Dua Puluh

803 31 0
                                    

Bunyi yang sedari tadi mereka tunggu akhirnya muncul. Sorak ramai disetiap kelasnya. Termasuk dalam kelas Ana, setelah guru pamit tadi. Semuanya mulai berkemas.

Kevan menghampiri Ana yang sedang berkemas. Cowo itu menepuk pundak Ana membuat yang ditepuk membalikkan badannya. Ana mengangkat alisnya seperti bertanya apa?

"WhatsApp gue kenapa ga di bales?" tanya Kevan langsung.

Ana menghela nafas kasar "udah di bales"

"tapi ga sesuai sama pertanyaannya"

Rasanya Ana ingin menjambak rambut Kevan, menyebalkan.

"kita mau ke kedai eskrim, pulangnya nanti sama gue" Riri yang sedari tadi di sebelah Ana menjawab.

Kevan melirik sebentar ke arah Riri, lalu menatap Ana di depannya.

"Apaan sih, udah ah sana" usir Ana sambil mendorong dorong bahu Kevan.

"ya udah, hati hati ya sayang, kalo ada apa apa langsung telpon aku ya" ucap Kevan sambil mengacak rambut Ana lalu meninggalkan Ana dengan sorakan dari ketiga sahabatnya.

"ciee udah sayang sayangan sekarang mah"

"awas baper, makanan jatoh belum lima menit juga di bilang sayang"

"aroma aroma udah move on ini mah"

Ledekan Anggi lah yang paling menghantuinya. Anya dan Riri yang menyadari perubahan raut wajah Ana pun memelototi Anggi yang bingung.

"udah lah, kuy" Ajak Ana meninggalkan ketiga sahabatnya yang merutuki Anggi.

"emang ada yang salah ya?" tanya Anggi dengan polosnya.

"ngomong sana sama tembok" geram Anya lalu meninggalkan mereka berdua.

Anggi menoleh ke arah Riri "Ri, emang gue salah ya?"

Riri menoleh ke arah Anggi lalu tersenyum "lo ga salah kok, Cuma ga bener aja"

***

Keempatnya sedang menyantap eskrimnya masing masing. Tak ada yang memulai berbicara, entah kenapa suasananya menjadi seperti ini. Ana merasakan yang tidak beres.

"udah ngga apa apa, iya bener kata Anggi. Gue udah move on" Ana bersuara tiba tiba membuat ketiga sahabatnya menoleh ke arah Ana semua.

"lo serius?" tanya Anya ragu.

"bukan, gue Ana. Gue bukan serius" jawab Ana ngaco.

Keempatnya berpelukkan, Ana recehnya sudah kembali.

"jangan galak lagi ya Na" pinta Anggi disela pelukan mereka.

"emangnya gue galak?" tanya Ana.

Mereka menyudari acara berpelukan mereka.

"jadi lo berhasil move on gara gara Kevan?" tanya Riri penasaran.

Ana menggeleng, "gue ga tau, tapi gue ngerasa nyaman, aman gitu kalo deket Kevan"

"fix kita harus bilang makasih sama Kevan" ucap Anya membuat Anggi dan Riri mengangguk setuju.

"eh nanti malem nginep rumah gue yuk" ajak Ana.

"tapi kita ga bawa baju sama buku pelajaran"

"ya nanti jam delapan an aja kalian kerumah gue nya" tawar Ana sambil menaik turunkan alisnya.

"ok setuju"

***

Ketiga sahabatnya sudah pulang kerumahnya masing masing. Ana masih saja menyantap es krim berasa matcha favoritnya. Pikirannya terus berkeliaran pada memori memori masa lalunya.

'apa iya gue udah move on?' Ana membatin bingung.

'harusnya kalo gue udah move on, gue semalem ga nangis'

'mungkin udah delapan puluh persen move on'

Ana meninggalkan kedai tersebut. Tiba tiba ada sebuah tangan yang menariknya. Ana berusaha menyeimbangi langkahnya. Ana melihat tangan itu, gelang merah yang Ana kenal. Ia tahu siapa yang membawanya.

Laki laki itu berhenti melangkah saat Ana sudah tak lagi berontak.

"Na, please gue minta maaf sama lo" pinta laki laki itu sambil menggenggam kedua tangan Ana.

"udah, gue udah maafin. Tapi kita udah ga bisa kaya dulu lagi Yan." Ucap Ana sambil melepaskan genggaman laki laki tersebut.

Laki laki tersebut dengan cepat menarik Ana kedalam pelukkannya. Ia merindukan Ana. Ana memberontak, ia tak ingin ada yang melihatnya.

"LEPAAS" teriak Ana, namun lelaki itu malah mengeratkan pelukannya.

Tiba tiba sebuah tinjuan mendarat di rahang lelaki tersebut. Kesempatan bagi Ana untuk melepaskan pelukan tersebut.

"Na lo ga papa kan? Kan gue bilang, kalo ada apa apa langsung telepon gue aja" ucap khawatir lelaki yang menolongnya lalu memeluk Ana dan mengecup puncak kepala Ana.

"gue ga papa Van" ucap Ana lalu melepaskan pelukan tersebut.

Lelaki yang Ana panggil 'yan' tersebut meninggalkan mereka berdua dengan amarahnya.

Setibanya mereka dirumah Ana. Ana menyerahkan helmnya. "makasih ya" ucap Ana.

Kevan meraih lengan Ana membuat Ana berbalik dengan tatapan heran.

"yang tadi itu siapa?" tanya Kevan penasaran.

"Temen" jawab Ana singkat. Tapi Kevan kurang puas dengan jawaban Ana.

"Cuma temen?"

Ana menganggukkan kepalanya yakin.

Kevan mengangguk paham, mungkin Ana belum sepenuhnya percaya padanya. Nanti akan ada saatnya.

Bodo Amat GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang