Part 72

3.8K 147 42
                                    

"Halo .... Apa? Nana?" Ferdi mengangkat ponsel dan menjauh dari jangkauan pendengaran Fathan.

Fathan tersentak, tak menyangka secepat itu mantan istrinya menghubungi Ferdi. Namun, ditepisnya semua rasa sakit di hati. Toh Nadhifa tak lagi terikat pernikahan dengannya.

"Gus," ucap Ferdi setelah menyelesaikan pembicaraan di telepon.

"Ada yang harus saya bicarakan dengan njenengan. Ini menyangkut Nana ...."

"Apalagi, Fer? Semua sudah jelas kan!" potong Fathan cepat.

"Gus, saya mohon dengarkan saya! Setelah saya selesai menceritakan semua, monggo njenengan mau apa, itu terserah njenengan."

Ferdi mengambil sebatang rokok, menyalakan dan menghisap pelan. Kemudian ia mulai bercerita.

"Maafkan saya, Gus. Karena saya sudah merusak Nana. Lebih lagi, saya sangat mencintainya, bahkan sampai detik ini dan mungkin selamanya. Saya rela melakukan apapun untuk Nana, walaupun saya tahu dia salah ...." Ferdi menghembuskan nafas kasar.

"Termasuk berzina saat Nadhifa masih berstatus istri saya? Kalau cuma mau pamer perasaan cinta, saya nggak mau buang waktu untuk mendengarkan. Saya cuma mau bilang kalau ...."

"Nana nggak sebaik dan sesholihah yang Njenengan kira." Kata-kata Ferdi sukses membungkam Fathan.

"Njenengan sendiri paham kalau Nana tak pernah mempelajari agama secara khusus. Ilmu agamanya tidak mumpuni, begitupun fondasi akhlaknya. Dan sayalah yang memperparah buruknya perangai Nana." Ferdi kembali menghela nafas panjang. Lelaki itu butuh jeda sebentar sebelum melanjutkan.

"Tak usah saya ceritakan kisah kami saat pacaran yang seringkali melampaui batas. Walaupun saat itu saya masih sanggup menahan diri, tak sampai melakukan zina, tapi sebenarnya Nana tak sesuci yang dipikirkan banyak orang. Mungkin cuma saya yang tahu gimana Nana yang sebenarnya. Oh, ya, njenengan tahu Gus, kenapa saya baru melakukan hal terlarang itu sekarang tidak dari dulu-dulu?"

"Apa maksudmu, Fer?" Fathan meradang, pernyataan Ferdi sangat tidak sopan.

"Yah, karena saya sendiri yang menahan. Nana sudah berniat menyerahkan kesuciannya saat Pak Tarso menentang hubungan kami. Dipikirnya dengan begitu, njenengan dan keluarga besar nggak akan sudi melanjutkan perjodohan itu. Bahkan, sejak dulu Nana merencanakan untuk hamil anak saya. Jadi mau tak mau Pak Tarso pasti akan menikahkannya dengan saya." Ferdi bercerita panjang lebar.

Fathan kembali terpana. Ia sama sekali tak menyangka mantan istrinya adalah wanita yang memiliki akhlak sangat bobrok. Meski tak dipungkiri ada cemburu yang mendera saat tahu bahwa Nana sangat dibutakan oleh cinta terhadap Ferdi, namun ia merasa lega. Keputusannya melepaskan Nana sudah tepat.

"Baguslah kalau begitu." Fathan terdiam sejenak, berusaha menata hati yang hancur berkeping-keping setelah mengetahui kenyataan bahwa akhlak sang istri sama sekali di luar dugaannya.

"Kalian bisa bersama setelah ini. Aku sudah menceraikan Nana."

"Apa?!" Kali ini giliran Ferdi yang terpana.

"Gus? Maksud njenengan?" Ferdi berusaha memperjelas kalimat Fathan.

"Ya! Seperti kamu dengar, Fer. Secara syar'i Nana sudah bukan istriku lagi. Akupun akan segera mengurus ke pengadilan agama agar secara hukum negara perceraian kami resmi."

"Apa njenengan nggak bermaksud merujuknya? Baru talak satu kan? Artinya masih bisa dirujuk. Lagipula Nana dalam kondisi hamil. Masa iddahnya sampai dia melahirkan. Dan selama itu njenengan tetap wajib memberinya nafkah dan bisa merujuknya kapan saja."

Ferdi masih tidak yakin jika Fathan benar-benar melepaskan Nana. Bagaimanapun ia sangat paham bahwa Fathan sangat mencintai Nana, bahkan sejak lelaki itu masih remaja.

Fathan memejamkan mata. Dihembuskannya nafas dengan kasar.

"Pak Ferdi, sampeyan lupa? Bahkan cuma sampeyan yang tahu rahasia saya. Kelainan genetik saya, selain menyebabkan infertil, juga membuat saya tidak bisa ereksi. Lalu dengan cara apa saya menggauli istri?" ucap Fathan getir.

"Bahkan sampeyan sendiri kan yang merasakan selaput dara Nadhifa saat pertama kali merenggut kesuciannya."

"Tapi, Gus ...." Ferdi hendak membantah.

"Ah, maaf, saya lupa menjelaskan." Fathan tersenyum getir ke arah Ferdi.

"Saya dan Nadhifa tak bernah bercampur, istilahnya qobla ad dukhul. Dalam perceraian semacam ini, tak ada talak raj'i, hanya ada talak ba'in. Tak ada juga masa iddah. Yah, mungkin sampeyan ndak terlalu paham, Fer. Oke saya jelaskan." Fathan berucap sambil menatap Ferdi setengah mengejek.

"Dalam kasus cerai hidup entah talak entah khulu', masa iddah selama tiga kali suci digunakan untuk memastikan rahim si istri benar-benar kosong. Jadi mencegah adanya percampuran nasab. Pada perceraian qobla ad dukhul tak perlu membuktikan rahimnya kosong, toh pasangan suami istri belum pernah berhubungan seks. Tak ada masa iddah, tak ada kesempatan rujuk, dan tak ada kewajiban saya untuk menafkahi."

"Tapi njenengan masih bisa kembali pada Nana kan? Sepanjang bukan talak tiga yang dijatuhkan?" Ferdi masih berusaha memastikan.

"Talak ba'in sughro, itu yang terjadi pada kami. Tak bisa kembali kecuali dengan pernikahan ulang. Saya yakin, Nana tak akan mau mengulangi pernikanan neraka ini lagi. Soal janin dalam kandungan Nana, ia hanya akan bernasab pada ibunya ...."

"Tapi njenengan pemilik firasy nya. Jika njenengan mengakui anak itu, anak itu tetap jadi milik njenengan." Ferdi masih membantah dengan pengetahuan agamanya yang teramat minim.

Fathan tertawa getir.

"Pak Ferdi, semua yang njenengan ucapkan itu berlaku pada pernikahan bakda dukhul, yang keduanya sudah melakukan hubungan suami istri. Di mana suami bisa memilih apakah akan mengakui anak yang dikandung istrinya atau langsung menjatuhkan talak ba'in kubro yang tak dapat menikah kembali kecuali sang istri sudah menikah lagi dan berhubungan intim dengan suami barunya kemudian bercerai. Atau jika memang keduanya sama-sama keras kepala, ada pilihan untuk mengajukan li'an sehingga pernikahan putus untuk selamanya dan sama sekali tak ada jalan untuk kembali bersama." Fathan menjelaskan dengan gamblang.

"Jadi njenengan benar-benar sudah melepaskan Nana?" Ferdi kembali meyakinkan.

Anggukan Fathan tak membuat Ferdi yakin. Justru ia kembali mencecar dengan pertanyaan.

"Kalau memang tidak menginginkan Nana, kenapa tidak menjatuhkan talak ba'in kubro atau li'an? Dan kapan njenengan akan mengurus perceraian di pengadilan? Bukankah lebih cepat lebih baik? Saya tak sabar ingin segera membawa Nana dan calon anak saya." Ferdi tampak bernafsu.

Lagi-lagi hanya senyum getir yang diberikan Fathan.

"Demi nama baik keluarga. Sampeyan lupa? Semua yang saya lakukan, termasuk menikahi Nadhifa hanyalah demi kebahagiaan dan reputasi keluarga besar. Apa jadinya jika semua orang tahu saya mengajukan li'an?"

Kedua lelaki itu terdiam, larut dengan prasangka masing-masing.

"Pak Ferdi." Fathan setengah berbisik.

"Saya sudah mengikhlaskan sepenuhnya kalau sampeyan ingin memiliki Nana. Dia sudah saya lepaskan dengan cara yang baik. Meski tidak wajib, saya juga memberinya mut'ah yang pantas. Tapi sebelum itu, maukah sampeyan menerima syarat saya?"

Ferdi cepat-cepat mengangguk. Tak penting apapun syaratnya. Pasti akan dilakukannya demi memiliki wanita yang paling dicintai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Terlarang di Masa PandemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang