20. Hadiah Haflah

6.1K 607 6
                                    


Azriel tersenyum melihat istrinya yang sedang menampilkan pertunjukan di atas panggung. Bait-bait berbahasa Arab itu melantun indah dari lisan mereka. Lantunan tersebut pula yang menghangatkan hati semua pendengar.

Drrrt ... Drrrt ... Drrrt

Ponselnya bergetar. Dia lihat, ternyata ummiknya yang baru saja menelponnya. Dia pun memilih pergi dan menjauh dari keramaian. Dia angkat ponsel pintar itu.

"Assalamu'alaikum ...."

"Wa'alaikumsalam, Nak. Kok nggak pernah berkunjung ke sini, to, Nak? Ummik juga kangen sama mantu Ummik."

Azriel meringis. "Iya, Mik, besok setelah haflah saya ajak Lexa ke sana."

"Ohh, iya, hari ini Lexa haflah, ya?"

Azriel tersenyum tipis. "Iya, Mik. Mohon doanya semoga lancar, ya, Mik ...."

"Tentu, Nak. Sampaiin maaf Abah sama Ummik ke Lexa karena nggak bisa hadir. Soalnya, kami baru bisa pulang besok."

Azriel lagi-lagi tersenyum. Meski nyatanya ummiknya itu tidak dapat melihat senyum itu. "Tentu, Mik."

"Kalau begitu Ummik matiin, ya! Ummik sama Abah masih di perjalanan pulang."

"Iya, Mik, hati-hati di jalan."

"Insyaallah. Kalau begitu, assalamu'alaikum ...."

"Wa'alaikumsalam ...."

Azriel segera pergi dari tempat itu dan kembali melihat acara haflah istrinya. Dia memaklumi ketidak hadiran orang tuanya. Sebab, mereka sedang dalam perjalanan pulang dari ziarah para wali.

Dia lagi-lagi tersenyum saat melihat istrinya dianugerahi penghargaan sebagai lulusan terbaik. Dia ikut bertepuk tangan dan tersenyum ke arah istrinya.

Yeah, Alexandra mendapat penghargaan sebagai lulusan terbaik.

Alexandra membelalakkan matanya saat mendengar namanya menggema di sound tersebut. Dia tidak percaya, dialah yang menjadi lulusan terbaik tahun ini. Dia tatap ke arah penonton, ada suaminya di sana. Suaminya tersenyum dan tengah bertepuk tangan kepadanya. Dia pun tersenyum sangat lebar untuk membalas senyuman manis itu.

                        •♥♥♥•

Acara haflah sudah selesai. Kepalanya celingukan mencari keberadaan suaminya. Dua alisnya dia tautkan dan bibirnya melengkung ke bawah. Kenapa suaminya hilang? Siapa yang menculiknya? Argh ....

Tiba-tiba ada yang menepuk bahunya dari belakang. Dia tersenyum, itu pasti suaminya. Dia balikkan badannya dengan semangat.

"Mas--"

Wajahnya menunjukkan raut kecewa saat ternyata itu bukan suaminya melainkan hanya mbak-mbak santriwati di sini.

"Ada apa, Mbak?"

"Ada yang mencari Mbak Lexa di depan madrasah."

Alexandra tersenyum, itu pasti suaminya. Tanpa membalas apa pun, dia pergi meninggalkan wanita tadi.

Saat sampai, dia tolehkan wajahnya ke kiri dan ke kanan. Hanya ada mbak-mbak.

"Eh, Mbak Lexa?" ucap seseorang dengan nada bertanya.

Alexandra dengan ragu mengangguk. Dia mengenal santriwati itu. Namun, tidak mengenal dekat.

"Di cari orang di belakang pondok, Mbak." Setelahnya dia pergi.

"Huh, siapa, sih? Usil banget!" gerutu Alexandra dengan raut masam.

Dengan kesal dia pergi ke sana. Dia hentakkan kakinya kuat karena kesal. Lagi-lagi dia memberengut kesal saat melihat di sana sepi tidak ada orang. Uhh, dingin. Alexandra menggosok-gosokkan tangannya. Mencoba mencari kehangatan.

Gara-Gara Wasiat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang