Lima

1.3K 59 8
                                    

Pagi ini Ana dan kedua sahabatnya sudah tiba di sekolah. Mereka memasuki kelas dengan girangnya.

Saat mereka melangkahkan kaki memasuki kelas. Ada pemandangan tak biasa, ini seperti mimpi rasanya tak mungkin. Mereka bertiga mematung di depan kelas. Seakan tak percaya dengan yang mereka lihat.

"Mimpi kok bisa samaan gini sih" keluh Anggi.

"Bangun yuk" ajak Anya lebih aneh.

"Rasanya ini bukan mimpi" ucap Ana datar terkejut.

Orang itu menghampiri Ana dan Kedua sahabatnya.

"Kalian ga kaget? Ga mau peluk gue nih?" Tanya Orang itu melipat kedua tangannya di perut.

"Jangan jangan itu setannya Riri" lirih Anggi melangkah mundur sedikit.

"Ya ampun kalian kenapa sih? Ini gue Riri, masa kalian ga percaya sama gue sih, ini gue beneran tau, bukan halusinasi" jelas Riri mulai kesal.

Ana melangkah maju mendekati Riri.

"Jawab pertanyaan gue, apa yang biasanya anggi lakuin sebelum tidur?" Tanya Ana serius.

"Garuk ketek, ngupil terus tempelin di mana aja" jawab Riri semangat sambil mengepalkan tangannya di udara.

"Selamat... anda mendapatkan dua juta rupiah, pajak di tanggung pemenang" heboh Anggi lalu memeluk Riri erat di susul oleh Ana dan Anya.

Mereka berpelukan erat sekali, tanpa mereka sadari ada seseorang yang ingin sekali ikut berpelukan di luar kelas sana, tapi karena gengsinya ia tak bisa. Setelah itu ia berlari entah kemana.

Setelah puas berpelukan mereka melepas pelukannya.

"Duduk dulu yuk, pegel gue bediri mulu" ajak Anggi dan di setujui oleh ketiganya.

Untunglah kursi di sebelah Ana masih kosong, jadi Riri bisa duduk di sana.

Setelah Riri meletakan tasnya ia duduk bersamaan dengan Ana. Anggi dan Anya pun duduk di tempatnya dengan posisi bangku yang menghadap ke belalakang.

"Eh Ri, pokoknya lo harus cerita sedetail detailnya sama kita" pinta Anggi pada Riri yang terkekeh.

Riri pun menarik nafasnya panjang lalu menghembuskannya halus."Cepet dong ceritain semuanya, se detail detailnya" pinta Anggi bersemangat

"Iya iya sabar napa" jawab Riri dengan senyuman dibinirnya.

***

"Tadi pagi pas lo cerita, gue belum kasih lo pertanyaan yang ada di kepala gue" ucap Anggi tiba tiba saat mereka sedang menikmati bakso di jam istirahat pertama ini.

"Emang lo mau nanya apa Nggi?" Ana ikut penasaran.

"Lo di sana beli ayam goreng mail ga? Trus ketemu upin ipin ga? Itu dia beneran ga naik kelas? Atau gimana? Ceritain dong Ri!"

Ana menggelengkan kepalanya. "Bukan temen gue".

Anya mengikuti gaya Ana lalu mengucapkan kalimat yang hampir sama. "Bukan temen gue juga, balikin sana, Riri lo nemu dimana sih?"

Riri terkekeh pelan "iya nanti gue balikin ke asalnya, di kedai uncle muthu" dan mereka 'pun terbahak bahak bersama.

Dan untuk yang kedua kalinya, seseorang di sana tersenyum getir, ingin sekali ia ikut tertawa di sana. Tapi alasannya masih sama, gengsi.

"Eh iya, kalian udah baikan sama Kesya?" Tanya Riri tiba tiba membuat wajah Ana lesu.

"Gue udah minta maaf, tapi ya lo tau sendiri dia orangnya gimana" jawab Ana datar sambil melahap bakso terakhirnya.

"Lagian ya, emang cowoknya aja yang kegatelan" Anya mulai terbawa emosi terdengar dari ucapannya yang ditekan.

"Udah lah ga usah di bahas, nanti juga dia tau" Riri menengahi dan mereka bangkit bersamaan untuk meninggalkan kantin.

Dalam perjalalanan menuju kelas, seperti biasa mereka mengobrol dan sesekali menyapa adik kelasnya.

"Anaa......" teriak seseorang membuat keempat gadis itu menghentikan langkahnya bersamaan lalu memutar badannya.

Di sana, Gina melambaikan tangannya lalu menghampiri Ana yang mengernyit.

"Kenapa Gin?" Tanya Ana langsung.

"Lo pergi ke ruang Osis sekarang, DARURAT" heboh Gina membuat Ana dan ketiga sahabatnya bingung

Ana menatap Gina bingung sambil mengerutkan dahinya.

Gina mendengus "Cepetan, ada yang kejang kejang di ruang OSIS" ucap Gina cepat.

Ana langsung berlari menuju ruang OSIS yang ada di lantai dasar.

Dan tibalah ia di ruang Osis. Ia memasuki ruangan yang sepi dengan penerangan yang kurang itu. Ana melangkahkan kakinya dan celingukan mencari siapa yang kejang kejang.

"Tadi kata Gina, ada yang kejang kejang, harusnya kan yang dipanggil itu Anya, bukan gue, lagi pula kalau kejang kejang dibawa ke UKS bukan ke ruang OSIS" Ana menggerutu.

"Gina kurang kerjaan apa gimana siih" geram Ana lalu ia berbalik untuk kembali ke kantin.

Saat Ana membalikkan tubuhnya.

Bruuk...

Pintu itu tertutup dengan keras.

Mungkin angin. Ana membatin mencoba menenangkan diri.

Ana mencoba membuka pintu itu untuk membukanya.

Cklek.

"Kok ga bisa" Ana bergumam bingung lalu ia mencobanya lagi dan lagi.

"Kalo gini sih harus di dobrak, maaf 'kan aku pintu" gumam Ana lalu berjalan mundur, untuk mendorong pintu itu.

Setelah merasa jaraknya cukup.

"Kyaaaaaa" Ana berteriak semangat dengan kedua tangannya yang siap mendorong pintu dan matanya yang tertutup karena menurut Ana itu akan menambah kekuatannya.

Bruuk....

Lho kok badan gue nabrak tapi tangan gue belum megang pintu. Pintunya kok ada tanganya sih? Ada detak jantungnya juga. Jangan jangan pintunya hidup terus dia marah gara gara mau gue dobrak. Aduh gimana ini? Gue bilang apa sama pintunya?. Ana membatin heboh sendiri.

Ana memberanikan diri untuk membuka matanya lalu ia mendongak dan mendapati seseorang yang tersenyum ke arahnya Ana 'pun sampai lupa jika ia di peluk oleh orang itu. Ana terhipnotis oleh senyuman itu.

"Udah belom mandangin wajah gue yang tampan nan mempesona ini?" Tanya orang itu menggoda membuat Ana tersadar.

Ana mendorong tangannya di dada orang tersebut untuk menjauh, tapi orang itu malah mengeratkan pelukan mereka.

"Lepas" ucap Ana dingin dan tegas.

Orang itu mengangkat sebelah alisnya

"Ada syaratnya" Orang itu berkata pelan dengan Ana yang masih di dekapannya.

Orang itu tersenyum miring "jadi pacar gue mulai sekarang"

Ana menggeleng kuat "ga" jawab Ana singkat.

"Kalo gitu, gue bakal terus gangguin lo sampe lo bilang mau, gimana?" Tanya orang itu sambil menjauhi wajah Ana dari dadanya menuju tangkupan tangannya.

Ana tersenyum sinis di dalam tangkupan tangan orang itu "terserah lo".

Setelah itu, Ana melepaskan tangan itu dari kedua wajahnya dan menjauh dari orang itu untuk segera keluar dari ruangan yang redup itu.

***

Bodo Amat GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang