15. PMS

23 4 0
                                    

Suara kaki dientak-entakkan ke tanah mengundang tanda tanya di hati para penghuni kantin. Wajah berkerut Gloria muncul dari balik pintu menyuguhkan jawaban walaupun tak bersuara. Gadis itu sangat menyesal, kenapa tidak menghantamkan tong sampah di dekatnya ke kepala Claire tadi? Syukur-syukur pingsan di tempat, meninggal pun tak apa.

Dengan bodohnya, dia malah meninggalkan cewek menyebalkan itu dalam kondisi tidak terluka. Kulitnya masih mulus tanpa cela, jauh berbeda dengan kondisi Athena. Coba saja Tuhan berbaik hati memutar waktu ke belakang, pasti yang berdarah-darah bukan Athena.

Jika tidak bisa melakukannya sendiri, dia akan meminta El melempar Claire lebih jauh lagi. Ke koridor sekolah, jika bisa ke tengah halaman. Agar Claire ikut merasakan bagaimana pahitnya dipermalukan, dilukai, sedangkan teman-teman yang diharapkan bisa membantu hanya diam jadi penonton.

"Gloria, tunggu!" Seseorang menahan langkah gadis itu.

Gloria sudah sampai di depan stand bubur ayam. Jadi, tidak ada alasan baginya untuk marah-marah sampai urat wajah dan leher timbul di permukaan kulit, akibat perjalanannya mencari makan terus dihentikan oleh oknum tak berperikemanusiaan.

"Apa sih, Gab? Gue lagi gak ada waktu buat dengerin ocehan gak bermutu dari lo!" pekik Gloria kesal.

Wajahnya merah padam, keringat mengalir dari dahi turun ke wajah. Anak-anak rambutnya basah. Napasnya bahkan terengah-engah seperti baru selesai mengikuti perlombaan marathon.

"Lo kenapa?" tanya orang dengan nada tak berdosa.

"Gak usah nanya-nanya gue!"

"Kok jutek begitu, sih? Gue cuma nanya doang. Basa-basi gitu."

"Basa-basi busuk yang gak berguna! Enyah lo dari hadapan gue!" usir Gloria murka.

Saat berbalik, muka gadis itu tambah memerah karena malu. Orang yang dikira Gabriel ternyata bukan. Perawakannya ganteng, sedikit lebih tinggi darinya, dan memakai kacamata. Gloria tidak pernah melihat wajah cowok itu. Mungkinkah anak baru? Apapun itu, sekarang Gloria harus kuat-kuat menahan malu.

Cowok itu tergelak. Wajah malu Gloria sangat menggemaskan di matanya. Ia mengulurkan tangan layaknya orang hendak berkenalan.

"Kenalin, gue Sam," ucapnya masih dengan nada geli.

"Samsuddin?" ceplos Gloria.

"Sembarangan. Itu mah, nama kakek buyut gue. Lagian ganteng begini masa dikasih nama Samsuddin. Gak elit amat," gerutu Sam.

Sadar sedang diperhatikan oleh seisi kantin, Gloria menjabat tangan Sam yang sudah lumayan lama menggantung tanpa menyebut nama. Toh, orang ini sudah tahu. Buktinya bisa memanggil.

Ia segera berbalik badan dan memesan tiga porsi bubur ayam dalam kotak styrofoam. Tak lupa minuman dingin dua, serta satu minuman hangat untuk Athena.

Sam ikut memesan. Cowok itu melirik sekilas. "Banyak amat pesanannya. Buat siapa aja?" tanyanya penasaran.

"Kepo kayak Dora!" ketus Gloria.

"Bukan kepo." Sam berpikir sejenak. "Cuma mau tau."

Gloria mendengkus sebal. Kepo dan mau tahu tidak ada bedanya. Sama-sama ingin tahu urusan orang dan sangat tidak mencerminkan seorang siswa teladan SMA Pelita Bangsa. Lagipula, orang ini sangat tidak sopan. Baru kenal sudah sok dekat dan sok akrab.

"Gak sopan diajak ngomong malah diam," gerutu Sam.

"Disopan-sopanin aja. Gue lagi gak mood," balas Gloria datar.

Ia mengambil pesanan lalu bingung karena kesulitan membawa minuman. Kalau memaksa untuk memegang semuanya, bisa-bisa tumpah sebagian, karena cup minumannya tidak bisa tertutup rapat. Andai saja bisa dijungkir balik, pasti Gloria tidak akan kesulitan sekarang.

TOXIC [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang