Part 35

8.3K 302 95
                                    

Siang ini usai kegiatan di laboratorium, Nadhifa mendapat pesan dari grup whatsapp residen bahwa dokter Ferdi menghendaki tentiran nanti sore. Ia bergegas menunaikan sholat dan menghabiskan bekal makanan yang dibawa dari rumah. Sejak pandemi Covid 19 merebak Nana selalu membawa bekal, meminimalisir potensi penularan.

Setengah berlari Nadhifa menyusuri lorong lantai 6, menuju ruang konferensi Bagian Patologi Klinik. Sesampai di sana teman-teman residen seangkatannya sudah menunggu. Tak ketinggalan beberapa R0 yang sedang nyantri. Dari pintu masuk ia sudah melihat sosok Ferdi duduk menghadap ke arahnya. Lelaki itu sedikit mengerlingkan senyum saat pandangan mereka beradu. Tahulah Nana apa maksud isyarat Ferdi. Lembar kopian hasil lab di depannya sudah merupakan jawaban.

Tulisan instalasi pengirim tertera "klinik infertilitas", Nadhifa pasti paham apa yang akan dibahas. Seperti biasa masing-masing residen diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat tentang interpretasi hasil lab, mekanisme patofisiologi, hingga pemeriksaan lain yang mendukung penegakan diagnosis. Beraneka topik yang dibahas, mulai analisa gas darah, pertanda infeksi baik serologis sederhana hingga yang lebih spesifik seperti C reactive protein. Disinggung juga aneka penanda tumor seperti CA 125, PSA, CEA, dan macam-macamnya.

"Dokter Dhifa, giliran Anda sekarang. Monggo bisa disampaikan interpretasi dan pendapat Anda tentang hasil di kertas itu?" Suara Ferdi tampak berwibawa.

Nadhifa sedikit tergagap. Beberapa saat ia kembali menguasai diri. Butuh beberapa helaan nafas sebelum dia berkata, "Njih, Dokter. Lembar hasil lab di depan saya berasal dari pasien klinik infertilitas dengan identitas wanita usia 38 tahun. Sepertinya direncanakan untuk menjalani teknologi reproduksi terbantu. Beberapa indikator penting yang harus di tes diantaranya AMH, LH, dan FSH. Anti Mullerian Hormone digunakan untuk mengetahui jumlah cadangan telur wanita. Jika hasilnya rendah, hampir dipastikan cadangan ovum tinggal sedikit dan kualitasnya kurang bagus. Di sisi lain, angka yang terlalu tinggi sangat mungkin karena PCOS ...."

"Tepat sekali, dokter Dhifa! Pada pasien ini kadar AMH nya sangat rendah. Masih ingat kan kuliah embriologi? Calon ovum dianugerahkan Tuhan sejak janin perempuan masih dalam rahim. Jumlahnya hak prerogatif Sang Pencipta. Hanya saja pelepasan ovum yang siap dibuahi bermula saat pubertas, di mana seorang wanita sudah mengalami menstruasi. Dalam kasus ini kadar AMH pasien sangat rendah, artinya teknologi secanggih IVF pun tidak bisa banyak membantu. Bersyukurlah para wanita yang bisa hamil alami!" Kalimat terakhir diucapkan Ferdi dengan penuh penekanan.

Nadhifa tidak butuh berpikir lama untuk mencerna maksud Ferdi. Namun ia tak mungkin bersikap frontal di hadapan khalayak. Pilihannya adalah kembali fokus pada kegiatan ilmiah dan melanjutkan paparannya, "Tentang kadar FSH dan LH, kedua hormon itu saling memberi umpan balik dan kadar keduanya digunakan untuk menilai apakah ada proses ovulasi yang menghasilkan ovum masak untuk dibuahi. Follicle Stimulating Hormone dihasilkan di hipofisis anterior. FSH berfungsi dalam pematangan folikel de graff yang berisi ovum. Kadar FSH sedikit menurun dan kembali naik bersama Luteinezing Hormone yang mencapai puncaknya saat proses ovulasi."

"Jadi apa kesimpulan Anda tentang pasien ini? Dan kenapa hanya dilakukan pemeriksaan tiga hormon ini?" Ferdi belum puas menanyai Nadhifa.

"Kadar FSH yang tinggi dan AMH rendah mencerminkan sedikitnya cadangan sel telur di ovarium, atau malah hampir habis. Tidak memungkinkan untuk diambil. Diperparah dengan kadar LH yang rendah, artinya pasien ini tidak mengalami ovulasi. Penelitian juga menyebutkan bahwa rendahnya kadar LH akan menghasilkan outcome yang buruk untuk proses IVF. Jadi pada pasien ini proses reproduksi terbantu tidak dilanjutkan karena kemungkinan berhasil sangat kecil. Pemeriksaan parameter hormonal juga tidak menyertakan kadar estrogen dan progesteron. Mengingat hasilnya sudah bisa ditebak dan tidak bermanfaat untuk kelanjutan terapi pasien. Kecuali jika pasien berkeras melanjutkan proses IVF nya, maka kedua hormon itu diperiksa agar nantinya bisa dilakukan tatalaksana sesuai kebutuhan," Nadhifa menjelaskan panjang lebar.

Cinta Terlarang di Masa PandemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang