29. Kebahagiaan

79 9 0
                                    

Pagi hari telah menyambut tidur Darel yang nyenyak. Saat Bram menitah untuk jalan keluar bersama Cerelia, Darel bahagia luar biasa. Bahkan senyumnya yang dikatakan orang itu sangat jarang ditunjukkan, kini dengan bebasnya meluncur bahkan di depan umum. Banyak dari cewek-cewek yang melihat memekik tertahan akibat senyuman Darel.

Liovanda yang sejak tadi sudah berada di ambang pintu, mengernyit heran melihat kelakuan Kakaknya.

"Kak, kenapa si? Tuh mulut kalo kebanyakan senyum nanti kering baru tahu rasa."

"Iri aja, lo." Liovanda hanya memutar bola matanya malas. Kemudian ia memilih untuk turun, guna menyantap sarapan yang sudah dibuatkan oleh Kinanti.

Beberapa menit kemudian, Darel sudah rapi dan menuruni anak tangga dengan cepat.

"Kak, lagi kasmaran, ya? Dari tadi tingkahnya aneh."

"Tahu apa si bocil."

"Ish, aku udah gede, ya, bukan bocil." Liovanda memberengut kesal lantaran di panggil bocil (bocah kecil). Ia tidak terima Kakaknya memanggil dengan sebutan itu. Berasa seperti anak sekolah dasar.

"Rel, Papa sudah minta Hamid untuk urus Apartemen yang ada di jalan Renggala. Nanti kalau ada apa-apa, Cerelia bisa langsung menempatinya." Perkataan Fitho, mampu membuat Darel terkejut. Memang ya, Fitho dengan segala keuangannya. Kalau bukan manusia sejenis Fitho, mana bisa mendapatkan akses Apartemen dengan mudah. Papanya itu memang gak ada duanya.

"Siap, Pa. Tapi Darel berharap si, gak akan ada hal yang aneh di keluarga Bram. Semoga Cerelia baik-baik aja."

Kinanti mengangguk setuju dengan ucapan Darel. Rasa simpatinya keluar begitu saja, "Aamiin, semoga Cerelia baik-baik aja. Mama juga gak tega membiarkan Cerelia tersiksa begitu lama."

***

Rama yang sedang berjalan bersama Janu, dikejutkan dengan rangkulan oleh satu manusia yang baru datang. Ia merangkul pundak keduanya dengan penuh semangat.

"Semangat banget lo, Rel. Kaya dapet hadiah spesial aja."

"Oh jelas. Gue lagi bahagia banget sejak kemarin, hingga pagi ini."

Janu melirik Darel sekilas, tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Kemudian ia bertanya, "Gimana dia? Ada kendala lagi?"

"Kali ini, dia memilih untuk gak peduli. Gue si maunya gak akan terjadi apa-apa lagi." Darel menjawab dengan nada lirih.

Rama menepuk pundak Darel, ia memberi semangat padanya. Agar masalah Cerelia dengan keluarganya cepat selesai.

Kemudian mereka segera melangkah kembali menuju kelas. Karena terlalu lama di luar juga membuat mereka gerah. Sejak tadi banyak pasang mata yang terang-terangan menatap dengan penuh lapar.

Ezra dan Ayushita yang sedang asik mengobrol, segera mendongakan kepala mereka karena kedatangan Darel, Janu, dan Rama.

"Loh, kalian gak bareng sama Maudy, Alifa, dan Cerelia?" tanya Ayushita.

"Maudy berangkat bareng Alifa tadi. Kalau Cerelia bareng bokapnya. Ya kan, Rel?" Rama menjawab atas pertanyaan Ayushita.

"Heem."

"Ke kelas lo sana, jangan ngebucin mulu." Rama berujar seraya meledek Ayushita dan Ezra.

"Heh, kaya lo enggak pernah aja. Apalagi pas kemarin, ke mana pun dan di mana pun, pasti maunya sama Maudy. Lo juga sama aja kaya gue." Asyuhita tak terima dengan ucapan Rama. Memang Rama itu super menyebalkan, padahal dia sendiri juga sama. Bucin akut.

Heart's Owner (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang