Ana memilih tempat dekat dengan jendela. Kevan memanggil seorang pelayan wanita.
"Lo mau apa Na?" Tanya Kevan pada Ana.
"Matcha aja" jawab Ana tersenyum.
"Matcha satu sama oreo satu ya mba" ulangi Kevan pada pelayan itu.
Pelayan itu menganggukkan kepalanya "baik, di tunggu ya"
Kevan tersenyum lalu pelayan itu pergi.
Kevan mengalihkan perhatianya pada Ana yang sedang menopang dagunya. "Habis ini mau kemana lagi tuan puteri?" Tanya Kevan dengan kedipan matanya.
Ana terlihat berpikir mengetukkan jarinya di dagu. "Mau makan sate padang yang deket pasar" jawab Ana
Kevan mengerutkan dahinya "serius?"
Ana mengganggukkan kepalanya semangat. Setelah itu es krim mereka datang.
Hari mulai gelap, Ana dan Kevan berhenti di depan sebuah gerobak pedagang kaki lima.
"Ini yang lo maksud Na?" Tanya Kevan bingung.
Ana menganggukkan kepalanya semangat, lalu menarik lengan Kevan untuk duduk di trotoar.
"Pak, dua porsi makan disini" ucap Ana pada penjual sate padang itu.
Ana melihat ke arah Kevan yang terlihat tak nyaman "kenapa Van?" Tanya Ana pada Kevan.
Kevan menggelengkan kepalanya "no father Na, cuma ya gue bingung aja, kok lo mau sih makan di sini?"
Ana terkekeh "kenapa bingung, makanan di sini tuh enak enak semua Van, gue sih lebih suka makan di sini daripada di restoran restoran"
Kevan hanya manggut manggut menanggapi ucapan Ana, akhirnya ia menemukan yang ia cari.
***
Hari sudah gelap, Ana turum dari motor Kevan lalu melepas helmnya.
"Makasih ya Van, lo ga mampir kan?"
Kevan terkekeh "sama sama, besok gue jemput ya, tidurnya jangan kemaleman biar bangunnya ga kesiangan lagi" perintah Kevan lalu mengacak rambut Ana, cukup membuat Ana membeku seketika.
Ana terkekeh merasakan panas di seluruh wajahnya "ya udah pulang sana, nanti kalo udah sampe rumah WhatsApp ya"
Kevan mengedipkan matanya lalu mulai pergi meninggalkan Ana dengan senyuman dibibirnya.
Ana merebahkan tubuhnya di sofa lalu bergumam "gue ngapain minta di kabarin anjir, keluar deh sifat perhatian gue, kenapa sesusah ini sih buat jadi bodo amat"
"Baru jadi temen aja gue udah gini, gimana temen hidup" Ana terkekeh pada gumaman ngaconya.
***
+6381234567810
Udah sampe rumah, tidur jangan kemaleman
Ana melebarkan kedua matanya.
"Nomornya kok bukan nomor Kevan, dia punya nomor dua?" Gumam Ana bingung.
Oke, makasih yoo
+6281234567810
Iya sama sama. Udah sana tidur. Besok gue jemput.
Hm.. bawel
+6281234567810
Bawel bawel gini juga lo sayang kan?
NGAREP
+62812345678910
Serah deh yang penting gue sayang
Ana merasakan wajahnya memanas.
"Anjir si Kevan pake pelet apaan sih? Baru juga beberapa hari kenal, muka gue udah bisa panas gini" Ana mendumel sambil menepuk nepuk pelan pipinya.
+6281234567810
Ga usah ge-er, maksud gue, gue sayang sama paket gue, jadi mending lo tidur.
Bahu Ana merosot seketika. Baru saja ia terbang kelangit ketujuh kini kembali dijatuhkan kedasar bumi ketujuh.
Ana tidak membalas pesan itu, ia hanya membacanya lalu mematikan ponselnya.
Merebahkah tubuhnya dengan bibir tersenyum.
"Penasaran gue, telepon ah"
Menghubungkan lalu tersambung, ia tak mendengar suara apa apa, yang diseberang sana hanya diam.
"Lah, kok dia ga ngomong apa apa?" Ana semakin bingung.
"Coba deh, ke nomor yang satunya."
Kenapa Na? Baru aja tadi chatting, udah nelpon aja, kangen ya? Udah tidur aja, biar besok cepet ketemu sama gue
"Kepedean, kepencet, ga sengaja." Sergah Ana cepat.
Setelah itu Ana memutuskan sambungan teleponnya.
"Yang pertama di angkat dan dia diem aja, tapi yang kedua di angkat, dan dia kepedean" Ana bermonolog.
"Ga biasanya juga gue mikirin hal hal ga penting gini"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bodo Amat Girl
Teen FictionKenalin namanya Riana, sering di panggil Ana. Populer karena baik, cantik, dan ramah. Pernah punya semangat hidup, tapi semangatnya pergi begitu saja. Kevan, murid baru di SMA Pancasila. Ganteng, dan suka tebar pesona. Sepertinya ia akan menjadi sem...