Part 36

7.1K 309 33
                                    

"Lalu kenapa Njenengan mengorbankan semua itu cuma demi saya, Mas? Masih banyak perempuan lain yang mau jadi istri Njenengan. Itu jauh lebih baik daripada merusak rumah tangga saya dan Mas Fathan!" Nadhifa menatap nyalang, emosinya sudah meletup sejak tadi.

"Na, berapa kali harus kubilang? Aku mencintaimu! Aq nggak mau perempuan lain, cuma kamu!" Ferdi meraup mukanya, kesal.

Lelaki itu kembali menatap ke arah Nadhifa, wanita yang sudah ia sesap madunya dan sangat mungkin tengah mengandung benih hasil perbuatan laknat itu. Sejenak ia hembuskan nafas kasar, sebelum berkata lirih, "Karena aku laki-laki, Na! Sudah kodratku untuk berjuang mendapatkan apa yang kuinginkan ...."

Nadhifa sedikit tersentak. Ia menatap Ferdi dengan penuh tanya. Beberapa saat kemudian rasa ingin tahunya terjawab.

"Teori tentang embriologi manusia pasti kamu udah hafal, Na. Aku laki-laki berasal dari sperma Y, yang notabene lebih cepat geraknya dibanding sperma X yang membawa gen perempuan. Sayangnya sperma Y lebih cepat mati dan daya tahannya terhadap keasaman vagina lebih rendah. Allah Maha Adil kan, Na? Sperma Y diharuskan berlari cepat agar tidak terlalu lama terpapar pH asam. Kalau kelamaan nanti keburu mati dan nggak bisa nyampai ke ovum yang menunggu dalam diam di tuba fallopi." Ferdi terdiam sejenak. Matanya terpejam menahan gejolak misterius dalam dada. Tak dipungkiri rasa bersalah mendominasi hati kecilnya.

Ferdi menghela nafas dalam. Kemudian melanjutkan kalimatnya, "Nggak selesai sampai di situ, Na. Kamu paham betul pasti bahwa sel Sertoli yang dihasilkan di dalam testis mensekresikan MIS yang berfungsi menghentikan diferensiasi ductus Mullieri membentuk organ genitalia eksterna dan sepertiga bagian atas genitalia wanita. Testis juga memproduksi androgen yang membuat ductus wolfii berdiferensiasi menjadi vas deferens, epididimis, dan vesikula seminalis. Sejak masa embriologi, laki-laki dituntut untuk aktif menghasilkan semua hormon itu agar organnya sempurna. Sementara embrio wanita hanya pasif karena tidak perlu repot-repot menghasilkan dua hormon itu. Cukup membiarkan ductus mullieri berkembang tanpa hambatan dan ductus wolfii akan berdegenerasi dengan sendirinya menyisakan duktus Gartner yang akan berdegradasi setelah kelahiran. Jadi sudah dgariskan bahwa laki-laki termasuk aku tentu saja, harus aktif berusaha mencapai kebahagiaannya sendiri. Nggak boleh cuma berpangku tangan...."

"Njenengan jangan menyalahkan ayat Kauniyah atas perbuatan maksiat yang sudah Njenengan perbuat!" Urat leher Nadhifa bertonjolan, pertanda amarahnya sudah di ubun-ubun.

Namun ia masih berusaha melanjutkan kalimatnya, "Gusti Allah sudah mengatur bahwa hanya ada satu sperma yang bisa membuahi ovum. Sperma memang saling berlomba untuk jadi yang terbaik agar bisa membuahi ovum demi kelangsungan umat manusia. Ovum pun hanya mengizinkan satu sperma untuk memasuki dindingnya. Setelah mendapat satu sperma sebagai pemilik sahnya, zona pelusida pada dinding ovum akan menebal. Mencegah sperma lain yang berkerumun di luar untuk memasukinya dan mengacaukan proses genetik yang terjadi pada zygot karena percampuran macam-macam DNA."

Ferdi tersenyum senang. Wanita di hadapannya tetap saja cerdas seperti dulu. Teman diskusi yang seringkali mematahkan argumennya. Satu kalimat pujian terlondar dari bibirnya, "Kamu memang cerdas, Na!"

Nadhifa hanya tersenyum sinis membalas pujian Ferdi. Refleks tangannya memegangi dada kiri, berusaha meredam detak jantung yang memuncak karena emosi tak terkendali. Sayangnya, kalimat Ferdi selanjutnya membuat amarah kembali terpantik.

"Terserah apapun katamu, Na! Sayangnya, fakta bahwa rumah tanggamu dan Fathan sedang di ujung tanduk tak bisa terbantahkan. Kamu sadar kan Gus Fathan nggak permah menginginkanmu? Bahkan dia sudah menyaiapkan semua hal untuk berpisah sama kamu. Rumah di Hyatt residence harganya hampir lima milyar. Mini cooper yang kamu pakai juga hampir semilyar harganya. Aku juga tahu selain nafkah puluhan juta yang kamu dapat, Gus Fathan punya tabungan satu lagi yang berisi separuh harta yang didapatnya setelah kalian menikah. Jaga-jaga kalau kamu mengajukan khulu', meskipun tidak mendapat mut'ah tapi gono-gini yang kamu dapat cukup untuk hidup sejahtera. Lalu kenapa kamu masih mau bertahan, Na? Tiga tahun pernikahan, aku yakin suamimu nggak pernah bersikap manis. Jadi buat apa kamu memperjuangkan lelaki yang nggak pernah menginginkanmu jadi istrinya?" Kalimat Ferdi terdengar provokatif.

Nana tersentak. Perkataan Ferdi seperti menoreh luka pada hatinya. Memang benar semua yang diungkapkan mantan kekasihnya. Nana tak sanggup berlama-lama lagi mendengar ucapan Ferdi yang teramat menusuk. Ia beranjak pergi, tapi Ferdi menahan tangannya.

"Cerailah dari Fathan, Na! Aku yakin Gus Fathan akan sukarela menjatuhkan talak kalau kamu minta."

Nana tidak menjawab. Ia mengibaskan tangan Ferdi dan setengah berlari meninggalkan lelaki itu. Mencoba menyangkal omongan Ferdi, meski kenyataan membenarkan perkataan yang baru saja diucapkan.

●●●

Udara siang yang menyengat terasa membakar. Dinginnya air conditioner di ruang laboratorium tidak bisa mengalahkan lembabnya cuaca di musim kemarau. Kondisi itu memperparah rasa mual yang dialami Nadhifa beberapa hari terakhir.

Sudah beberapa lama Nadhifa berada di toilet. Ulu hatinya terasa perih. Semua isi perutnya terkuras keluar menyisakan cairan kuning yang terasa pahit. Sensasi rasa panas terbakar menyiksa kerongkongan saat asam lambung pekat naik mencapai rongga mulut.

Sedikit tertatih sambil memegangi perut, pelan-pelan Nadhifa kekuat dari toilet. Ia terkejut saat melihat Ferdi berdiri menunggu di depan pintu.

"Na? Kalau etunganku bener, kamu udah telat mens hampir seminggu," ucap Ferdi sambil sedikit memapah Nadhifa yang berdiri terhuyung.

"Ayo ke ruanganku!" Ferdi berkata tegas.

Nadhifa berjalan pelan memasuki ruangan Ferdi. Ia segera menuju kamar pribadi Ferdi yang digunakan jika dosennya itu mendapat giliran jaga. Pelan-pelan Nana merebahkan diri di kasur sambil mengatur nafas agar rasa mualnya sedikit berkurang.

Tak berapa lama Ferdi menyusul masuk sambil membawa tabung sampel, tourniquet dan seoerangkat kelengkapan infus.

"Na, kuambil darah ya! Aq mau mau cek Beta hCG mu sama sekalian nginfus. Lemes banget gini. Pasti dehidrasi."

Tanpa menunggu aba-aba, Ferdi memasang tourniquet di atas pergelangan tangan kiri Nadhifa. Jari-jari lelaki itu meraba dengan hati-hati umtuk mencari vena Basilika dan menusukkan abocath di situ. Sangat cekatan, Ferdi membuka tabung sampel dan mengalirkan darah melalui abocath ke dalamnya. Setelah dirasa cukup Ferdi menyambungkan abocath ke ujung selang infus dan menatur tetesannya.

"Agak cepet ya, Na. Biar cairanmu cepet terganti. Tak kasih Ondansetron drip sama bolus ya," tutur Ferdi sambil membuka ampul dan menyedot isinya ke dalam spuit. Baru kemudian dibagi dua, separo dimasukkan dalam flabot infus dan sisanya disuntikkan lewat selang infus.

"Kamu tunggu aja di sini! Badanmu lemes banget, jangan dipaksa aktivitas! Nggak usah khawatir, nggak akan ada yang berani masuk sini tanpa seizinku. Aku ke lab dulu ya, mau mastiin hCG mu. Aku yakin dalam rahimmu sedang tumbuh calon makhluk hidup." Ferdi mengecup kening Nana sekilas sebelum buru-buru keluar. Sepertinya tak sabar untuk segera mengetahui hasil pemeriksaan hCG kuantitatif.

Nadhifa tidak sanggup, bahkan sekedar protes saat Ferdi dengan lancang mendaratkan bibir di keningnya. Butiran bening yang meleleh di kedua pipi cukup mencerminkan suasana hati yang ikut bergejolak. Hati kecilnya berkata bahwa benih Ferdi telah bersemi di rahimnya.

Cinta Terlarang di Masa PandemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang