18. Kabar Duka

87 11 3
                                    

Tepat di kediaman Bram.

Satu keluarga itu sedang menyantap sarapan bersama. Mereka tampak hening dengan hidangan yang mereka makan.

Termasuk Cerelia, yang kini menikmati makannya dengan berusaha santai. Kerongkongannya seakan susah menelan makanan yang ada di meja. Lagi dan lagi, ia harus berhadapan dengan mamanya yang bagai musuhnya itu.

Tepat jarum panjang tepat di angka tiga, Cerelia menyudahi makannya dengan piring bersih tanpa ada sisa nasi. Ia segera meraih piring dan gelas bekasnya ke wastafel, tanpa mencucinya terlebih dahulu.

"Pa, aku berangkat duluan, ya. Buru-buru soalnya." Tanpa mendengar jawaban dari Bram, Cerelia segera mencium punggung tangan Bram dan mulai berlari ke arah pintu keluar.

Kebetulan pak Darma di titah untuk mengantar Cerelia jikalau Bram tidak bisa mengantar. Maka dari itu, pak Darma sudah siap di halaman depan dengan motor matic warna hitam.

***

Darel baru saja turun dari motornya. Ia melepas helm dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

Kakinya mulai melangkah ke area luar parkir menuju kelasnya. Tanpa diduga, Bernika muncul begitu saja di hadapannya sendirian.

Darel hanya mengernyitkan dahinya tanda bingung. Lalu tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya.

"Rel, gue boleh ngomong sama lo?" izin Bernika pada Darel.

Darel menghela nafasnya, ia malas berhadapan dengan perempuan tidak tahu diri ini.

"Kita udah gak ada urusan lagi, jadi tolong minggir dan jangan halangi gue jalan!" Darel berbicara dengan nada dingin. Bahkan tatapannya enggan menoleh ke arah Bernika, melainkan ke tengah lapangan.

"Rel, gue mohon pengertiannya sama lo. Kita bener-bener butuh bicara, soal hubungan kita yang hanya lo memutuskan dengan sepihak." Bernika memilih menurunkan harga dirinya dibandingkan pergi.

Darel yang mendengar itu sungguh muak. Dia pikir, hal yang dilakukannya itu hal biasa? Jelas bukan. Jika begini, memang apa yang harus dipertahankan kembali soal hubungan mereka berdua?

"Lo manusia, kan? Punya otak di pakai untuk berpikir. Coba telaah lagi apa kesalahan lo selama pacaran sama gue. Apa menurut lo pantas, jika semuanya di ulang kembali? Enggak, Liv. Semuanya udah musnah, lo bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa lagi buat gue. Because you are a bitch!"

Bernika tampak terkejut dengan Darel yang benar-benar dingin juga mengeluarkan kata-kata yang begitu menusuk. Kini Darel bukan jangkauannya lagi. Dia jauh.

Saat Darel ingin mengambil langkah untuk pergi dari sana, tangannya di cegah oleh Bernika.

Darel yang memang sudah kesal sejak tadi, segera menepis tangan Bernika yang dengan seenaknya bertengger di lengan kanannya.

"Berani lo sentuh gue, hidup lo gak akan aman setelah ini!" Darel berbicara dengan penuh ancaman. Dan Bernika pun menurut dengan perkataan Darel. Seolah-olah hal itu memang hal yang menakutkan. Hanya dengan Darel, Bernika merasa takut. Hanya dengan Darel, Bernika bisa luluh.

Darel pun langsung berjalan dengan cepat tanpa menoleh ke belakang. Ia tidak ingin melihat wajah menyebalkan milik Bernika lebih lama. Tukang bully dan si iblis SMA Dewangga.

***

Jam istirahat telah tiba. Semua murid berbondong-bondong menuju kantin, untuk mengisi perut mereka yang memang sudah berbunyi sejak tadi.

Heart's Owner (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang