berikrar jadi pelindung, Tuhan akan tetap membiarkan El ada di dekatnya. Canda semesta sudah tertebak dan itu sangat tidak lucu.
"Sok iyes!" gerutu Athena.
Mereka sedang menunggu Lilia menyiapkan kotak rantang untuk Athena. Wanita itu semangat sekali mengisinya dengan salad, kue, nasi goreng, dan juga ayam balado.
Katanya, makanan-makanan enak ini dibuat khusus untuk Athena makan serta oleh-oleh kepada calon besan. Athena tak tahu harus senang atau sedih karena perkataan Lilia. Calon besan? Athena belum mau memikirkan soal itu.
"Sayang!" panggil Lilia sambil mendekat.
Wanita paruh baya itu mendekat lalu meletakkan rantang atas meja ruang tamu. Tangannya menarik Athena ke dalam pelukan mengisyaratkan sungguh berat rasanya harus berpisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC [Tamat]
ChickLitAthena tidak pernah meminta lebih. Gadis berusia tujuh belas tahun ini hanya menginginkan cinta dan kasih sayang. Saat El datang mengulurkan tangan, Athena ragu karena terlalu takut nanti akan kembali merasakan kehilangan. Ia belum siap menumpuk luk...