Setelah bel pulang berbunyi, semuanya sibuk mengemas barangnya masing masing.
“Dari tadi tumben diem aja Na” tegur Riri pada Ana yang sedang memasukkan novelnya kedalam tas.
“Ana kan emang pendiem Ri, kemana aja sih lu?” Sahut Anya.
“Pendiem apanya..” Anggi seperti menolak pernyataan bahwa Ana pendiam.
Ana menatap ketiga sahabatnya, “gue pacaran sama si Kevan aja kali ya?” ucap Ana tiba tiba membuat ketiga sahabatnya terperangah.
“hah? Pacaran?” Anya bertanya bingung, sebab, ia pikir Ana tidak menyukai kehadiran Kevan.
“pacaran beneran Na? Atau pacaran pura pura? kayak di sineteron gitu” Anggi melantur.
Ana menggaruk kepalanya yang tak gatal, “Gimana ya bilangnya, gue juga ga ngerti. Udah lah lupain. Yuk balik”
Ana pun bingung kenapa ia berkata seperti tadi.
Setibanya mereka di parkiran sekolah.
Anggi sedang berbicara pada teleponnya, tak lama ia kembali dengan raut wajah kesal.
“Ada apa Nggi?” tanya Riri.
“ngeselin, barusan supir gue telepon. Katanya mobinya mogok. Terus kita baliknya gimana?” Anggi mendengus kesal.
Tiba tiba saja ada yang merangkul Anggi “tenang aja beb, kan ada aku. Kamu pulang bareng aku aja”
Anggi merasa terkejut ia langsung melepaskan rangkulan itu, “ih apaan sih Ngga, main rangkul rangkul aja, lu kira gue sawah” Anggi mendengus.
Semuanya menatap Anggi, bingung.
“ish males lah, kalian mah ga ngerti lawakan gue. Ga seru ah” Anggi
menjawab tatapan tatapan itu.“ooo hahaha, kamu ngelawak ya beb. Lucu kok lucu. Aku sampe ga bisa ketawa saking lucunya” Angga merespon Anggi namun tawanya itu sangat terlihat dipaksakan.
“bodo ah” Anggi kesal lalu meninggalkan ketiga sahabatnya dan Angga, ia berjalan menuju halte.
“lah ngambek” Angga bingung, kemudian ia mengikuti Anggi untuk membujuknya.
Ana, Anya, dan Riri sedari tadi hanya diam, bisa bisanya Anggi menjadi seperti itu. Sepengetahuan mereka, Anggi bukan lah gadis yang mudah marah. Ia adalah gadis pemaaf.
“kalo lagi jatuh cinta ya kayak gitu tuh” Riri berkomentar.
Ana menggeleng gelengkan kepalanya.
“Maksud lu, si Anggi jatuh cinta sama si Angga?” Anya ingin memperjelas.
Riri menganggukkan kepalanya, “iya lah, sama siapa lagi dong kalo bukan Angga”
“Gue balik lah” Ana bersuara.
“Naek apaan?” Anya bertanya.
“Paling juga ama Kevan” Riri yang menjawab. Anya hanya ber-ooh dan menganggukkan kepalanya sebagai respon.
“Engga, gue mau naik taksi aja. Si Kevan dah balik keknya, udah ga kelitan. Biasanya kan bareng ama si Angga” Ana menjawab pertanyaan Anya.
“Balik duluan ya gue” baru saja ketiganya membicarakan pemilik suara tersebut.
Otomatis Ana dan ketiga sahabatnya berbalik, ternyata Kevan belum pulang. Jauh di belakang Kevan pun masih ada Alvin dan Daffa. Ana hanya memperhatikan Kevan, entah kenapa tiba tiba jantungnya tak karuan dan wajahnya memanas. Sepertinya Ana harus memeriksakan diri ke dokter.
Kevan menghampiri Ana, “sorry lama, tadi gue di panggil bu Riani dulu”. Ana hanya menatap wajah Kevan dengan tatapan yang tak bisa di jelaskan. Dengan melihat Kevan sedekat ini, jantung Ana semakin tak karuan.
Kevan tak mendapat respon dari Ana, Kevan mendekatkan wajahnya, “Na?”
Kevan juga menjentikkan jarinya untuk menyadarkan Ana.
Ana mengedipkan matanya berkali kali untuk mengontrol dirinya. Bisa bisa nya ia tampak bodoh seperti ini.
“Bengong?” Kevan malah bertanya pertanyaan yang tak seharusnya ia tanya.
Ana bingung ingin menjawab apa, ia sudah tertangkap basah. “Ah engga,” Ana mengelak.
“Eh iya, Ri, Nya ...” belum saja Ana melanjutkan ucapannya, saat ia menoleh kesamping ternyata Riri dan Anya sudah siap untuk pulang. Riri menebeng pada Alvin, sedangkan Anya dengan Daffa.
“Makanya jangan kebanyakan ngelamun Na, kita balik duluan ya. See you” ucap Anya, setelah itu merema meninggalkan sekolah.
Keadaan sekolah semakin sepi, hanya terdengar kendaraaan yang melintas.
“yuk balik, dah sore” Ajak Kevan, lalu ia meraih tangan Ana.Ana tak bisa menolak, ia mengikutinya saja. ‘gue tadi bengong lama ya? Kok Anya sama Riri udah di motor aja’ Ana membatin heran.
Ana menikmati angin sore bercampur polusi yang menyentuh wajahnya.
“Tutup kaca helmnya Na, nanti kelilipan” Tegur Kevan dengan suara yang keras.
Ana mendekatkan dirinya pada Kevan, “Gue ga budek, gausah teriak teriak”
Kevan hanya terkekeh.
“Aww, assshh perih sakit” Ana mengaduh tiba tiba.
Sesuai dengan omongan Kevan, Ana kelilipan.
Kevan menepikan motornya. Ia meletakan helmnya.
“Jangan di gosok gosok, diem” Suara Kevan terdengar sedikit galak.
Ana menurut saja, ia tak lagi menggosok gosok matanya. Kevan melepaskan helm Ana.
“Eh kok helm gue di lepas?” Ana protes, ia tidak tahu Kevan ingin melepas helmnya. Ia menutup kedua matanya.
“udah diem nurut aja.” Perintah Kevan.
Ana hanya berdeham menjawabnya.
Ana merasakan wajah Kevan mendekat, ia merasakan nafasnya.
Kevan membuka mata kanan Ana, ia meniupnya dengan halus. Otomatis wajah Kevan yang sangat dekat lah yang pertama Ana lihat. Jantungnya kembali tak karuan. Ia merasakan darahnya mendidih, wajahnya terasa panas.
Kevan menjauhkan Wajahnya, “masih sakit?” tanya Kevan.
“hah?” Ana merespon yang tidak jelas.
Ana menydarinya dan langsung menggelengkan kepalanya, “Engga kok, udah ga Sakit. Makasih Van” ucap Ana. Ia refleks ingin menggosok matanya, yang sebenarnya masih terasa tak nyaman.
Kevan langsung menahan tangan Ana, “jangan di gosok, tangan lu kotor”
Ana mencoba mengendalikan dirinya, “ih kek nafas lu bersih aja”
Kevan tertawa mendapati respon Ana. Ana membalikkan kalimatnya, ditambah wajahnya yang merah padam.
Kevan gemas.
“katanya udah ga sakit, kok muka lu merah?”
Ana langsung memegang kedua pipinya “merah?”
“oh ini, karena kepanasan” Ana menjawab asal tapi masuk akal.
Kevan melihat sekitar, nyatanya, matahari sudah mulai tenggelam jadi tidak terlalu panas. Tapi Kevan hanya mengiyakan agar Ana tak semakin gugup.
Mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah Ana.
‘kok gue deg degan ya? Kayak gitu doang kan gue udah pernah. Kenapa rasanaya sama ya?’ Ana membatin bingung.***
Jangan lupa vote, comment, share
Makasih banyak..❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Bodo Amat Girl
أدب المراهقينKenalin namanya Riana, sering di panggil Ana. Populer karena baik, cantik, dan ramah. Pernah punya semangat hidup, tapi semangatnya pergi begitu saja. Kevan, murid baru di SMA Pancasila. Ganteng, dan suka tebar pesona. Sepertinya ia akan menjadi sem...