Cerelia terbangun dari tidurnya yang lelap. Semalam, sejak Darel mengantarnya ke kamar dan menemaninya sebentar untuk memastikan jikalau ia baik-baik saja, mata itu tak bisa terhindar untuk segera terpejam. Lantaran terlalu lelah berpikir dan menangis.
Segera ia menyambar handuk yang menggantung, lalu menuju kamar mandi.
Kini Cerelia sudah rapi dengan seragam serta tas yang tersampir di pundaknya. Ia membiarkan rambutnya di gerai dengan jepit di kedua sisi.
Matanya tak sengaja bertemu dengan mata Sintya. Hanya sebentar, karena ia masih merasa kecewa dengan Kakaknya itu. Menuruni anak tangga dengan cepat, dan melewati Citra begitu saja yang datang dari arah dapur.
Ia sudah tidak peduli lagi dengan mereka. Toh, mereka juga bukan siapa-siapanya. Hatinya amat sangat sakit, saat tahu kebenarannya. Terlebih Citra sudah tak ingin menganggapnya anak. Namun saat ini, ia bertahan karena Bram. Dia lah satu-satunya alasan Cerelia bertahan di kediaman Bram. Dan jujur saja, ia belum yakin jika harus keluar dari rumah tersebut. Akan kemana nanti tujuannya? Semua fasilitas dan keuangan, Bram yang menanggung.
Cerelia berjalan dengan tergopoh-gopoh. Motor yang biasa ia kendarai di sita oleh Citra. Kuncinya yang memang ia simpan di meja belajar, tiba-tiba hilang begitu saja. Setelah ia cari, Citra muncul dan langsung berbicara jika motor yang ia pakai akan di sita, sampai Bram pulang dari luar Kota.
Sungguh, Citra benar-benar mampu membuatnya kecewa dan amat sangat kesal. Motor itu ialah pemberian Bram saat ia menjuarai bela diri Karate tingkat Provinsi. Itu mampu membuat Bram langsung memberikan sebuah sepeda motor padanya. Karena selama ini, Cerelia jarang sekali meminta di belikan barang, terlebih dengan harga yang tinggi. Cerelia bahkan tidak pernah merengek untuk dibelikan sesuatu. Ia sangat berbeda dengan Sintya, yang justru kebalikannya.
Cerelia mulai menaiki bus yang biasa mengantarnya sampai ke sekolah. Ia mendudukkan bokongnya di kursi tengah dekat jendela. Dengan memasang earphone dan menyambungkannya melalui ponsel. Lagu berjudul easy on me dari penyanyi terkenal Adele, kini mengalun indah di telinganya.
***
"Kak, gak jemput Kak Lia?" ujar Liovanda pada Darel dalam boncengannya.
"Cerelia maksudnya?" tanya Darel memastikan.
"Iya dong, Kak, masa orang lain."
"Cerelia udah jalan naik bus. Dia tadi chat Kakak." Liovanda hanya mengucapkan kata 'Oh' pada mulutnya.
Beberapa menit kemudian, Liovanda sampai di sekolahannya. Sementara Darel langsung pamit jalan kembali menuju sekolah. Selama di perjalanan, ia memikirkan tentang Cerelia yang ternyata kehidupannya jauh di katakan baik. Dia terlalu pandai menutupi semuanya. Terlihat ketus dan angkuh, itu yang selama ini orang lain lihat. Namun, kenyataan itu jauh dari bayangan mereka, termasuk dirinya.
Darel memasuki gerbang saat dirinya telah sampai di SMA Dewangga. Tempat yang selama ini untuk menimba ilmu.
Seusai memarkirkan motor. Dirinya berjalan dengan tangan kanan yang memainkan kunci motor, dan tangan kiri berada di saku celana seragamnya.
Meskipun Darel sudah putus dengan Bernika, tapi pesonanya tidak luntur begitu saja. Bahkan mereka lebih memilih Darel yang sekarang dibandingkan dulu. Alasannya sederhana, tidak berurusan dan tidak diatur di bawah ketiak the queen of bullying, yang tak lain ialah Bernika.
Saat sampai koridor, dirinya di kejutkan dengan tepukan di pundak. Saat ia menoleh ke belakang, ternyata itu Cerelia dengan memasang wajah datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart's Owner (End)
Подростковая литература"Entah sudah berapa kali aku di bodohi, tapi tetap saja masih bertahan." ______ Darel Arfanda Migler. Hidup dengan penuh kebahagiaan, di mulai dari keluarga, sahabat, bahkan kekasihnya. Siapa yang tidak tahu Darel? Dia berpacaran dengan cewek popul...