18. Apel

14 3 0
                                    

Suara ketukan pintu membangunkan Athena dari tidurnya. Gadis itu mengintip sejenak, lalu menyibak selimut. Sudah agak siang untuk ukuran anak gadis bangun pagi. Akan tetapi, badan Athena sakit semua. Mungkin masuk angin sebab semalam ia tidak tidur karena sibuk menenangkan diri di atap klinik. Pikirannya masih kacau. Ada rasa ingin tidur kembali, tapi suara ketukan makin cepat dan menguat.

"Athena, udah bangun? Ada temen kamu, tuh, di ruang tamu. Dia udah nungguin dari jam tujuh pagi!" Sandrina memanggil-manggil dari luar.

"Siapa, Ma?" tanya Athena malas.

Rasa syukur terbit di hati karena Sandrina tidak marah-marah padanya. Lalu, teman mana yang datang ke sini sejak pagi-pagi buta? Apakah Gloria? Athena menggelengkan kepala. Gadis itu tidak pernah tahu alamat rumahnya.

"Namanya El."

Mata Athena mendadak terbuka lebar. Ia melompat dari tempat tidur dan membuka pintu kamar. Wajah Sandrina terlihat hangat. Jauh berbeda dengan kemarin saat menyumpahi dirinya dengan berbagai bahasa kotor.

"Ada El?" ulang Athena memastikan.

"Iya, Mama suruh dia nunggu sebentar buat bangunin kamu."

"Athena mandi dulu!" kata Athena sembari menutup pintu.

Lima belas menit kemudian, gadis itu selesai membersihkan diri. Ia merenggangkan tulang punggung yang sakit sembari berjalan ke ruang tamu. Sesekali tangannya menutup mulut saat menguap. Kantuk masih menggelayut di pelupuk mata. Haruskah Athena mengumpati El karena berani mengganggu waktu tidurnya?

"Why did you come here so early? Kurang gawe?" tanya Athena sambil duduk.

Cowok itu sedikit terperanjat. Suara Athena mengagetkan dirinya yang sedang sibuk dengan ponsel. Saat melihat penampilan sang gebetan yang terlihat lebih tirus, El menunjukkan wajah khawatir. Wajah pucat, kantung mata menebal dan hitam, lebih buruk dari yang dibayangkan.

"Apel, dong."

"Apel, apel. Mending ngepel sana," jawab Athena malas.

Tangannya memukul-mukul punggung. Terasa sakit sekali seperti ditusuk-tusuk. Sepertinya benar, ia masuk angin.

"Lo jarang makan, Na? Why does your face look thinner?" tanya El.

"Makan, kok. Sekarang gue cuma ngantuk doang." Athena menguap lagi.

"Masa ngantuk sehari bikin wajah lo makin tirus gitu. Berapa kilo bobot badan lo turun?" El menunjukkan wajah khawatir.

"Lupa nimbang."

"Athena, I'm serious. Lo jangan cuekin orang ganteng yang lagi khawatir. Bisa gak, sekali aja kalo ngomong, tuh, yang bener!"

Athena kembali menguap untuk yang ke sekian kalinya. "Bener."

"Maksud gue bukan nyuruh lo ngucapin kata bener, astaga!" El mencak-mencak. "Tuhan, turunin wahyu cara ngomong sama Athena."

Athena memasang wajah muram. Sudah menghindar dengan cara mematikan ponsel, sekarang wujud El malah muncul di sini. Ia tak bermaksud memberi harapan palsu pada cowok itu. Tujuan Athena menghilang selama sesaat, bukan karena enggan bertemu.

Akan tetapi, intensitas kemarahan Sandrina sudah lebih sering daripada curah hujan. Hal itu berdampak pada psikisnya yang memang tidak normal lagi. Kalau mereka semua menemuinya, lalu menjejali telinga Athena dengan keributan, ia tak yakin bisa sabar menghadapinya. Gadis itu masih membenci keramaian, keributan, atau apalah itu.

Sungguh, Athena tak akan bisa menahan diri untuk tidak menunjukkan kelemahannya di depan mereka. Sekarang, El malah dengan sengaja datang mencari ke rumah dengan alasan khawatir.

TOXIC [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang