Kenangan Ferdi +++

9.9K 272 194
                                    

"Na? Sayang? Apa yang ...." Belum sempat Ferdi meneruskan kalimatnya, bibirnya sudah dilumat oleh Nadhifa.

Kedua insan itu berciuman dengan sangat panas. Hasrat Ferdi sudah terpantik sejak tadi. Lelaki itu mendorong lidahnya menyusuri gigi geligi Nadhifa dan menjelajahi rongga mulut sang kekasih. Desahan pelan terdengar menggairahkan. Saliva yang berleleran cukup menunjukkan hasrat yang makin memuncak.

Bibir Ferdi menjelajah lebih jauh, tanpa sadar tangan lelaki itu melolosi jilbab Nadhifa hingga tampak rambut gadis itu yang tergerai indah berwarna hitam legam.

"Ndhuk, cah ayu ...." Kalimat Ferdi diucapkan dengan penuh kekaguman.

Nadhifa tersipu malu, gadis itu hanya mampu tertunduk dan membiarkan bibir Ferdi menjelajah lebih jauh. Sementara Ferdi jelas tak menyia-nyiakan kesempatan. Lelaki itu menggigit pelan telinga Nadhifa sambil sesekali meniup dan menjilat mesra. Sebagai lelaki berpengalaman, jelas Ferdi sangat paham membangkitkan hasrat wanita.

Leher jenjang Nadhifa yang berkulit putih sangat kontras jika bersanding dengan rambutnya yang hitam legam dan sedikit bergelombang alami. Hal itu membuat Ferdi makin tidak tahan untuk segera menjamah. Disibakkannya rambut panjang itu ke belakang sambil sedikit menarik kepala Nana agar menengadah. Dengan begitu Ferdi lebih leluasa mencumbu lehernya.

Bibir Ferdi rakus menngecup area leher yang belum pernah terjamah lelaki. Hasrat yang menggelora membuat Ferdi sedikit hilang kendali. Ciuman yang awalnya lembut berubah menjadi gigitan kasar yang berbekas merah di leher sang kekasih.

"Aaahh ... ssshhhh ... Maaasss ...." Sebuah desahan lolos dari bibir Nadhifa.

"Astaghfirullah, Na!" Ferdi mendadak tersadar saat mendengar kekasihnya mendesah.

"Maaf, Na, aku hilang kendali," ucap Ferdi sambil menatap penuh penyesalan ke arah Nadhifa yang tampak acak-acakan akibat ulahnya.

Lelaki itu mengatur nafasnya, mencoba memadamkan gairah yang telanjur membara. Refleks, Ferdi mengambil jilbab Nadhifa yang sudah berserak di lantai dan menutupkannya di kepala gadis itu. Kemudian ditinggalkannya Nadhifa seorang diri. Langkah cepat Ferdi tertuju ke kamar mandi di sudut ruangan, berharap guyuran air dingin bisa membunuh hasratnya.

Agak lama Ferdi mendinginkan badannya. Namun saat ia keluar kamar mandi, netranya kembali disuguhi pemandangan yang menggairahkan. Nadhifa dengan bahu terbuka menampakkan kulit putihnya, sementara bagian tubuh lainnya tertutup selimut.

"Mas Ferdi ...," panggil Nadhifa mesra. Suaranya sengaja dibuat sedikit mendesah, berusaha memantik hasrat Ferdi yang baru saja padam.

Ferdi hanya berdiri terpaku. Kedua kakinya seolah menancap tak bisa digerakkan. Lelaki itu bergeming saat melihat Nadhifa berjalan ke arahnya. Siapa sangka, kekasih yang dikenalnya sebagai gadis alim, kini berdiri setengah telanjang di hadapannya.

Entah sejak kapan Nadhifa melepas semua pakiannya. Bahkan jilbab berbahan katun paris yang transparan, saat ini ia gunakan seperti kemben yang jelas tak mampu menutupi kemolekan tubuhnya, bahkan menambah gairah setiap lelaki yang memandangnya.

Tak munafik, Ferdi sangat menikmati keindahan surgawi yang tersaji di hadapannya. Kain paris transparan membuat puting Nadhifa tercetak jelas, bahkan bulu pubisnya yang tipis nampak sangat menggoda.

Ferdi memejamkan mata dan mengatur nafasnya yang kembali memburu, sekali lagi berusaha memadamkan hasrat kelelakiannya. Entah setan mana yang merasuki Nadhifa, gadis itu nekat merapatkan tubuhnya pada Ferdi. Tak cukup sampai di situ, Nadhifa sengaja menggesekkan payudaranya memancing nafsu Ferdi. Tangannya bergerak liar meraba titik kejantanan Ferdi. Meski tak pernah mengenal seks sebelumnya, statusnya sebagai mahasiswa kedokteran membuat Nadhifa paham benar di mana area sensitif yang membuat hasrat seks lelaki bangkit.

"Mas Ferdi, miliki Nana malam ini ...."

Runtuhlah benteng Ferdi. Meskipun rangsangan Nadhifa masih sangat kaku, tapi sudah cukup membuat Ferdi berada di titik nadir pertahanan dirinya. Kejantanannya yang sedari tadi sudah tegang menuntut untuk segera dipuaskan.

Rakus, Ferdi mencium Nadhifa dengan penuh nafsu. Tangan lelaki itu tak tinggal diam. Setelah merenggut kain penutup tubuh Nadhifa, ia melolosi pakaiannya sendiri. Kedua sejoli itu akhirnya polos tana sehelai benang pun.

Ferdi menambah tanda kepemilikannya di leher jenjang nan putih bersih milik Nadhifa. Sebagai lelaki yang sangat berpengalaman, ia paham titik rangsang wanita. Tangannya meremas dan memilin puncak payudara yang ranum, sementara tangan satunya mengelus pelan kewanitaan sang kekasih.

Tak butuh waktu lama, Ferdi membopong kekasihnya ke tempat peraduan. Kedua sejoli itu saling bergumul tanpa busana. Bibir Ferdi menjelajah ke bawah. Sasaran barunya adalah payudara montok yang menggodanya sejak tadi. Digigitnya pelan puting yang belum terjamah, sambil dihisap pelan agar mengurangi rasa sakit. Nadhifa hanya mampu mendesah. Gadis polos itu tak mampu mengimbangi permainan Ferdi.

Jari-jari Ferdi merambah bibir vagina sang kekasih. Masih terasa rapat saat Ferdi sedikit menguakkan kedua labia agar memudahkan jalan masuknya nanti.

Ferdi sedikit tersentak. Ia seperti mengingat sesuatu.

"Mas Ferdi ... Nana milikmu, Mas ... cuma ini yang akan bikin Pakdhe mau menikahkan kita." Kalimat yang diucapkan Nadhifa justru membuat Ferdi menghentikan aksinya.

Batin Ferdi bertarung. Alam bawah sadarnya mengatakan perbuatan mereka adalah zina yang berdosa sangat besar. Di sisi lain, nafsu syahwat yang menggelegak sangat butuh pelampiasan.

"Berbalik, Sayang!" ucap Ferdi serak. Tatapan matanya sayu, pertanda nafsunya sudah di ubun-ubun.

Nana menurut, ia beralih posisi menjadi tengkurap. Tak menunggu lama, kedua payudaranya dicengkeram kuat oleh Ferdi. Nana menjerit kesakitan, tapi tak ada tanda Ferdi melepaskan cengkeramannya.

Bongkahan pantat yang montok makin membuat Ferdi kesetanan. Ditamparnya berkali-kali hingga kulit putih itu berubah kemerahan. Jerit kesakitan Nadhifa seolah berlomba dengan desahan liar Ferdi.

"Mas, tolong jangan anal!" pinta Nadhifa memelas.

"Nggak akan, sayang! Mas bukan pelaku seks menyimpang," jawab Ferdi sambil mengecupi punggung Nadhifa yang terbuka.

Ferdi menggosokkan kejantanannya di bongkahan pantat seksi itu. Saat hasratnya tak lagi tertahan, lelaki itu menjepitkan penisnya di sela paha Nadhifa dan mendorongnya keluar masuk. Tangan dan mulutnya tak henti meremas, menampar, mencium, dan menggigit.

Desahan Ferdi makin keras saat dirasa aliran spermanya sudah mencapai ujung. Dengan lenguhan keras Ferdi menuntaskan pelepasannya di punggung Nadhifa.

"Cukup, Na! Maaf kalau kamu kesakitan dan sama sekali nggak menikmati. Aku sengaja, biar kamu nggak ngulangin lagi. Aku bisa ngasih kamu orgasme, tapi nanti kamu ketagihan. Aku nggak mau itu terjadi. Aku nggak mau menggaulimu hanya karena nafsu. Aku ingin memilikimu secara sah. Sekarang kamu tahu rasanya kan bedanya persetubuhan karena cinta yang suci atau hanya berlandaskan nafsu?" Ferdi mengucapkan kalimatnya penuh amarah. Selanjutnya lelaki itu bangkit untuk membersihkan diri, meninggalkan Nadhifa yang terdiam mengutuki dosanya.

Part ini hanya tayang sementara, dan akan saya unpublish kapanpun saya mau. Oh ya, silahkan menghujat Nadhifa, siap menerima hujatan 🤭

Cinta Terlarang di Masa PandemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang