16. Kencan?

88 8 0
                                    

Rasa rindu kian datang. Rindu yang sulit untuk terbantah.
Melihat mata teduh itu, mampu membuat pikiran menjadi kacau.
Entah sejak kapan hal ini terjadi, yang pasti ... kau yang sudah membuatku menjadi gila setiap hari.

________

Darel sejak tadi mengetukan jarinya di meja. Ia menunggu bel pulang sekolah berbunyi. Tak kuasa ia menahan rasa gusar. Ingin sekali pelajaran ini berakhir dan bel sekolah berbunyi nyaring.

"Heh, lo kenapa si? Gak fokus banget perasaan dari tadi." Rama menegur Darel, kala mendapati sahabatnya yang tidak fokus juga tengah gusar.

"Pengen cepet pulang."

Rama menganga kala perkataan Darel barusan. Ia juga mengernyitkan dahinya tanda bingung.

"Ya ampun, Rel. Pengen cepet pulang sampai segitunya? Atau lo lagi nahan boker ya, makanya dari tadi badan lo gak bisa diam." Darel mendengus dengan ucapan Rama.

"Bukan lah, anjir. Gue pengen cepet pulang karena lagi nahan rindu."

"ANJAYANI!" Darel melotot dengan tingkah Rama yang seakan-akan begitu shock.

"Rama, apa maksudnya? Kenapa kamu berkata seperti itu? Mau Ibu hukum kamu berdiri di depan sampai pulang nanti?" Bu Arini menegur Rama, lantaran perkataan Rama yang begitu keras dan tidak jelas. Padahal semua murid sedang diam, lantaran mencatat yang sudah tertera di papan tulis. Tapi dengan tingkah Rama yang memang membuat mereka geleng-geleng kepala, mampu membuat mereka semua menatap Rama horor sekaligus menahan tawa dengan tingkah dan wajahnya yang konyol.

"Hehe, enggak, Bu. Maaf saya cuma lagi shock aja, tadi kecoa lewat pake baju warna hijau. Bertransformasi sebagai nyai roro kidul kali ya." Sebagian murid tertawa dengan ucapan Rama. Memang murid satu itu bikin orang kesal saja dengan tingkahnya.

Bu Arini hanya menghela nafasnya. Lalu ia memerintah pada semua muridnya untuk melanjutkan mencatat kembali. Kalau meladeni Rama, sampai monyet kawin sama kerbau pun, gak akan selesai-selesai.

***

"Aku ... rindu ... setengah mati kepadamu, ku hanya ingin kau tahu ...."

"Berisik, nyet!" Darel menghentikan suara Rama yang bernyanyi, dengan tangannya yang membekap mulut sahabatnya itu.

"Pleehh, hih tangan lo bau terasi." Rama mengatakan itu seakan-akan benar adanya.

Darel sih bodo amatan dengan tingkah Rama. Ia memasukkan buku serta alat tulisnya dengan cepat. Ia juga tak lupa menyimpan ponselnya di saku celana.

"Buru-buru banget si, Rel, lo mau ke mana?"

"Mau nemuin seseorang. Dah lah, gue cabut duluan, bye." Darel berlari keluar kelas, mengabaikan Ezra dan Janu yang bingung.

"Ram, kenapa tuh anak?"

"Lagi rindu katanya."

"Hubungannya apa ya, nyet!"

"Gak ada sih, tapi dia bilang begitu tadi. AHH, GUE TAHU."

"Toa, bangsat!" Ezra menggeplak kepala Rama dengan kesal. Rama itu suka sekali berteriak. Untung saja di dalam kelas sudah sepi, hanya ada mereka bertiga. Jika masih ramai, telinga mereka bisa-bisa rusak oleh suara Rama yang begitu nyaring.

Heart's Owner (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang