"Pak El?!?"
"Ssstt ...." Sarah mencoba menenangkan putrinya itu.
"Jangan keras-keras, Nak."
Satu hal yang terbayang di benak Alexandra, mungkinkah guru ini datang untuk menagih tugasnya yang belum ia tumpuk?
"Duduk, Nak."
Suara lembut bundanya berhasil menyadarkannya dari hayalan-hayalan yang hinggap di pikirannya.
Dengan kikuk, dia pun duduk. Duduk dengan setenang mungkin. Imagenya di depan guru garang itu tidak boleh hancur.
"Kamu udah kenal sama Nak Azriel, 'kan?" tanya Sarah.
"Sudahlah, Bun."
"Nah, Minggu depan kamu bakal nikah sama dia."
Deg!
Matanya membulat sempurna, jantungnya sudah berhenti berdetak, udara di sekitarnya terasa menipis. Benarkah ini? Dia akan dinikahi oleh gurunya sendiri. Guru tertampan dan tergarang seperti dia.
"D ... dia, Bun?"
"Iya, Sayang."
Dunianya terasa berhenti berputar. Bisakah ia menjalani ini?
"Ohh iya, kueku." Sarah langsung pergi meninggalkan mereka berdua di ruang tamu itu.
Alexandra menatap kepergian bundanya dengan pilu. "Bun, jangan tinggalin Xandra ...," batinnya berucap.
Alexandra tahu, kue hanyalah akal-akalan bundanya agar ia bisa berdua saja dengan ustadznya itu.
Perlahan Alexandra menatap mata itu. Dia adalah santri, dia sudah diajarkan bagaimana menjamu tamu dengan baik, dan sekarang adalah waktunya mengamalkan ilmunya itu."Dimakan kuenya, Pak." Dia masih saja kikuk.
"Besok akan ada wedding organizer datang ke sini. Kamu pilih saja yang kamu suka. Saya sibuk besok." Azriel bahkan tidak mengiyakan ucapan Alexandra tadi.
"Besok?" beo Alexandra.
"Iya."
"Emm, nggak bisa diundur, Pak?" tanya Alexandra dengan penuh harap.
"Tidak!" ucap Azriel tegas.
Alexandra meringis saat mendengar nada bicara gurunya itu.
"Kenapa?" tanyanya, perhatian mungkin?
"Anu ...."
"Jangan anu-anu lagi, capek saya dengernya."
"Hadeh ... ngomong aja belum, udah disemprot," ucapnya dalam hati.
Jujur saja, Alexandra ingin pernikahan ini diundur. Bagaimana kata dunia saat lemon tercantik di pondok Al-Ghazali menikah di usia delapan belas tahun? Belum lagi Katherine, dia pasti sudah cerewet ini itu. Dia belum siap, sama sekali belum siap.
"Anu apa, Nona Anderson?" ucap Azriel menunggu jawaban.
"Saya kepengen pernikahan ini diundur ...," ucap Alexandra penuh harap.
Azriel menaikkan sebelah alisnya bingung. "Dengan alasan?"
Alexandra memainkan ujung kerudungnya, dia gugup, sangat gugup. "Saya belum siap, Pak."
"Kenapa belum siap? Kamu udah mempelajari kitab Fathul Izar, 'kan? Ilmu udah ada. Terus apa yang belum siap? Kamu udah dikasih tau ini pas dua Aliyah, 'kan? Seharusnya kamu udah siap."
"Iya, Pak." Tidak ada jawaban lain selain itu.
"Lalu hal apa yang belum siap?"
"Saya belum siap kalo harus nikah sama Pak El." Alexandra kini berani mengungkapkan pendapatnya, karena Azriel yang mulai mendesak dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-Gara Wasiat [END]
RomansaAlexandra Angelina Anderson. Dia seorang santri blasteran. Dia cantik, pintar, kaya raya, seolah dia tidak memiliki nilai minus. Namun, nyatanya tidak. Dia lahir di keluarga broken home. Dia hidup dengan di bawah kendali wasiat dari mendiang ka...