22. Surat

5.7K 544 6
                                    


Wanita itu sedang sibuk berkutat dengan peralatan dapur miliknya. Dia tersenyum saat merasakan ada sesuatu yang melingkar di pinggangnya. Dia sangat yakin, kini, suaminya tengah memeluknya.

"Hari ini kamu ngajar, ya?"

Yang ditanya tersenyum. "Iya, memang kenapa?"

"Semangat, ya!"

Alexandra tersenyum. Saat melihat bayangan dirinya dalam cermin. Dia terlihat sangat anggun saat menggunakan pakaian berwarna putih itu. Perutnya yang sudah mulai terlihat justru memberikan kesan manis padanya. Dia lihat di belakangnya ada suaminya yang masih terlihat segar karena baru selesai mandi.

Dulu dia benar-benar terpana saat melihat suaminya seperti ini. Bulir-bulir air masih bisa dilihat di tubuh suaminya. Bahkan dia bisa rasakan ada tetesan air yang membasahi pundaknya. Suaminya itu hanya menggunakan handuk yang menutupi pusar sampai dengan lutut. Huft, rasanya ingin di sini saja. Sekolah bisa dicancel, hehehe.

"Ini rambutnya kok kelihatan?"

Alexandra membulatkan matanya. "Beneran?"

Alexandra hendak memperbaiki tatanan rambutnya agar bisa tertutup sempurna dengan jilbab miliknya. Namun, suaminya dengan cekatan mengambil alih pekerjaannya itu. Dia tersenyum saat melihat raut serius dari suaminya.

"Ganti baju!"

Alexandra menaikkan satu alisnya. "Kenapa,  hari ini waktunya pakek baju putih, 'kan?"

Yeah, Alexandra mengenakan baju putih dikarenakan hari ini waktunya jajaran asatidz untuk mengenakan pakaian tersebut.

"Kainnya terlalu tipis. Nerawang di tubuh kamu." Suaranya sangat dingin dan menusuk. Sepertinya dia benar-benar tidak suka dengan pakaian itu

"Nggak terlalu kok, Mas," bantah Alexandra, tidak gentar.

"Ganti!"

"Tapi--"

Tiba-tiba suaminya mendekat ke tubuhnya dengan tatapan yang tajam. Seolah dirinya itu mangsa yang siap disantap. Dia otomatis mengambil langkah mundur untuk menghindari tubuh tegap itu.

Bruk!

Oh, tidak! Dia sudah terpojok. Tubuhnya sudah menyentuh meja rias miliknya. Dia benar-benar gugup sekarang. Suaminya langsung mengurungnya. Dia lihat di kedua sisi, ada lengan panjang milik suaminya yang siaga mengurungnya.

"Kalau gitu nggak usah sekolah, kita di kamar aja, sambil ...," ucapnya dengan tersenyum misterius dan alis yang dinaik turunkan.

Alexandra menatap terkejut wajah suaminya. "Oke, aku ganti baju!" pekiknya dengan kemudian segera pergi meninggalkan suaminya.

Azriel menoleh melihat kepanikan istrinya yang baru saja berlalu. Dia terkekeh. Sebenarnya pakaian itu masih di batas wajar. Hanya saja, dia tidak suka istrinya itu terlalu mencolok apalagi menjadi sorotan. Dia merasa khawatir, karena sekarang istrinya itu akan sering bertemu dengan Luqman. Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi.

                         •♥♥♥•

Hari-hari terus bergulir begitu cepat. Kandungan Alexandra sudah tumbuh besar. Perutnya bahkan membuncit melebihi ukuran tubuhnya.

Hari-hari berlalu dan kekhawatiran Azriel semakin bertambah besar. Dia takut Alexandra akan berpaling darinya. Entah mengapa dia bisa merasakan ketakutan itu. Padahal, dialah yang dulu mengatakan bahwa Alexandra tidak perlu khawatir jika akan kehilangan dirinya karena Alexandra berhak atas dirinya dari pada orang lain. Namun, mengapa dia merasa takut?

Gara-Gara Wasiat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang