Seburuk apapun dia, bukan berarti buruk juga di mata gue.
Sejahat apapun dia, bukan berarti selamanya dia akan berlaku jahat pada semua orang.________
Di pagi hari yang cerah, Darel tengah bersiap-siap untuk menjemput Bernika. Dirinya menunggu di sofa ruang tamu sendirian. Lantaran papah Bernika sudah pergi kerja sejak lima belas menit yang lalu, sementara mamahnya sedang menemani Bernika sarapan. Darel juga tadi dititah untuk sarapan bersama, tapi Darel menolak karena sudah sarapan di rumah.
Menunggu bukan lah yang menyenangkan bagi kebanyakan orang, tapi tidak untuk Darel. Menunggu adalah hal yang paling bahagia, terlebih menunggu sang pujaan hati.
"Yuk, beib!" Bernika mengajak Darel untuk segera berangkat. Tak lupa juga Darel pamit pada mamah Bernika.
Ketika orang tuanya tahu, Bernika berpacaran dengan Darel, tanggapan mereka ialah senang. Setelah mengobrol sebentar bersama Darel, orang tuanya sudah langsung klop begitu saja. Terlebih, Darel ini bukan anak berandal seperti kebanyakan siswa sekolah lain.
Darel menggunakan motor besarnya ke sekolah. Untung saja, Bernika tidak masalah akan hal itu. Justru, Bernika senang menaiki motor Darel ini.
Menurutnya, itu hal yang menyenangkan, terlebih bersama Darel.
Bernika tersenyum lantaran tangannya di masukkan ke dalam saku hoodie hitam milik Darel. Meskipun matahari sudah menampakkan sinarnya, tapi tetap saja ia merasa dingin karena laju motor Darel cukup kencang.
"Sayang, nanti pulang sekolah aku mau latihan voly. Kamu mau nungguin atau aku antar kamu dulu?" tanya Darel dengan sedikit berteriak.
"Aku nunggu kamu aja, males buru-buru pulang ke rumah." Bernika menjawab seraya memajukan wajahnya ke depan.
Darel hanya mengangguk dan tersenyum dibalik helm full facenya.
Selama menempuh dua puluh lima menit perjalanan, akhirnya mereka sampai ke sekolah. Banyak yang diam-diam menatap Darel dengan tatapan memuja, tapi hal itu tak berlangsung lama, karena mereka takut terhadap Bernika. Mereka tidak ingin berurusan dengan iblis SMA Dewangga.
***
Kegiatan hari ini sungguh melelahkan bagi seluruh kelas sebelas SMA Dewangga. Pelajaran yang padat juga adanya praktik kimia di ruang laboratorium.
"Eh, Rel, mau kemana?" tanya Ezra saat Darel tak mengarah ke kelasnya melainkan berbalik arah.
"Biasa," jawab Darel disertai senyuman. Darel pun berlalu pergi dengan meninggalkan Rama, Ezra, dan Janu yang kini dengan raut kecewa.
Semenjak hadirnya Bernika, waktu untuk mereka bermain berkurang. Yang tadinya sering ada waktu, sekarang Darel lebih mementingkan Bernika.
Bahkan saat mereka merencanakan untuk berkumpul bersama, selalu saja ada alasan yang diberikannya pada mereka. Juga, Bernika selalu menggagalkan dengan berbagai cara, agar Darel tidak bisa berkumpul bersama Rama, Ezra, dan Janu.
Menurut Janu, sahabatnya berubah. Cinta boleh tapi bodoh jangan. Kalau pacaran hanya bisa diatur-atur untuk apa? Memang, suatu hubungan itu mempunyai aturan, tapi kalau sampai terkekang dan merasa tak bisa bebas untuk waktunya sendiri sama saja bohong. Lebih baik sendiri dibandingkan punya pacar.
***
"Kenapa, beib? Kamu kok ke sini? Kan masih ada kelas lagi habis ini?"
"Mau nemuin kamu aja, kangen." Darel menjawab seraya menjawil hidung mancung Bernika. Dan Bernika terkekeh dengan sikap Darel.
Setelah percakapan mereka yang sebentar, Darel pun berlalu ke kelasnya. Tadi dirinya hanya ingin memastikan saja, jika Bernika tidak macam-macam hari ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Heart's Owner (End)
Teen Fiction"Entah sudah berapa kali aku di bodohi, tapi tetap saja masih bertahan." ______ Darel Arfanda Migler. Hidup dengan penuh kebahagiaan, di mulai dari keluarga, sahabat, bahkan kekasihnya. Siapa yang tidak tahu Darel? Dia berpacaran dengan cewek popul...