Pagi berganti malam. Semakin malam, semakin ramai pula tamunya. Setelahnya, Alexandra dapat melihat segerombolan orang dengan pakaian yang sama. Dia yakin itu adalah teman-temannya.
Alexandra pun menoleh ke arah suaminya. "Em, Mas ...," ucapnya berhati-hati.
"Dalem ...," balasnya lembut.
'tumben halus' itulah satu kata yang muncul di benak Alexandra.
"Ada apa?" tanyanya lagi karena tidak ada sahutan.
"Ah iya, saya boleh pinjem tangannya, nggak?"
"Tangannya siapa?"
Ingin sekali Alexandra memutar bola matanya malas, tapi segera ia urungkan, karena dia tahu itu bukanlah hal yang pantas untuk ditunjukkan kepada suaminya. "Tangannya Mas lah ...."
"Buat apa? Tangan kamu masih lengkap, 'kan?"
"Nah, 'kan, mulai judes dia," sungut Alexandra dalam hati, "Gini lho, Mas." Alexandra menarik perlahan tangan kekar itu, kemudian ia lingkarkan di pinggangnya.
Salah satu alisnya terangkat, apa istrinya itu butuh perhatian, tanyanya dalam hati. Meski demikian, dia sangat senang bisa melakukannya, ada rasa gugup juga gembira menyelinap di benaknya.
"Nggak papa, ya?" tanya Alexandra membuyarkan lamunannya.
"Iya," singkatnya.
"Jangan dilepas, ya, Mas." Alexandra tersenyum manis.
Azriel sempat terpaku. Meski begitu, dia tetap menjawab gumaman atas permintaan itu.Oke, Alexandra semakin semangat sekarang. Dalam hati dia mengharapkan agar Katherine segera melihat lilitan di pinggangnya. Alexandra semakin jelas melihat mereka. Dia bertanya dalam hati, baju apa yang mereka pakai? Bahkan Emma dan Salma juga memakainya.
"Assalamu'alaikum, Pak," sapa mereka bersamaan.
"Wa'alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh. Jadi ini serangamnya?" tanya Azriel.
"Hehehe ... iya, Pak," ucap ketua kelasku.
"Seragam apa emang, Mas?" tanya Alexandra mulai angkat suara. Seolah dia ingin menunjukkan, kalau dia juga ada di sana. Jadi, dia juga bisa diajak bicara, bukan cuman suaminya saja. Apalagi, semuanya cewek, 'kan? nggak lucu.
"Mereka inisiatif bikin seragam buat pernikahan kita."
"Wih, beneran?" tanyanya antusias.
Alexandra tersenyum puas, kala ia melihat Katherine yang sudah kebakaran jenggot. Sayangnya, Katherine pandai menyembunyikannya.
"Oh ya, nggak ada yang mau poto, nih? Nanti kalau udah siap, aku bawa ke sekolah, deh," tawar Alexandra.
"MAU!!" ucap mereka serentak.
Santri mana sih, yang nggak suka bisa keluar dari pondok, setelah lama diam di sana? Apalagi poto-poto, atau hanya sekedar memegang ponsel. Itu adalah kebahagiaan tersendiri bagi mereka."Ayo!" Emma yang paling bersemangat.
Setelah sesi poto bersama teman-temannya, kini datang juga orang yang paling tidak ingin dia temui.
"Selamat menempuh hidup baru, ya, Nak." Pria paruh baya itu tersenyum hangat kepadanya.
Tak kalah hangat dengan wanita yang ada dibelakangnya, beserta laki-laki jakung di belakangnya."Alexandra, semoga sakinah mawadah warahmah, ya." Wanita itu memulai aksinya.
"Iya, Yah, Tan," ucap Alexandra malas.
"Panggilnya--"
"Saya kurang nyaman kalo panggilnya nggak TANTE, Tan," balas Alexandra cepat. Bahkan dia tidak lupa menekan kata-kata itu. Hingga terdengar sedikit sarkastis.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-Gara Wasiat [END]
RomanceAlexandra Angelina Anderson. Dia seorang santri blasteran. Dia cantik, pintar, kaya raya, seolah dia tidak memiliki nilai minus. Namun, nyatanya tidak. Dia lahir di keluarga broken home. Dia hidup dengan di bawah kendali wasiat dari mendiang ka...