Alexandra mendengar ada keributan di bawah sana. Ada apa? Dengan ragu dia melangkah dan mengintip ke luar. Mulutnya menganga saat melihat tubuh suaminya terduduk di lantai dengan berbagai luka menghiasi wajahnya. Apa dia harus turun dan mencegah ayahnya untuk melakukan hal yang lebih parah?Buhg!
Buhg!
"Ayah!"
Frank seketika berhenti dan membalikkan badannya menatap ke arah seseorang yang memanggilnya.
Dia tersenyum. "Iya, Nak."
"Berhenti!"
Frank tersenyum sinis. "Dia pantes dapetin itu."
"Ngaca, Yah! Ayah juga kayak gitu dulu," ucap Alexandra sinis.
Deg!
Ucapan putrinya sungguh melukai relung jiwanya. Dia melangkah mundur, dan langsung pergi dari rumah itu.
Azriel menatap istrinya. Senyum tipis ia hadiahkan untuk istrinya, namun, istrinya justru pergi kembali ke kamar.
"Nak, ayo duduk."
Suara Sarah mertuanya mengalihkan pandangannya dari kamar sang istri. Azriel kemudian tersenyum sambil menatap ibu mertuanya.
Sarah membantu menantunya itu untuk duduk. "Bunda ambilin p3k, ya!"
"Nggak perlu, Bun," ucap Azriel dengan mencoba menahan rasa sakit yang menyerang sekitar bibirnya.
"Loh, kenapa?"
Azriel tersenyum dan menggeleng samar. Dia merasa bersyukur karena setidaknya dia masih diterima oleh ibu mertuanya.
Malam pun tiba. Kini, Azriel sedang duduk di kursi taman yang ada di tepi kolam renang. Tatapannya kosong. Dia bingung. Harus dengan cara apa dia bisa mendapatkan maaf dari istrinya. Dia tidak bisa terus berjauhan dengan istrinya. Dia benar-benar ingin mengikis sekaligus menghilangkan jarak yang membentang lebar diantara mereka.
Lalu apa yang harus dia lakukan?
Alexandra turun dari kamarnya. Dia berjalan menuju dapur. Dia tersenyum saat melihat kehadiran bundanya.
"Malam, Bundaku Sayang ...."
Sarah tersenyum. "Malam juga, Sayang."
"Masak apa, Bun?"
"Menu biasa."
"Ohh."
"Nak," panggil Sarah.
"Dalem," sahut Alexandra.
"Kamu nggak mau ngobatin lukanya suami kamu?"
Alexandra menautkan kedua alisnya. "Luka? Luka yang mana?"
"Ck, tadi sore suami kamu digebukin--"
"Loh, belum diobatin?" tanya Alexandra dengan mata membulat.
"Belom."
"Kok, nggak Bunda obatin, sih?" Bibir Alexandra mengerucut sebal.
"Dianya nggak mau, kok."
Alexandra memanyunkan bibirnya karena kesal. "Sialan, tuh suami," gerutunya kesal.
Alexandra tahu tipu muslihat dari suaminya. Pasti, suaminya menolak bantuan bundanya agar dia bisa mendapatkan pengobatan dari dirinya.
"Kamu bilang apa, Nak?" tanya Sarah yang seperti mendengar sesuatu.
Alexandra gelagapan. "Eh, nggak, kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-Gara Wasiat [END]
RomanceAlexandra Angelina Anderson. Dia seorang santri blasteran. Dia cantik, pintar, kaya raya, seolah dia tidak memiliki nilai minus. Namun, nyatanya tidak. Dia lahir di keluarga broken home. Dia hidup dengan di bawah kendali wasiat dari mendiang ka...