Visixs is back

1.4K 69 11
                                    

Pada pertengahan jam terakhir Alisha memutuskan untuk izin keluar. Pikirannya kacau dan semakin kacau karena pelajaran Matematika. Alisha melangkah menuju rooftop kemudian berdiri disisi barat yang menampilkan gedung-gedung menjulang dan jalan raya yang nampak senggang siang ini. Bohong kalau ia bilang baik-baik saja, setelah kejadian kemarin di club sampai rumah Alisha masih memikirkannya. Bukan soal Zarina yang menamparnya melainkan tentang Gabriel dan seseorang dimasa lalunya.

Alisha mengadah lalu memejamkan matanya menikmati semilir angin yang terasa lebih kencang dari atas sini. Pikiran Alisha melayang pada kejadian tiga tahun lalu bersamaan dengan kenangan yang kembali berputar dikepalanya. Ia menahan diri untuk tidak menangis, sudah cukup semalaman Alisha kembali menangisi hal yang harusnya dilupakan.

Alisha membuka mata saat merasakan ada tangan yang menyelipkan helaian rambutnya. Melihat Deenan dihadapannya membuat Alisha tersenyum lebar.

Laki-laki itu menarik Alisha pada tumpukan meja dan kursi yang sudah tidak terpakai, lalu menyuruhnya duduk. Kemudian Deenan melepas jam tangan putih Alisha untuk melihat bekas cengkraman Zarina kemarin, benar saja disana ada luka yang mulai mengering.

Alisha menatap Deenan yang sedang memperhatikan luka di pergelangan tangannya, ia sampai lupa dengan hal itu karena Alisha sibuk menenangkan diri. Alisha mengulurkan tangan untuk mengusap bahu Deenan, "Gapapa Dee," disertai dengan senyum manisnya.

"Boleh peluk?"

Tanpa ragu Alisha merentangkan lengannya, memberi apa yang sahabatnya itu mau. Segera Deenan melingkarkan lengannya erat pada badan Alisha, wajahnya ia letakkan di bahu gadis itu, "Gue takut," semalaman Deenan kalut memikirkan keadaan gadis yang sedang mendekapnya ini.

Sementara itu, Alisha dengan pelan mengusap punggung Deenan untuk membuatnya tenang. Alisha tahu betul apa yang dirasakan Deenan, mereka sudah cukup lama berteman. Hal apa yang membuat Deenan menjadi seperti ini Alisha mengerti semua.

Deenan bisa dikatakan memiliki trauma terhadap kekerasan, selama dia tinggal bersama kedua orang tuanya harinya hanya diisi dengan pertengkaran keduanya. Deenan melihat sendiri bagaimana ayahnya bertidak kasar pada mamanya. Dan yang membuat Deenan semakin tersiksa adalah mamanya melampiaskan kekesalan itu pada dirinya, tak jarang Deenan mendapat pukulan, dorongan, kata-kata kasar dan hal tidak pantas lainnya.

Singkatnya kedua orang tua Deenan memutuskan untuk bercerai karena mamanya ketahuan selingkuh. Setelah mereka berpisah, Deenan mengira akan diajak pergi jauh dari papanya namun ternyata mamanya malah meninggalkan dia sendirian menghadapi sikap kasar dan keras papanya.

Deenan melampiaskan rasa kecewa, sedih dan marahnya dengan ikut balapan liar, minum alkohol, merokok, tidak sekolah beberapa bulan dan lainnya. Deenan juga mulai membatasi diri dekat dengan perempuan karena itu hanya membuat dia ingat pada mamanya, selain itu dia juga takut kalau akan menjadi seperti papanya yang kasar.

Sampai akhirnya dia bertemu dengan Devan—ketua Relivator 16 yang kala itu melihat bagaimana Deenan balapan dan menawarkannya bergabung dengan Relivator. Di Relivator inilah Deenan merasakan keluarga yang sebenarnya, solidaritas, kasih sayang dan hal lain yang tidak dia dapat dari kedua orangtuanya. Sampai Deenan masuk ke Nusaraja dan bertemu dengan Angel dan Alisha. Kedua gadis yang Deenan izinkan untuk dekat dengannya, Deenan menyayangi dan menganggap mereka sebagai adiknya. Kalau Angel yang selalu bisa membuat dia tertawa karena tingkahnya lain halnya dengan Alisha sosok penyayang dan menenangkan bagi Deenan.

Setelah mengurai pelukan mereka Alisha menatap Deenan sendu, luka yang ia dapat belum seberapa dibanding dengan apa yang laki-laki itu rasakan. Alisha kembali memberikan usapan pada bahu Deenan, "Udah ya, aku gapapa Dee."

SigrietTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang