Sembilan Belas

846 26 0
                                    

Gadis itu terus saja berguling guling sambil tersenyum. Kadang berteriak kecil sambil sesekali menepuk nepuk pipinya. "Gue ga gila kan?" gadis itu bermonolog.

Ingatannya kembali terputar pada kejadian kejadian yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat dan wajahnya memanas. Senyumannya kembali muncul lalu ia menepuk nepuk pipinya. "gue kenapa sih?"

"Rasanya seneng terus kayak gimana gitu" gadis itu kembali mengoceh tak jelas dan cengirannya muncul untuk kesekian kalinya.

"lebay banget ga sih?"

"kayak ga pernah deket cowo aja"

Gadis itu mengatur nafasnya, lalu mengikat rambutnya. "wake up Riana, wake up" ucapnya lagi sambil menepuk nepuk pipinya.

Ia berjalan menuju dapur, berniat mengisi perutnya. Setelah menyeduh mie instan, ia membawanya ke kamar.

Ana membuka room chatnya dengan Anya, ia sudah menanyakan darimana ia mendapatkan foto tersebut. Anya menjawab, ia tak sengaja melihat Ana di basement. Saat itu Anya sedang jalan dengan Daffa. Lalu, untuk foto di toko buku, Anya mendapatkannya dari Riri.

"Anya udah tidur belum ya?" gumam Ana sambil melirik jam dinding di kamarnya yang menunjukan pukul 21:30.

Baru saja ia ingin menghubungi sahabatnya itu, sebuah panggilan video masuk dan nama Kevan tertera disana. Ana kembali merasakan detak jantungnya yang tiba tiba tak karuan.

"ini normal ga sih, gue ga jantungan kan?" Ana bermonolog sambil memegangi dadanya. Ia mengatur nafasnya "gue ga ada apa apa, kenapa harus salting gini sih?"

Kemudian Ana menerima panggilan tersebut, 'mayan lah, lagi gabut gue' Ana membatin, menjadikan 'gabut' sebagai alasan ia menerima pangggilan tersebut.

Setelah menerima panggilan tersebut, muculah wajah Kevan dengan posisi tiduran sambil menyisir rambutnya kebelakang dan menjadikan lengannya bantalan. Tunggu dulu, Ana memperhatikan Kevan dia? Topless?

"Kenapa?"

"kangen sama calon pacar"

"oh"

Bukannya kegeer an, hanya saja saat ini kan Kevan sedang menghubunginya, lalu apa Kevan merindukannya?

"Na, mau liat perut gue ga?" tanya Kevan.

Ana menahan teriakkannya, ia sungguh ingat kejadiaan saat itu. Kevan membuatnya gila.

"ogah, perut lo buncit" tolak Ana, nyatanya ia menginginkannya, lumayan cuci mata.

Kevan mengarahkan kamera ponselnya pada perutnya, otomatis Ana menahan nafasnya lalu mematikan sambungan teleponnya.

"Anjir Kevan gila" geram Ana.

Ia merasakan wajahnya memanas, semua ini gara gara Kevan. Ia sedikit bingung, ia sudah biasa melihat yang seperti itu. Tapi menurutnya kali ini beda, membuat wajahnya memanas dan perasaan untuk berteriak.

"Gue kenapa sih?"

"Liat gituan aja segini lebaynya, kan udah biasa di tunjukkin sama Anya"

"Ga mungkin kan ya? Gue suka sama Kevan" Ana bermonolog sambil memegangi dada kirinya.

"Ya ga mungkin lah, gue aja baru baru kenal" Jawab Ana sendiri lalu tertawa hambar.

"Gue sama dia kan belum putus, kabarnya gimana ya?" Ana bergumam. Tiba tiba ia teringat dengan dia, ah apakah dia juga mengingatnya? Menghilang dengan tiba tiba?

Pertanyaan pertanyaan mulai muncul dikepala Ana membuat memori memori yang ia kubur kembali menghampirinya. Tak sadar air matanya menetes, ia menghapusnya dengan cepat. Mengatur nafasnya lalu menenggelamkan kepalanya di bantal.

Bodo Amat GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang