Ketahuan

897 34 9
                                    

"Astaga," Alisha memekik pelan setelah membuka pintu yang berada disebelah kamar miliknya. Sampai tanpa sengaja menjatuhkan sapu dan vacuum cleaner yang ia bawa.

Mata Alisha menangkap seseorang laki-laki tertidur telungkup tanpa mengenakan atasan, membuat punggung berototnya terpampang jelas dihadapan Alisha. Setelah mengambil kedua barang yang terjatuh, lalu meletakkan pada sisi ruangan. Alisha berjalan pelan menuju ranjang, bibirnya berdecak sembari menarik selimut bewarna hitam yang tergeletak di lantai. Alisha menyelimuti tubuh lelaki itu hati-hati, tak ingin menganggu tidur damainya. Tangan Alisha lalu mengambil remot pendingin udara di nakas sebelah ranjang, bergerak untuk mengurangi suhu ruangan.

Alisha yang akan membersihkan kamar tersebut, terpaksa mengurungkan niatnya sebab pemilik kamar sedang berada disana. Mungkin besok Alisha akan melakukan rutinitas beberesnya tersebut. Mencium aroma masakan yang menggugah selera, Alisha menggerakan kakinya menuju dapur. Terlihat Bi Minah sedang bergulat dengan peralatan dapur miliknya. Alisha menyapa asisten rumah tangganya tersebut, lalu duduk menikmati segelas cokelat panas yang sudah disiapkan.

"Rafa dateng jam berapa Bi?"

Bi Minah yang sedang memotong beberapa sayuran itu lantas menoleh pada Alisha, yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri.

"Aden datang tadi pagi, non."

Alisha menganggukkan kepala pelan, sesekali menyesap cokelat panasnya. Tak lama setelah itu, muncul seorang lelaki melangkah gontai menuju dapur. Alisha tidak bereaksi lebih ketika Rafa memberikan satu ciuman singkat pada pucuk kepalanya. Bahkan ketika lelaki itu sudah duduk dihadapannya Alisha masih diam, menatap lekat penampilan Rafa. Wajah nampak lelah, dengan mata sayu, lebam pada pelipis, sudut bibir, hingga jari-jari lelaki itu yang terdapat luka, Alisha menghela nafas berat. Alisha lelah mengingatkan Rafa agar tidak terlibat perkelahian lagi.

"Apa?" Rafa yang menyadari Alisha memperhatikannya sejak tadi pun dengan santai bertanya. Rafa tersenyum tipis menerima secangkir teh hangat dari Bi Minah. Biasanya di pagi hari Rafa akan menyeduh kopi namun beberapa hari ini ia merasakan lambungnya bereaksi ketika mengonsumsi kopi dalam keadaan perut kosong. Jadilah Rafa beralih pada teh.

Alisha merenggut, "Dari mana sih, terus kenapa kesini pagi-pagi. Ini juga muka kamu tambah bonyok. Pasti gelud lagi kan, kali ini sama siapa? Gak capek apa adu otot mulu, heran," ujar Alisha dalam satu tarikan nafas. Alisha berusaha menahan diri untuk tidak kelepasan berteriak pada Rafa.

Rafa hanya melirik singkat, bibirnya berkedut, lalu kembali menyesap pelan secangkir teh. Menikmati sensasi hangat yang menjalar ke seluruh tubuh, usai menenggak minuman beraroma khas tersebut.

"Rafa ih, aku lagi ngomong ini," Alisha menggoyangkan lengan Rafa, menarik perhatian lelaki itu. Meminta Rafa untuk segera menjelaskan perihal pertanyaannya.

"Hm."

"BODO, SANA BERANTEM AJA, GAK USAH KESINI LAGI."

Habis sudah kesabaran Alisha, menghadapi Rafa yang hanya menanggapi perkataannya dengan gumaman yang tidak jelas. Alisha capek sendiri. Gadis itu beranjak, menuju kamarnya di lantai satu. Sepanjang berjalan ia menghentakkan kaki mungilnya, mulut Alisha juga tidak berhenti menggerutu.

"Ya allah, aden itu si non marah," Bi Minah menggelengkan kepalanya, melihat Rafa yang tidak bergerak sedikitpun ketika tubuh mungil Alisha berlalu meninggalkan dapur. Namun tak ayal melihat interaksi keduanya, membuat hati wanita paruh baya tersebut menghangat. Bi Minah mengulas senyum merekahnya.

"Nanti juga baikan Bi."

Rafa mengedarkan pandangannya pada rumah minimalis yang sudah satu tahun belakangan ini Alisha tinggali. Bahkan furniture dan letaknya pun masih sama seperti dahulu, sebelum Rafa meninggalkan rumah ini. Dan juga kamar miliknya yang sudah lama tidak ia kunjungi pun dirawat dengan baik oleh gadis itu. Rafa tersenyum tipis, matanya melirik sekilas pada jari manis tangan kirinya. Setelah bertarung dengan pikirannya, serta mempertimbangkan banyak hal, keputusan Rafa sudah bulat. Maka dari itu Rafa berniat untuk meminta izin pada Bi Minah, sosok wanita yang sangat berpengaruh di hidup Alisha.

SigrietTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang